Waktu Luang Prajaya

38 6 10
                                    

Sudah hampir seminggu Luna pulang dan menghabiskan waktu bersama keluarga, teman-teman dan kekasihnya. Ia sudah berkeliling dan menikmati berbagai makanan rekomendasi teman-temannya selama berada disini. Namun, ada satu hal yang ia rindukan. Kegiatan family time Prajaya saat weekend. Ketika seluruh anggota keluarga mengosongkan waktunya hanya untuk berbincang atau melakukan kegiatan sederhana di rumah. Nindy yang sengaja tidak mengiyakan ajakan teman-temannya untuk rapat atau hanya sekedar jalan-jalan. Ayah yang meliburkan diri dari urusan kantor dan Mama yang menyerahkan urusan warung makannya pada karyawan yang masih bekerja di hari itu.

"Kak, masih sibuk?" Luna menoleh menatap Mama yang sibuk menggoreng cireng.

"Gak ma, kenapa?" Sempat ada jeda sejenak karena mama harus mengangkat cirengnya yang sudah selesai di masak dan menggoreng cemilan lainnya.

"Gantiin mama dulu sini, mama mau buatin sambal kacangnya" Luna langsung bergerak tentu saja. Permintaan mama tidak boleh di awali dengan kata nanti. Sesibuk apapun, sepenting apapun kegiatan yang sedang dikerjakan. Mama itu utama.

Jika Luna sibuk membantu Mama, maka di teras sudah ada Nindy yang sedang waspada. Si bungsu terus memperhatikan gerak-gerik Ayah. Ia sudah tidak bisa berpikir positif jika ada Ayah di sekitarnya. Apalagi jika Ayahnya hanya berdiam diri. Pasti ada sesuatu yang sedang di rencanakan oleh orangtua itu.

"Kenapa sih dek? Segitunya ngeliatin Ayah" Nindy masih diam dengan tatapan waspadanya.

"Ayah ini diem loh dari tadi, kenapa sih?" Jengah juga Ayah jika terus ditatap layaknya penjahat seperti itu.

"Justru Ayah diem itu adek harus jaga-jaga, Ayah tuh iseng" Ayah menatap si bungsu yang masih terus menatapnya dengan cara yang sama.

"Segitu gak percayanya kamu sama Ayah sendiri?"

"Gak" dan mendapat jawaban tegas dan penuh keyakinan dari si bungsu. Wah, hatinya sedikit tercubit.

"Coba kalau mau bales omongan Ayah istighfar dulu"

Ayah hanya menghela nafas pasrah. Sepertinya ia memang harus sedikit mengurangi kebiasaannya mengganggu Nindy. Tapi sulit, reaksi yang diberikan Nindy cukup menghiburnya. Kalau Luna, ia justru lebih senang jika berdiskusi banyak hal dengan serius atau bercanda seadanya. Luna dan Nindy itu jelas berbeda. Itulah yang membuat sikapnya sedikit berbeda saat berinteraksi dengan kedua putrinya. Tapi tenang saja, kasih sayang Ayah tetaplah sama, tidak ada yang lebih atau kurang. Ayah mencintai dan menyayangi dua Putri Prajaya dengan sepenuh hati.

"Tumben pada diem?" Mama meletakkan sepiring gorengan dan semangkuk sambal kacang buatannya di meja teras. Sedikit heran melihat dua orang kesayangannya itu tidak ribut.

"Ayah kesurupan jurig"

"Heh sembarangan!" Tolong beri kesabaran yang lebih pada Ayah.

"Ya abisnya tumbenan diem begitu, biasanya Ayah kan kayak reog" jawab Nindy acuh.

"Ntar kalau ayah jadi reog beneran, nangis kamu"

"Ya tinggal diusirnya dari rumah, repot banget"

"Adek coba istighfar dulu!"

"Gak mau, entar Ayah panas"

"Maksudmu?" Jika ini adalah sebuah anime yang sering dibaca oleh Luna, mungkin sudah ada siku-siku perempatan imajiner di kening Ayah.

"Ayah kan setan"

"HEH!"

"Adekk" itu teguran lembut dari Mama. Sebenarnya ia ingin tertawa, apalagi melihat ekspresi syok di wajah suaminya. Benar-benar kurang enak dipandang.

"Wih, ada apa nih? Kok Ayah jadi jelek gitu mukanya?" Tanya Luna yang datang dan meletakkan minuman untuk mereka. Ekspresi Ayah sangat aneh menurutnya.

"Kera-"

PRAJAYA SQUADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang