Vote-Comment.
Bukan penulis besar tapi ingin saling menghargai.-
"Jangan pergi. Pasti sulit melupakanmu. Aku harus amnesia dulu."
####
"Ada beberapa pasien yang harus segera di tangani dokter Aelin." ucap seorang suster perempuan yang tengah memasukkan peralatan medis ke dalam kotak P3K di meja kebesarannya. Aelin melihatnya. Sontak mengangguk cepat dan mengikuti suster tersebut yang mulai berjalan keluar dengan menenteng kotak obat.
"Berapa orang?" tanya Aelin. Pandangannya lurus, terkesan sangat serius.
"Katanya banyak, dok. Sekitar 5 orang lebih. Mereka terluka karena berkelahi."
Dokter Aelin diam. Langkahnya semakin cepat mengingat tugasnya adalah menyelamatkan nyawa pasien. Sebisa mungkin Aelin sampai di tempat tujuan. Untungnya sepatu yang baru ia beli bukan sepatu hak tinggi. Melainkan sepatu pantofel hitam sederhana.
Lorong rumah sakit ramai orang. Tapi tak menyamarkan derap langkah kaki jenjangnya. Aelin kerap tersenyum kepada beberapa pasien dan keluarga pasien yang mungkin mengenal dirinya. Aelin memang bukan dokter terkenal di rumah sakit ini. Namun jasanya tidak akan pernah terbayar karena sudah banyak membantu orang-orang. Terlebih, dia adalah dokter termuda di rumah Pelita Harapan ini.
Meskipun tugas Aelin hanyalah dokter pengganti di saat dokter lain sedang ada kepentingan darurat. Itu karena Aelin baru menjadi dokter. Aelin baru lulus kuliah kedokteran beberapa bulan yang lalu. Wajar jika masih butuh penyesuaian dilingkungan ini. Terlebih sudah lulus, dan pihak kampus menyerahkan dengan sukarela ketika pihak rumah sakit meminta Aelin berkerja Pelita Harapan.
Sesampainya di UGD Aelin membuka pintu. Nafasnya menipis dan kemudian tertahan di tenggorokan. Ia terkejut melihat banyak orang di dalam sana. Aelin berkedip lambat.
"1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8....
Serius ada 15 orang?!"
Aelin terkejut dalam diam. Di dalam ruang UGD yang seharusnya terisi satu atau dua orang kini ditempati hampir 15 orang. Tentu dengan luka-luka yang menghiasi wajah mereka.
Tatapan mereka serentak mengarah padanya. Aelin menormalkan wajahnya dan berdeham yang sebisa mungkin mendominasi. "Kayaknya saya butuh banyak rekan, Sus."
"Oh begitu ya, Dok? Hehehe saya kira juga cuma 5 atau 7 orang yang ada di sini. Tapi ternyata..." Suster tersebut menggantung ucapannya sembari menatap pasien-pasien di dalam sana.
"Gue harus sebut ini rezeki atau apa?" Aelin menipiskan bibir dengan keringat bercucuran.
"Jaga image..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Leo Amadeus
Teen FictionKebanyakan dari universitas mempunyai mahasiswi yang menjadi primadona-nya. Namun apa jadinya jika Universitas of Toronto mempunyai primadona yang tak lain adalah dokter Poliklinik Kampus?! Panggilan dari Universitas of Toronto membuat Aelin harus t...