01: Tunas Kebaikan

631 95 32
                                    

VOTE+KOMEN.

***

"Panggil yang lain, Sus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Panggil yang lain, Sus. Saya butuh bantuan."

Aelin kembali menatap orang-orang di sana. Sebagian dari mereka meringis kesakitan dan lainnya diam saja. Ada pula yang berbaring di brankar dan ada pula yang bermain ponsel.

Hembusan nafas panjang keluar dari pernapasan Aelin. Bukan ia keberatan menangani mereka. Namun... mereka itu banyak. Sedangkan Aelin hanya membawa satu rekan saja.

Aelin masuk ke dalam sana. Seketika siulan terdengar saling bersahutan. Aelin mengerjap. Mereka aneh.

"Dokternya cantik bre!" celetuk salah satu dari mereka.

"Namanya siapa dok?"

"Dokter obatin saya dong."

"Dok, boleh kenalan gak? Nama saya Justin."

Aelin tersenyum kecil. "Saya Aelin."

"Waaah anjir senyumnya! Dok, hati saya meleleh nich."

Aelin meringis. Meleleh?

Syukurnya para suster telah datang sebelum kericuhan semakin parah. Aelin dan yang lain mulai mengobati mereka. Tentu banyak dari mereka yang ingin diobati oleh Aelin. Dengan sabar dan penuh ketelitian Aelin memberikan mereka perawatan. Luka mereka tidak sama rata. Namun banyak dari mereka yang mengalami luka memar saja dibagian wajah.

Kini tersisa satu pasien lagi yang belum mereka obati. Aelin tak jadi meletakkan perban. Wanita itu menghampiri seseorang yang tengah berbaring di brankar sembari memejamkan mata. Diantara yang lain, mungkin orang ini yang terlihat sangat santai dengan luka-lukanya.

Aelin mengerjap ketika melihat bercak darah di pinggang cowok itu. T-strit putih kini berwarna merah darah. Jaket kulitnya tersikap ke samping tubuh.

"Yo, bangun elah. Ada cewek cantik noh."

"Cantik banget, lo pasti mimisan kalo liat."

"Hahaha leader kita bukan buaya kalau lo lupa."

"Eh, iya. Leo kan gay."

Peltak!

"Leo denger mampus lo anjir! Dia bukan gay."

Orang yang kepalanya dijitak oleh sohibnya sontak meringis. "Sorry. Gak gitu lagi kok."

Meskipun teman-temannya berceletuk tentang dirinya, cowok ini tidak kunjung membuka mata. Aelin semakin mendekat. Pernapasnya teratur. Aelin menghela nafas kemudian terkejut ketika cowok itu membuka mata saat ia meraih lengannya.

"Lepas." kata cowok itu.

Aelin melepas secepat mungkin. Cowok tersebut bangkit sembari menatapnya tajam.

Yang lain menoleh ketika suara berat Leo terdengar.

"Le, dia dokter. Bukan penjahat. Lo gak perlu panik begitu."

Leo Amadeus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang