Don't forget to comment and vote!
CHAPTER 05; Love that girl?
••••
"Baru pulang, Aelin?" tanya Mega ketika melihat anaknya masuk ke dalam rumah. Aelin mengangguk dan mengucapkan salah.
Mega mengambil alih tas Aelin namun Aelin menahannya. "Aku bisa sendiri, Bu."
"Biar Ibu bawakan. Kamu baru pulang kerja. Ibu tahu kamu capek banget."
Senyum yang terukir dibibir Mega sungguh membuat Aelin malah jadi tidak tega. Aelin tulus banting tulang untuk Ibunya. Bukan kah itu tugas seorang anak? Terlebih Aelin adalah anak tunggal. Ia tidak memiliki saudara. Sudah menjadi tugasnya untuk membiayai hidup sang Ibu.
Meskipun hidupnya sederhana, Aelin sama sekali tidak haus kasih sayang. Mereka memberi Aelin banyak kasih sayang yang tidak tertandingi. Dimanja, dituruti kemauannya meskipun Aelin harus sabar. Menjadi tulang punggung keluarga saat ini tidak sebanding susahnya dengan kedua orang tuanya yang telah merawat Aelin dari kecil hingga sekarang.
"Udah makan belum? Ibu buatin sup kesukaan kamu." kata Mega setelah keluar dari kamar Aelin. Wanita paru baya itu berjalan ke dapur diikuti Aelin.
"Mau dong. Masakan ibu apapun itu enak. Apalagi supnya."
"Itu juga ibu belajar dari nenek kamu dulu. Makanya kamu tuh harus banyak-banyak belajar masak dari ibu, biar jadi seperti ibu. Emangnya kamu gak mau disayang mertua?"
Pipi Aelin memerah. Entah kenapa kalau membahas soal masa depan Aelin selalu malu. "Mama Sean kan udah gak ada, Bu."
Mega diam dengan wajah tak enak. "Lupa ibu, maksud ibu kan masih ada saudara-saudara Sean, dan bibi-bibinya."
"Iya bu iya. Nanti aku belajar sama ibu. Ibu kan tahu sendiri anaknya itu dokter. Pastilah jarang ada waktu." Aelin tersenyum lebar ketika Mega mendorong semangkuk sup ke hadapannya. Kemudian Mega duduk di depan Aelin. "Ibu gak makan?"
"Udah sebelum kamu datang." jawab Mega.
"Okay, selamat makan!" seru Aelin.
"Kampus yang kata kamu itu gimana? Bagus gak kampusnya?"
Aelin mengangguk. "Bagus. Aku juga dikasih banyak fasilitas di sana. Aku dapat ruangan kayak guru-guru di sana. Di ruang UKS juga udah tersedia banyak obat-obatan baru. Desain nya juga bagus kayak di rumah sakit. Aku suka. Masih banyak yang aku dapetin di sana. Aku juga punya temen baru dan mereka juga yang bakal bantu aku di sana. Jadi, kerjanya gak sendirian."
"Mereka?"
"Iya, Clara dan Andrew. Mereka dari fakultas kedokteran kayak Aelin..." Hari ini Aelin banyak bercerita mengenai momen yang dilewatinya hari ini. Tapi tentu ia tidak menceritakan kejadian yang ia alami bersama Leo dan Zicco.
Bisa gawat jika Aelin bercerita. Mungkin Mega akan menyuruh Aelin mengundurkan diri dari pekerjaannya sekarang.
●●●●
Bola mata Aelin berotasi sembilan puluh drajat sebab kalimat yang terlontar dari ponselnya. Aelin tahu Moza modus mengajaknya keluar rumah dalam artian main, itu hanya sebuah dalil. Padahal niatnya mendengar cerita Aelin yang katanya bekerja di kampus Wiradarma. Dimana kata Moza itu adalah tempat berkumpulnya cogan-cogan kekinian.
Memang fakta sih. Leo juga ganteng.
Eh...
Tapi apa kah harus Moza tahu? Menurut Aelin ini biasa saja. Ia pun tak perlu memberi tahu Moza karena menurutnya sama sekali tidam penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Leo Amadeus
Teen FictionKebanyakan dari universitas mempunyai mahasiswi yang menjadi primadona-nya. Namun apa jadinya jika Universitas of Toronto mempunyai primadona yang tak lain adalah dokter Poliklinik Kampus?! Panggilan dari Universitas of Toronto membuat Aelin harus t...