Chapter 2

37 9 0
                                    

Hetalia belongs to Himaruya Hidekaz, saya tidak memiliki dan mengambil keuntungan apapun dari fic ini. 

Warn: as always. 

Note: Emilia = Nyo!Iceland

******************** 

(Name) menyibak tirai berniat mengintip Oliver. Suara orang berbincang yang ramai membuat dirinya dan Emilia penasaran akan apa yang terjadi. Dari jendela yang butek, (Name) menangkap Oliver yang berbincang dengan dua---bukan, tiga wanita. Mereka tertawa, lalu masuk ke rumah Oliver. 

(Name) merautkan alisnya. "Ada perempuan yang sempat mengobrol dengan Oliver lalu masuk ke rumahnya." 

Emilia mendongak. "Kudengar si tetangga baru buka kursus memasak khusus perempuan," ujarnya. 

(Name) menoleh, raut wajahnya mengatakan dia tidak percaya. 

"Serius?" 

"Mana mungkin aku bohong." 

(Name) kembali menengok ke jendela. Dia memandang halaman rumah Oliver dengan gelisah. "Tapi aku gak pernah liat perempuan yang keluar dari rumahnya," sahut (Name) khawatir. 

Emilia menaikkan bahu. "Mungkin dia sudah mengantar mereka pulang larut malam." 

****************** 

Pintu terbuka, (Name) muncul dari balik pintu membawa sekantong plastik besar berisi sampah. Dia menyeretnya menuju tong sampah hijau yang ada di depan rumah, membuka tutupnya lalu menaruh kantong besar itu. Tinggal menunggu petugas yang mengambil sampah-sampah itu ke truk-nya--- yang datang pada sore hari. 

(Name) menepuk tangannya--- menyingkirkan debu yang menempel. Dia menoleh, melihat tetangga barunya sedang menggunting bunga mawar di halamannya. Mata (Name) menelusuri halaman rumah Oliver yang penuh dengan bunga-bunga. Bunga aster, bunga mawar, bunga marigold, dan masih banyak lagi. Bunga-bunga itu membuat halaman rumah Oliver terlihat lebih berwarna dan 'hidup' dibandingkan sebagian besar rumah di komplek itu dan rumah (Name) sendiri. 

(Name) menatap halaman rumahnya yang berupa tanah kosong dengan batang pohon yang terpotong. Sedari dulu halamannya memang selalu begitu, kosong--- sejak dia kecil hingga besar. Hanya ada satu pohon besar yang lebat luar biasa, namun telah ditebang oleh ayahnya dan kayunya dijual. Sekarang sisa pohon itu digunakan (Name) untuk duduk dan merenung, terkadang mengamati hewan-hewan yang berkeliaran. 

Senandung kecil mengalihkan perhatian (Name). Dia menoleh ke sumber suara dan mendapati senandung tersebut berasal dari Oliver yang sedang menaruh pot bunga. (Name) memutar mata, berniat untuk kembali ke rumah ketika suara manis memasuki telinganya. 

"Selamat siang, (Name)!" 

Suara Oliver. (Name) menghentikan langkah, lalu menoleh sambil tersenyum paksa. 

"Selamat siang juga, Oliver." 

Duh, semoga si tetangga baru tidak memerhatikan senyumannya yang dipaksakan. 

"Sedang membuang sampah?" tangan Oliver yang berbalut sarung tangan memegang gunting rumput. (Name) bergidik membayangkan Oliver tiba-tiba akan melempar gunting itu ke arahnya. 

"Iya," balas (Name). "Truk pengangkut sampah baru datang saat sore hari, jadi saya menaruh sampahnya siang ini." 

Oliver mengangguk. Dia menaruh gunting lalu melepas sarung tangannya. (Name) diam-diam menghela napas lega lalu berjalan menuju pintu lalu tangannya menggenggam kenop. Dia baru saja ingin memutar kenopnya ketika suara manis itu lagi-lagi memasuki pendengarannya. 

"Ingin mencicipi beberapa kue? Kebetulan saya membuat beberapa kue, Anda terlihat lelah." 

Oh my god, (Name) berbisik tanpa suara. Gadis itu berbalik, dengan senyum yang terpaksa (lagi) dia mengangguk. 

"Boleh." 

************************ 

Aroma teh yang lezat menguar di ruang tamu Oliver. (Name) menatap daun teh yang mengambang hingga terlihat olehnya. Dia kemudian mengamati ruang tamu. Ruang tersebut berukuran sedang, dengan beberapa boneka teddy bear kecil dan cangkir-cangkir teh bermotif indah. Di dekat sofa terdapat meja kayu yang dilapisi oleh taplak meja putih berenda, namun entah mengapa Oliver menyuruh (Name) untuk duduk di kursi dan meja kecil yang ada di belakangnya. Di atas pintu terdapat jam dengan gambar boneka teddy bear di tengahnya. 

Oliver datang kemari membawa senampan teh dan biskuit. Perut (Name) berbunyi karena bau harum yang menguar. Tangan (Name) mencengkeram perutnya, berusaha meredam suara. Pria itu menaruh nampannya di meja, (Name) mati-matian menahan air liur. 

"Silahkan dimakan," ujar Oliver sambil menarik kursi. 

(Name) melirik, mulutnya menelan ludah yang hendak keluar. 

"... Boleh?" 

Oliver mengangguk. (Name) langsung menerjang biskuit dan meneguk tehnya dengan cepat. Tidak terpikir olehnya sopan santun yang selama ini dijunjung tinggi masyarakat, yang terlintas di kepala hanya perutnya yang sangat lapar dan dia tidak tahan untuk tidak memakan kue Oliver. 

(Name) mengelap mulutnya. Oliver tersenyum lebar. 

"Anda lapar?" 

(Name) mengangguk. "Sangat. Saya hanya makan sepotong sandwich ... kemarin siang." 

Oliver melebarkan matanya. "Kemarin siang? Bagaimana Anda bisa bertahan sampai sini?" ujarnya.

(Name) menggeleng. "Tidak tahu." 

Oliver tiba-tiba bangkit. "Tunggu sebentar," ucapnya sambil melenggang masuk ke dapur. (Name) mendengar suara kulkas dan lemari makan yang dibuka, serta kelotakan alat makan. Pria itu kembali membawa sebotol susu, beberapa piring makanan yang dibekukan, kue-kue, roti, selai, dan sekotak keju. (Name) melongo. 

"Ini, silahkan ambil ini." Oliver menyodorkan makanan-makanan itu. "Ah, Anda pasti kerepotan membawa ini semua. Tunggu sebentar, saya ambilkan tas dulu." Oliver berjalan menuju lemari kecil di dekat televisi dan mengambil sebuah tas kecil. (Name) tersentak, kemudian berdiri. 

"Tidak, tidak usah. Anda tak perlu repot-repot seperti ini," tolak (Name). 

"Saya tak bisa biarkan Anda kelaparan begitu saja," sahut Oliver sambil membungkus makanan-makanan itu. 

"Tidak, saya tidak apa-apa. Saya punya beberapa bungkus mie di rumah saya." (Name) mati-matian menolak tawaran Oliver. 

Oliver memaksa (Name) untuk menerima bingkisannya. Dia menyerahkan bingkisan itu di tangan (Name) dengan paksa, lalu menggenggam tangan gadis itu dengan erat. 

"Saya tidak menerima penolakan. Terima ini," ujarnya. (Name) tak mampu lagi menolak. 

******************************

(Name) bersandar di pintu dengan lega. Pertemuannya dengan Oliver berjalan lancar, bahkan dia memberikan gadis itu bingkisan makanan dan beberapa kue. (Name) mengamati bingkisan tersebut, lalu mengambil salah satu kue bertampak manis dan mencicipinya.

Seketika (Name) teringat kepada pertemuan tadi. Dia langsung menyambar kue dan teh buatan Oliver tanpa berbasa-basi atau bersopan-santun terlebih dahulu. (Name) menepuk dahi, merasa malu dengan perilakunya tadi. Dia juga membuat Oliver repot-repot memberinya bingkisan. Gadis itu merutuki sikapnya yang kurang ajar. 

Bagaimana kalau Oliver tersinggung dengan perbuatanku? Kenapa dia langsung menyuruhku pulang? Tunggu, yang minta pulang duluan itu Oliver atau aku, sih?

Kecamuk batin (Name) berhenti tatkala perasaan aneh menyerang tenggorokannya. Gadis itu berhenti mengunyah. Isi perutnya seperti berputar-putar, sementara makanan yang sudah bercampur dengan cairan lambung seperti naik kembali ke kerongkongan dan memuntahkan semuanya---  membuat gadis itu tak sanggup menelan kue yang sudah di ujung rongga. Akhirnya, (Name) memuntahkannya lagi di toilet.

隣 の 人 || 2p!England x ReadersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang