1. Divorce

2.7K 400 55
                                    


Thirty Days
Lazy_monkey96

Vote & komen jangan lupa.

----------------------------🌹---------------------------


















“Surat cerai?”

Tatapan bingung terarah, penat pun masih terasa karena ia baru saja pulang bekerja. Banyak pekerjaan akhir-akhir ini dan ia pun tahu mungkin itulah penyebab mengapa wanita di depannya itu dengan semangat membahas perceraian. Tak ada sedikit waktu untuk berbincang sekadar mengobrol, bersenda gurau atau mungkin bermesraan di dalam kamar. Ia tahu benar kehidupan rumah tangga mereka sangat membosankan. Hanya pulang dan pergi, menyapa sebentar cium pipi kanan dan kiri lalu tidur di atas ranjang yang sama setiap hari. Atau mungkin seperti pasangan hidupnya yang suka menghabiskan banyak waktu diluar bersama rekan kerja. Waktu yang mana tak bisa juga ia pinta. Namun, sungguh. Dirinya tak pernah mempermasalahkan hal itu.

Sebab mengapa ia tak yakin dengan kedua matanya sendiri, mungkinkah dirinya yang salah membaca tulisan-tulisan di dalam selembar kertas itu?

“Duduklah.”

Ia pandangi wanita di seberang meja. Wanita dengan gaun malam merahnya, wanita dengan gaya rambut yang hampir sama setiap harinya ketika berada di rumah. Wanita dengan harum tubuhnya yang menyesatkan pikiran. Wanita yang selalu berhasil membuat jantungnya berdetak salah tingkah dan menggila.

Wanita itu miliknya, tapi tidak utuh.

Nuansa disekitar tiba-tiba terasa sempit, memberi kesan rasa tercekik tak kasat mata kala map cokelat itu melayang-layang tepat dihadapannya. Merasa mungkin semua yang terjadi adalah lelucon belaka, ia tertawa sumbang menatap wanita lain di seberang meja makan. Wanita yang berstatus sebagai istri sahnya meski tidak di mata wanita itu. Satu lengannya mengusap paha sendiri, terasa basah oleh keringat sedikit gemetar karena panik. Ia tak pernah menyangka akan mendapatkan hadiah seperti ini.

“Sayang, aku suka candaanmu...” Sangat tidak menyangka. Mungkin bersikap bodoh adalah jalan satu-satunya agar terhindar dari rasa kecewa.

“Apa aku terlihat sedang bercanda?”

Tak seperti apa yang ia inginkan. Wanita itu dengan tenang memindahkan teh ke dalam cangkir, menggeser setelahnya menyodorkan cangkir itu pada dirinya yang menegang di tempat. “Kita tidak bisa melakukan ini lagi.” katanya, menuntut. “Lalu, pernahkah kukatakan untuk tidak memanggilku sayang terkecuali, ketika kita berada diluar? Kamu melanggar perjanjian Lalisa...” Sorot matanya tajam tak ada sedikitpun rasa gentar ketika mengatakan itu, tak tahu saja seberapa sakit rasanya.

Lalisa tatap wanita didepannya dengan lekat, dengan pandangan kosong. Lalisa menggelengkan kepala, dirinya cukup pintar untuk membaca situasi. Dirinya sudah cukup dewasa untuk mengetahui mengapa manusia tak bisa hidup dengan manusia lain yang tidak dia inginkan. Dirinya juga sudah paham betul konsekuensi menjalani kehidupan berumah tangga apalagi dengan seorang wanita yang sama. Tapi, Lalisa tidak bisa menerima ini semua.

“Kita sudah menikah dua tahun lamanya...” Melepas tali dasi yang mengekang lehernya agar dapat bernapas lebih banyak. Dua jari Lalisa teracung memberi ingatan pada sang istri, mungkin saja ia lupa dengan rentang waktu yang telah mereka habiskan bersama selama ini. “Kamu pikir semudah itu, Jennie?” Rasanya pahit sekali menyebut nama wanita itu tanpa embel-embel cinta di setiap waktu. Egonya terpukul, kurang apa dirinya selama ini? Lalisa tatap Jennie serius dan wanita itu kini justru memalingkan muka menghindari kontak mata.

Thirty days [Jenlisa] E-bookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang