💘 JJ 💘

3 0 0
                                    


Kau bisa patahkan kakiku
Tapi tidak mimpi-mimpiku

Kau bisa lumpuhkan tanganku
Tapi tidak mimpi-mimpiku

Kau bisa merebut senyumku
Tapi sungguh tak akan lama

Kau bisa merobek hatiku
Tapi aku tahu obatnya

Manusia-manusia kuat itu kita
Jiwa-jiwa yang kuat itu kita

Manusia-manusia kuat itu kita
Jiwa-jiwa yang kuat itu kita

—oOo—

Aku miskin. Tak punya uang untuk membeli sekedar nasi padang. Uang di dompet tersisa tiga puluh ribu belum lagi uang ongkos buat pulang ke kos. Benar benar miris kehidupanku. Terpaksa aku harus jalan kaki, tetapi belum selangkah aku sudah duduk di pinggir jalan seperti gembel.

"Duh, matahari tengah diatas kepala lagi," kataku mengipasi panas yang merayap di wajahku. Merasakan ada basah di bagian lengan akhirnya kuperiksa.  Ternyata ketek ku basah. Dan mencoba mengendus baunya, hm... baunya seperti bau bangkai. Saat melepaskan endus ketekku seketika aku terjebak dari keramaian orang-orang yang berlalu lalang. Menatapku dengan pandangan aneh dan dari salah satu sekian banyaknya orang yang melirikku ada beberapa yang menahan tawa saat aku menghirup bau aroma ketekku.

"Ya Allah, mau taruh dimana muka ku yang super imut ini." Aku menutup wajahku dengan kedua tangan.

Lima menit aku mengintip dari sela sela jari melihat apakah masih ada yang melirikku, ternyata sudah tidak ada hehe. Saat aku melepaskan kedua tangan, ada yang duduk di sampingku. Ku kira siapa, ternyata mas-mas arogan kemarin yang mengakui aku jodohnya.

"Lagi ngapain?" tanyanya sambil menatapku. Aku cuma bisa meliriknya sebentar lalu melengos kepala.

"Berdoa." jawabku. Lelaki ganteng yang bernama Jamal itu mengernyit. Ya, kuakui dia benar benar ganteng menurutku versiku.

"Doa? doa apa?" tanyanya lagi.

Kesal, kenapa ia sering nanya nanya sih. Sksd banget.

"Maaf ya, Mas! kita gak saling kenal jadi gaperlu sok kenal sok dekat." tuturku lalu bangkit untuk meninggalkan dia sendirian.

Lagi lagi aku menatap miris pada dompetku, bagaimana caranya aku pulang dan membeli makan? Kalau uangku saja tidak cukup untuk membeli keperluan biaya hidupku. Merasakan ada yang mengikutiku, lantas aku berbalik. Disana aku melihat sosok mas mas ganteng itu mengikutiku dari belakang.

"Mas, ngapain sih ngikutin terus dari belakang? kayak penguntit aja," kesalku padanya.

Mas ganteng itu yang tadinya di belakang kini melangkah ke arah dekatku. Dia tersenyum tapi menurutku senyumannya seperti harimau, menyeringai tapi seram.

"Siapa yang ngikutin kamu, ngarep ya?" godanya kepadaku. Aku mendelik kesal padanya. Tak segan aku menginjak kaki yang terlapisi sepatu. Segera mas ganteng meraung kesakitan.

"Rasain. Mampus gak tuh." ejekku kemudian memulai langkah kembali.

Setibanya di halte, aku menghela napas sepertinya aku bakalan puasa beberapa hari dan menunggu kiriman dari orang tua. Tapi, itu tidak mungkin yang ada aku bakalan jadi mayat hidup terus ditemukan para warga aku ditemukan tak bernyawa. Merinding sekali.

Tiba tiba saja ada yang menyodorkan uang berwarna merah yang kutaksir sekitar lima ratus ribu mendadak muncul dihadapanku. Aku mendongak keatas siapa yang ingin memberiku uang banyak. Aku mendengus siapa orang itu, ternyata mas ganteng tadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 21, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jamal & JulehaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang