bab 11

15 2 0
                                    


Happy reading.....

(Jangan lupa vote dan koment)

"tidak baik masalah disimpan berlama-lama," ucapnya menyemangati diri sendiri. "Dan demi sebuah harga diri." Dapat di pastikan jika ada yang mendengar Artamedi, mereka akan mengira orang itu gila.

Beberapa Menit mengitari kota, keberuntungan pun berpihak padanya. Rambu lalu lintas didepan sana berwarna merah bersamaan ketika mereka hendak menyebrang. Motor Alioth dan Maleo yang ada di depan masih sempat menerobos. Sementara Candra urung melakukan hal yang sama karena truk tangki besar tiba-tiba muncul dari seberang.

Jadilah Artamedi hanya menguntit sepupunya. Sesekali berada di samping, mengimbangi Candra. Dia sudah bertekad menyelesaikan semua dengan satu pertanyaan yang mengganjal di hati. Apapun alasannya Candra harus menjawab dan masalah selesai!

"Berhenti woi!" Teriak Artamedi.

Candra sudah kewalahan sejak tadi di kejar, akhirnya berhenti di sebuah halte. Wajah datarnya mendominasi, menatap Artamedi tanpa ekspresi.

"Kenapa?"

"Kenapa apanya?"jawab Candra.

"Alasannya!" Seumur-umur Candra baru pertama kali melihat Artamedi mengeluarkan ekspresi semenyeramkan ini. Yang dirinya tahu, sepupunya ini tak pernah marah. Selalu menghindari perdebatan, memilih mengalah demi ketentraman bersama.

Candra tak tahu apa yang hendak Ia katakan. Secara pribadi, Ia tak punya alasan mendasar selain karena geram melihat Artamedi yang selalu jadi primadona dimana-mana. Itu terlalu naif menurutnya. Dan karena Geina, yah gadis yang selama ini Ia idam-idamkan  juga ditaksir Artamedi, tak rela rasanya. Bahkan foto gadis itu jadi pajangan Artamedi dalam laptop kesayangannya.

"Hmm, diammu berarti membenarkan ucapan Geina." Candra terperanjak kaget. Sejak kapan sepupunya ini berani berinteraksi dan berbicara sama lawan jenisnya? Wajah Candra memerah, menahan api cemburu.

"Terima kasih sudah menyadarkanku arti persahabatan." Sehabis berkata demikian, Artamedi menaiki motornya dan menancap gas. Menyisakan Candra bengong sendiri di halte.
   
         ***
Di tempat lain, pria nekat itu mendekati sebuah rumah mewah di pinggiran kota. Beberapa saat kemudian disambut seorang pria besar berkumis tebal dengan mata sedikit memerah. Lemak bergelambir di sekitar perutnya seperti tali terlilit memagari tubuhnya.

"Ada apa gerangan anak muda?" Sambut pria itu disusul tawa membahana.

"Aku ingin kau membunuh pria ini, pak Tua!"

Si kumis tua itu menggeleng. Lelaki brengsek ini sudah sering Kali menyuruhnya membunuh tanpa menyentuh.
Pria itu tak lain adalah Zio. Ia mengeluarkan sebuah foto dari dalam saku lalu memperlihatkan gambar tak asing padanya.

"Artamedi. Aku mengenal orang ini. Si pengantar galon yang berkarisma." Zio mengumpat dalam hati. Bisa-bisanya dukun gendut ini memuji Artamedi di hadapannya.

"Harganya mahal." Lanjut si kumis,
"tapi kenapa kau ingin membunuhnya?"

"Berapapun harganya, pak. Asal kau pastikan orang itu mati."

"Tidak mudah mendahului Tuhan. Namun, aku akan mencoba memanggil pimpinan, Lord Stenus." Ucap si kumis akhirnya.

Zio menyerahkan foto itu. Dan tak lupa meminta agar sebelum mati Artamedi disiksa terlebih dahulu. Ia tak akan membiarkan siapapun yang menghalangi langkahnya menjadi yang terbaik dan menjadi milik Geina satu-satunya.

"Siapa yang akan mengantar galonku, Hmm? Aku malas mencari penjual lain."

"Biar kucarikan penjual galon, kau tenang saja."

ALFA MACA (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang