[15+] [spiritual-romance]
***
Namaku Maryam, cinta Allah selalu ku kejar. Walaupun hidupku sederhana, ku rasa bahagia selalu menyelimuti.
Namun, setelah kejadian malam itu, aku seperti hilang arah. Hidupku seperti penuh dosa. Sampai aku berada ditit...
"jangan menikah karena jatuh cinta, menikahlah karena kamu merasa surga Allah lebih dekat jika bersamanya."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
"assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, ma," namaku Maryam. Aku sudah berusaha memperbaiki tabiatku sejak kepergian adikku tiga tahun yang lalu, bisa dibilang aku hijrah karenanya.
"Waalaikumsalam, sayang," ini papaku, namanya Adam, Adam Suteno yang merupakan keturunan chinese asli. Beliau seorang mu'allaf setelah menikah dengan mamaku. Beliau juga mencoba untuk taat terhadap agama yang dianutnya sekarang.
"Waalaikumsalam, anak mama yang cantik udah pulang," mama Marwah menyambut kedatanganku, anak satu-satunya dikeluarga ini setelah adikku tiada.
"gimana tadi ujiannya?" tanya mama lagi kepada ku. Pasalnya, sudah seminggu ini aku sedang melaksanakan ujian nasional untuk hari kelulusan. Sebentar lagi aku akan memasuki universitas yang selama ini sudah ku impian.
"alhamdulillah," ucap ku ala kadarnya untuk menjawab pertanyaan mama tadi.
Menurut teman sekelas ku, aku tergolong siswa yang pandai. Sering kali nilaiku menjadi yang tertinggi dikelas, bahkan aku selalu masuk dalam jajaran 10 besar.
"Pa, papa kok tumben pulang jam segini?" tanyaku terheran-heran, tak biasanya papaku pulang sesiang ini.
"papa ada kabar bahagia buat kamu, duduk sini," ujar papa sambil menepuk kursi kayu yang ada disampingnya.
Aku pun menurut dan duduk di samping papa.
"kenapa, Pa?" Aku bertanya semakin bingung.
Mama yang sedari tadi berdiri ikut duduk di depan Papa sambil tersenyum kepada ku dengan penuh arti.
Keduanya saling tatap, mereka terdiam.
"Pa, Ma, ada apa sih?" Diriku yang tak mengerti apa-apa melihat kedua orang tuaku, membuat aku semakin bingung.
"kamu," gantung mamaku, membuatku semakin penasaran.
"apa, Ma? Kenapa?" ucapku sedikit memaksa.
"kamu mau dijodohin sama Fero, anak om Wildan" tutur Mama pada akhirnya.
"mama becanda, ya?" Aku tertawa garing, tak percaya dengan apa yang mama katakan.
"mama kamu serius, sayang," tutur Papa seketika, menegaskan ucapan Mama.
"aku aja gak kenal om Wildan, Pa, Ma, apalagi anaknya?"
"nanti juga kenal, Nak" Papa menimpali omonganku dengan cepat.