Haiii...maaf kalau partnya pendek. Sepertinya saya akan bertahan dengan style menulis seperti ini deh. Semoga ga bosen ya dengan style seperti ini :) Trus saya suka bingung juga untuk menggal cerita. Jadi mungkin ada yang ngerasa ga greget dengan akhir tiap part. Cerita ini memang bukan jenis yang membuat pembaca akan bilang,"lanjut dong" atau " next please" saking penasarannya. Tapi cerita ini memang dimaksudkan sebagai cerita sederhana yang mengalir bagai air. Selamat mengikuti! ^^
cheers
BJ
--
Binar POV
"Miss Binar, ini ada yang mau ketemu sama miss." Suara lembut Citra menyapu gendang telingaku. Aku yang sedang membenahi laporan-laporan yang sudah dibuat mbak Emil, mendongak ke arah pintu.
Citra, dengan tubuh mungil dan paras imutnya tersenyum memberi kode padaku. Di sampingnya, Safira, anak didiknya yang kapan hari aku ceritakan tampak berdiri dengan muka ditekuk. Sesekali pandangannya menatapku, lalu lebih sibuk menatap lantai putih kantorku.
"Halo. Saya Miss Binar. Nama kamu siapa?" Aku beranjak dari kursiku dan mengulurkan tangan pada gadis kecil yang mencangklong tas merah jambunya. Dia hanya diam menatapku sekilas lalu kembali membuang pandangannya ke arah lain. Kali ini ke sofa di kantorku.
"Ini Safira, Miss. Please say your name when someone ask you, dear." Ujar Citra sabar sambil membelai rambut ikal kemerahan gadis itu.
Dalam hati aku menggerutu. Sebenarnya aku paling sebal berhadapan dengan anak kecil macam ini. Tidak kooperatif sama sekali. Tapi kalau mereka manis dan baik-baik saja, jelas tidak mungkin diajak untuk menemuiku. Hhhhhh.....
"Oke, Safira. Kamu disini dulu sama Miss Binar ya. Miss Citra ke kelas lagi. Miss Citra sudah bilang sama nenek kalau nanti kamu dijemput disini sepulang sekolah." Citra tersenyum lalu menepuk bahu Safira pelan. Safira makin menekuk wajahnya, kali ini disertai bibir yang mengerucut. Citra memberi tanda padaku kalau ia akan meninggalkan Safira. Aku mengangguk.
"Oke Safira, yuk ikut Miss Binar. Letakkan tasmu di rak itu lalu duduk sama miss di sofa itu." Aku menuntun Safira. Dia hanya diam, tapi untungnya mau patuh. Dilemparkannya tasnya sembarangan di rak, lalu menghempaskan tubuhnya di sofa. Matanya sibuk melihat ke arah luar, tak mau memandangku.
"Safira hobinya apa?" Aku duduk di sofa sebelahnya. Dia hanya diam.
"Berenang, main alat musik, membaca, atau...."
"Tidur!" sahutnya cepat. Hmmpphh. Aku menahan diri untuk tidak tertawa. Diantara sekian banyak hobi, dia memilih tidur. Well....itu aku banget juga sih di hari libur. Tapi itu kan karena di hari kerja aku sibuk kerja. Lalu anak ini? Sibuk apa dia? Isshh!
"Waahh...senangnya kalau punya hobi tidur. Kan kita bisa mimpi indah ya kalau sedang tidur." Komentarku padanya dengan memasang wajah jenaka. DI luar dugaanku, ia menggeleng.
"Coba sebutin, mimpi indah Safira satuuu aja." Aku masih terus membombardir pertahannya. Aku harus bisa membuatnya mengeluarkan kata.
"Nggak ada." Ujarnya lirih. Astaga! Selalu ada jiwa yang rapuh dibalik sikap defensif macam ini.
"Lalu kenapa Safira suka tidur?" tanyaku pelan. Ia hanya diam. Lagi-lagi menatapku sekilas, lalu mengalihkan pandangannya. Aku sudah mulai terbiasa diabaikan oleh gadis kecil ini.
"Mau baca ke perpus sama Miss Binar nggak? Atau Safira mau menggambar?" Aku tetap mempertahankan nada antusiasku. Lagi-lagi diam menjadi pilihan perilaku gadis ini. It's gonna be a loooong day.
"Mmm...atau Safira mau main ular tangga? Miss Binar punya nih. Udah pernah main belum?" Aku berdiri mengambil mainan ular tangga di lemari. Mbak Emil menyimpan banyak mainan, kertas dan alat gambar di lemari itu. Persiapan untuk anak-anak macam Safira ini. Yang mulutnya diplester pake lakban tembus pandang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Butterflies
Fiksi UmumCedera dan akhirnya tidak bisa melanjutkan jadi atlet, membuat saya banting setir jadi guru. Keputusan agak gila memang karena sebenarnya saya tidak pernah menyukai anak-anak. Tapi ternyata itu hanya awalnya..... Bian Dewantara - guru olahraga Anak...