"seminggu terakhir, tidurmu cukup nggak, na? kemarin, pas salat tahajud ibu cek whatsapp, last seen kamu jam setengah dua. kamu belum tidur atau kebangun?"
"hm ... cukup kok, bu. kemarin, naja emang begadang. tapi itu baru sekali aja dalam seminggu terakhir. itu juga karena emang harus. naja ada tugas yang harus dikelarin. kerjaan naja juga lagi lumayan banyak di aksel."
"..."
"kok diam, bu?"
"kamu senang menjalaninya?"
"menjalani apa?"
"semuanya. kuliah kamu. organisasi kamu di kampus. kerjaan kamu di aksel ... kamu senang?"
"iya, senang, bu!"
"kamu tahu kenapa kamu senang?"
"hm ... naja udah pernah cerita ke ibu belum ya, kalau ada beberapa siswa yang menghubungi naja di instagram, terus dia bilang makasih karena katanya naja udah bantu dia belajar selama ini. dia juga bilang makasih karena udah dibersamai selama proses persiapan masuk kampus. naja emang lumayan sering interaksi sama siswa-siswa di luar sesi pas kelas online. kemarin, pas hari pengumuman ujian sbmptn, naja dikirimin screenshoot hasil ujian mereka. yang keterima nggak semuanya. tapi naja bahagia dengan respons mereka. salah satu pesan yang bikin naja terharu, bahkan sampai sekarang, justru dari siswa yang nggak keterima. isi pesannya gini, bu ...."
kak, aku belum diterima. normalnya, aku harusnya sedih dan mungkin nangis kan ya? tapi, pas aku baca hasilnya, aku nggak sedih. aku inget kata-kata kakak, "hasil tes nanti udah pasti cuma dua: lolos atau belum lolos. perasaan yang hadir saat kita tau informasinya nanti, pada awalnya netral, nggak bahagia atau sedih. yang bikin kita bahagia atau sedih adalah mindset kita soal konsep berhasil dan gagal serta gimana kita meresponsnya. jadi dari sekarang, belajar menerima. latihan mengendalikan respons yang bijak." aku udah latihan jauh dari hari ini supaya aku bisa merespons hasilnya. kalau kata kakak, "dengan hati yang lapang: bersahaja, merasa cukup." aku mulai belajar mengelola emosi dan mengatur respons. biasanya, aku gampang banget marah, tapi hari-hari belakangan ini, aku jadi paham apa itu "perasaan netral". pikiran aku juga jadi lebih tenang. lebih mindful. jujur, itu bukan latihan yang mudah. tapi hari ini, hasil latihan itu berbuah. aku nggak menganggap ini sebagai end of my life, justru aku yakin ini starting point untuk journey selanjutnya. jauh dari itu, aku merasa cukup. makasih banyak untuk "pelajaran berharga" yang kakak kasih selama ini! aku harap makin banyak orang seperti kakak! <3
"jadi itu bikin kamu senang?"
"iya, bu. naja sadar, hati naja belum seluas ibu dan ayah. naja masih berproses untuk jadi manusia yang lebih baik lagi dari sebelumnya. selama naja kuliah, ketemu banyak orang di organisasi, atau kerja dan ketemu sama siswa-siswa ... naja merasa bisa kontribusi hal-hal yang semoga baik. ketika apa yang naja bagi itu ternyata bisa membantu, bahkan, lebih jauh, bikin orang lain bersahaja, naja senang, bu. kayak ... apa, ya, bu? naja merasa, kalau soal materi atau hal fisik, orang-orang udah banyak yang bisa berbagi. dan mungkin naja belum ada di golongan orang-orang yang selalu siap berbagi hal-hal materi. tapi, soal pemahaman dan cara berpikir ... rasanya masih banyak orang yang belum bisa membagi itu. entah karena belum punya "ilmu"nya atau merasa "belum pantas" aja."
"kenapa kamu mau berbagi hal itu ke orang lain?"
"menurut naja, di hari-hari sekarang, orang banyak mudah sakit karena sulitnya mengelola pikiran dan cara pandang kita sama kehidupan. naja sedih banget lihat banyak orang-orang di sekitar naja yang grasak-grusuk, merasa hampa, dan banyak juga yang sampai ke profesional untuk konseling. belum lagi, di usia kayak naja sekarang, katanya wajar banget kalau kita merasa hidup tuh beraaat banget. naja jadi refleksi lagi, kok naja nggak ngerasain itu ya? apa naja nggak normal?"
"terus?"
"terus naja sadar, kalau naja bisa begini, karena naja tumbuh dari ibu dan ayah yang bersahaja, yang nggak menuntut naja ini itu. itu privilege terbaik dalam hidup lho, bu."
"..."
"karena ayah dan ibu banyak ngajarin naja untuk bersikap sederhana dan jujur dalam menjalani hari-hari, naja jadi berani melakukan banyak hal. kenapa? ya karena naja tahu ayah dan ibu nggak akan marahin naja saat naja gagal atau membandingkan naja sama orang lain. kayaknya, kalaupun tetangga kita maudy ayunda, naja juga bakal biasa aja."
"hehe. karena kamu tau ibu juga nggak akan bandingin kamu sama maudy ayunda?"
"dunia butuh lebih banyak orang kayak ibu."
"bukan, na ... ibu bisa berubah kapan aja--meskipun ibu nggak berharap begitu ya. dunia butuh lebih banyak orang yang bersahaja. siapa pun orangnya. bukan cuma ibu atau ayah aja."
"dan naja berusaha untuk menciptakan dunia yang kayak gitu, bu. muluk-muluk nggak ya?"
"bukan tugas yang mudah, tapi sejauh ini, kamu udah berhasil, kan? setidaknya, satu orang udah merasa terbantu. itu aja udah lebih dari cukup, na."
"cuma karena pesan itu ... naja udah berhasil, bu?"
"iya. eh, itu bukan cuma pesan, lho. itu adalah wujud perubahan. lagi pula, nggak pernah ada kata gagal untuk upaya baik yang kita lakukan."
"..."
"ibu bangga banget sama kamu, na."
"naja lebih bangga lagi sama ibu."
• b e r s a n a j a •
halooo! udah lama banget aku gak lanjutin ini hehe. semoga chapter ini bisa kasih insight baru buat kamu.
aku update karena sadar masih ada yang baca ini, sekaligus aku lagi lumayan kosong di kerjaanku hehe. gak bisa janji apa-apa, tapi semoga dua pekan ke depan, sebelum aku agak sibuk di kerjaan lagi, aku bisa nulis di sini!
btw, kalau ada yang nanya. ini nih naja bisa begini pemikirannya selain dari didikan ibunya, dari mana, sih? dari baca buku! hehe. sambil baca ini, boleh baca beberapa buku bacaan naja berikut ya!
filosofi teras - henry manampiring
you do you - fellexandro ruby
ikigai - francesc miralles
jangan membuat masalah kecil jadi masalah besar - richard carlson
self driving - rhenald kasali
the 7 habits of highly effective people - stephen r. covey
[bacaan baru nanti akan aku update ya!]