Jessica Gabriella- P2

2 0 0
                                    

"kenapa Shannon ada di rumah kamu malam itu?" 

"Ya aku mana tau, dia bisa kapan aja dateng ke rumah."  

"Kamu nih udah punya aku ya, bisa gak sih jangan terlalu deket sama dia?" Ucapku dengan ketus, jujur aku tidak terlalu suka juga dengan Arya tapi melihat dia dengan Shannon begitu sedekat itu membuat hatiku tidak tenang juga, huft mungkin hormon bayi yang ada di perutku juga.

"Apasi?!" Bentaknya tegas. Aku sudah tau Arya pasti marah saat aku berbicara jelek tentang Shannon, kalau dia memang mencintai perempuan itu kenapa malah mengajak meminta aku untuk tidur dengan dia, sampai kini aku harus membawa bayi kemana-mana di dalam perutku.

"Terserah deh kalo emang kamu mau deket dia, tapi inget ini anak kamu di dalam perutku. Jangan coba macam-macam."

Setiap pulang kerumah sebeneranya aku takut, takut melihat kakak-kakakku. Kedua orangtuaku sudah lama meninggal, jadi aku harus hidup bersama kakak pertamaku dengan kehidupan yang pas-pasan dan tanpa ada kasih sayang dari orangtua. Mungkin kalau di bilang anak brandal sepertinya kurang cocok untukku, aku tidak terlihat seperti itu, aku benar benar pendiam, dan jarang bergaul. Tapi entah kenapa aku sangat haus oleh kasih sayang laki-laki, dan tidak bisa tanpa ada laki-laki di sampingku, untuk pemikiran anak SMA sepertiku mungkin sangat menjijikan bukan? Tapi itulah yang aku rasakan. Aku dan Arya pun tidak berpacaran, semua ini terjadi begitu saja, niat kami hanya untuk senang-senang tapi mungkin memang sudah terlampau sangat jauh. 

Aku sempat meminta Arya untuk menggugurkan saja kandunganku ini, karna aku tidak siap untuk memberitahu keluarga Arya, dan juga kakak-kakak ku. Tapi Arya menolak dengan sangat tegas, dia bilang anak di dalam perutku sudah berusia 4 bulan, dia sudah punya ruhnya dan akan susah juga kalau mau di hilangkan. Aku masih mengikuti ucapannya, sampai akhirnya baju sekolahku hampir tidak muat lagi untuk di pakai, aku selalu menggunakan jaket yang kebesaran untuk menutupi perutku yang semakin besar ini. Sampai hari yang benar-benar tidak pernah ku bayangkan terjadi. 

"Jessica, kenapa kamu pakai jaket?" Teriak Guru olahragaku dari lapangan sambil memegang bola basket. 

"Panas pak, saya takut kulit saya kebakar, saya juga lagi sakit pak." 

"Alasan saja kamu, buka jaketmu cepat!" 

"Gausah pak, kalau gitu saya gak ikut olahraga saja" Aku buru-buru pergi meninggalkan lapangan basket, dan berlari menuju ruang kelas. Tapi entah apa yang terjadi dengan tubuhku, tiba-tiba saja mataku kunang-kunang, dan badanku terasa sangat enteng ketika ku bawa lari. dan dalam hitungan detik aku terjatuh di lorong kelas. 

"kenapa, kenapa??" Begitu banyak suara suara orang yang ku dengar sebelum aku benar-benar kehilangan ke sadaran. 

***

Aku baru sadar esok hari, dan setelah ku buka mata aku sudah berada di dalam ruangan rumah sakit terbaring lemah dengan pakaian lengkap rumah sakit. Satu yang aku fikirkan saat itu adalah, sudah ada yang melihat kondisi tubuhku. Pikiranku langsung melayang kemana-mana, rasanya tidak sanggup untuk membuka mata, rasanya ingin ku pecahkan saja kepala ini. Tidak pernah terbayang sebelumnya rasanya seperti ini. 

"Kau sudah sadar?" Melinda kakak perempuan pertamaku masuk ke dalam ruang kamarku. 

"kakak."

"Siapa bapaknya?"

"Maksud kaka?" Jawabku pura-pura tidak mengerti.

"Jangan pura-pura polos, sejak kapan kau sembunyikan ini? Siapa bapaknya?" Raut wajah kak meli sudah berubah drastis, dia seperti ingin marah tapi tetap ditahannya. 

"Kau memang perempuan murahan, tidak berguna, mau saja di pakai sembarang laki-laki. Sekarang kau lihat kau hamil gak tau siapa bapaknya, dan kau di keluarkan dari sekolah. Ya Tuhan mau jadi apa kamu?!" 

"Apa?" 

"Kau di keluarkan dari sekolah, hidupmu hancur. Mau kau apakan bayi di dalam perutmu itu?" 

Aku terdiam mendengar ucapaan Kak Melinda, tidak pernah terfikirkan olehku kalau aku juga akan di keluarkan dari sekolah. Aku berusaha untuk tetap berfikiran jernih, tapi kak melinda membuat otakku buntu, dia teriak, dan menangis tidak ada habisnya, seolah perduli sekali dengan diriku. 

"kak tolong ambilkan ponselku, aku mau menghubungi Arya." 

"Oh jadi Arya, yang telah menghamili kamu dia?" Sentaknya. Dia langsung mengambil tasnya, dan keluar dari ruanganku, entahlah apa yang dia lakukan aku tidak perduli, aku mengambil ponselku sendiri di meja samping tempat tidurku. Ada banyak notifikasi yang muncul saat aku membuka ponselku, rata-rata semuanya menanyakan apakah aku benar hamil dan di keluarkan dari sekolah. Huft, kenapa semua orang haus akan gosip seperti ini. 

'Kau dimana, tidak ada perdulinya sama sekali kepada anakmu. Melinda marah-marah dia sudah tau, sepertinya dia menuju rumahmu.'

Arya : 'Aku sudah tau' 

'Datang kesini anakmu butuh ayahnya'

Arya : 'Jangan bilang seperti itu'

'Kau memang ayahnya'

Arya tidak membalas pesanku lagi, kenapa sifatnya berubah-ubah seperti itu. Tapi aku tidak perduli deh, yang penting keluarganya akan menampung hidupku dan anakku ini. 

Tepat pukul 9 malam keluarga Arya datang ke rumah sakit, dan mengatakan bahwa bayi yang sedang di kandungku bukanlah anaknya, hal tersebut membuatku sangat kaget. Bagaimana bisa dia berbicara seperti itu? Dia jelas jelas orang yang bersamaku kurang lebih 4 bulan ini, aku tidak pernah  bersama dengan ornag lain lagi sejak saat itu. Keluarganya sangat arogan sekali ketika berbicara dengan Melinda. Aku hanya bisa terdiam di kasur, sambil berusaha menahan nangis, aku menangis bukan karna menyesal, tapi aku merasa bersalah karna Melinda harus merasakan cacian yang seharusnya tidak dia terima. 

Malam itu aku dan Melinda hanya duduk diam beruda di ruang rumah sakit tanpa berbicara sepatah katapun, Melinda sudah memiliki suami dan anak perempuan yang berusia 4 tahun. DIa pernah melewati hal seperti ini juga, hm mungkin kelihatannya seperti keluarga tidak benar bukan, tapi aku tau Melinda seperti itu dulu juga hanya ingin keluar dari keluarga ini dan memulai hidupnya sendiri, tapi tak lama Ayah dan ibu malah meninggal karna syok tidak bisa menerima keadaan bahwa melinda putri yang sangat dibangga banggakannya hamil diluar nikah, dan Melinda terpaksa harus menampung hidupku. Aku juga memiliki satu adik laki-laki lagi, tapi anak itu terlalu bebas kehidupannya sampai tidak pernah ada dirumah. Dan saat kondisiku seperti ini dia juga tidak muncul. 

"Kak, maaf ya."

"Terlambat, sekarang kamu cuman perlu terima nasib kamu saja. kamu sudah liat kan bagaimana keluarganya memperlakukan kamu, dan calon cucunya sendiri?" 

"Ya"

"Jadi mulai hari ini kamu juga harus kuat untuk bisa menerima keadaan jika kedepannya dia seperti itu, kamu harus terus jaga anak kamu sampai dia lahir."


BEING PARENTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang