Birth-P4

3 0 0
                                    

Aku dilarikan ke bidan terdekat dari rumah kami setelah cairan putih mengalir di kakiku. Entah apa alasan Arya sampai dia memindahkanku ke tempat yang benar-benar bukan tipeku sekali, kami pindah di lingkungan yang minim fasilitas, dan hanya terlihat perkebunanan, untuk sampai ke kota membutuhan waktu kurang lebih 2 jam, jadi aku memutuskan untuk melahirkan di bidan terdekat saja.

Arya menjadi sangat emosional setelah menikah denganku, mungkin karna pernikahan kita masih tergolong muda, dan belum stabil jadi dia sering berubah-ubah. Aku selalu berusaha mengerti Arya Tapi entahlah aku hanya melihat kekosongan di dalam diri dia. Tapi apa perduliku, yang penting anakku bisa lahir dengan selamat, dan aku bisa hidup dengan anakku dengan nyaman. 

Satu jam aku di ruang bedah, dan akhirnya mendengar suara tangisan bayi. Semua orang tersenyum melihat bayiku, mereka bilang anakku cantik seperti diriku, dan kulitnya putih bersih, dengan rambut yang  benar-benar tebal. Setelah di bersihkan aku langsung menggendong anakku.

"Mba, anaknya mau di kasih nama siapa?"

"Hmm.."

"Memangnya belom kepikiran non?" Tanya seorang ibu paruh baya yang membantu suster membersihkan peralatan bekas operasi, yang juga tetanggaku disana. 

"Belum buk, tidak sempat mikirin nama." 

"Bapaknya kemana, non?" Aku langsung melihat sekeliling Arya tidak ada disana, aku sempat sedih kenapa dia tidak mau melihat anaknya. "Yasudah coba saya liat ke depan ya non, mungkin lagi hisap rokok di depan." 

"Iya buk, makasih ya." 

Aku mencium bayikku, wajahnya benar-benar cantik. Aku langsung kepikiran untuk memberikan dia nama belakangku yaitu, Gabriella. Ya! sepertinya cocok untuk bayi munggil ini. Tidak lama setelahnya Arya masuk ke dalam ruang kamarku, melihatku sedang menggendong anakkku. Dia mencium jidatku, dan mengambil anaknya.

"Kamu sudah tau mau memberikan namanya siapa?"

"Gabriella." 

"Bagus, ku tambahkan Carlos di belakangnya ya?" Ucapnya sambil mencium anakku. Aku tersenyum bahagia melihat dia bisa menyayangi Gabby juga. Tapi di sela-sela bahagiaku aku memikirkan apakah mertuaku tidak ada niat untuk melihat cucunya, walaupun Gabby adalah anak yang tidak di harapkan, tapi dia juga berhak untuk bahagia. 

Suster datang untuk mengganti infusku. "Bagaimana mba, sudah tau namanya siapa?"

"Gabriella Josephie Carlos." Ucap Arya yang membuatku sedikit kaget.

"Kenapa nama shannon kamu masukin?"

"Aku suka joseph terdengar unik. Bukan karna Shanon." 

"Huft, terserahlah."

***

Dua minggu setelah aku melahirkan, keluarga Arya belum ada yang datang menghampiri kami bertiga. Kegiatan ku hanya di rumah saja, Arya mengurus beberapa usaha milik keluarganya diisni jadi untuk makan, dan kebutuhan kita bisa dibilang sangat tercukupi. Sudah beberapa hari ada hal yang menggangguku, aku benar-benar tidak suka melihat Arya dan karyawan perempuannya sangat dekat. Perempuan itu seperti tidak tau batasan, walaupun aku masih terbilang anak kecil tapi aku sudah memilkii anak, dan Arya adalah seorang ayah. Jadi dia tidak bisa memperlakukanku seperti anak kecil. 

"los, aku gak suka deh liat kamu terlalu deket dengan Sinta."

"Gausah terlalu cemburuan begitu."

"bukan cemburu, sepertinya dia tuh suka sama kamu. Kamu jaga perasaan  aku dong jangan terlalu dekat dengan dia."

"Apasi cha, dia cuman karyawan aku. Masa iya aku mau embat juga?"

Mendengar jawabannya aku hanya bisa diam, mungkin juga aku yang terlalu cemburuan. Tapi kalau di lihat perempuan itu selalu dekat sekali dengan Arya, kadang pergi ke kota bersama dan tidak pulang kerumah, Arya bilang jarak tempuh ke kota jauh yang menyebabkan dia cape dan harus beristirahat di tempat singgah. 



BEING PARENTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang