02 || KEPUTUSAN

306 19 4
                                    

Bugh!

Bugh!

"LAKI-LAKI BRENGSEK! FANDY SIALAN!"

"BERANI-BERANINYA KAMU BUAT ADIK KESAYANGAN SAYA MENANGIS! DASAR ANJING!!"

Dengan brutal, Azlan—kakak Rifa memukuli Fandy dengan membabi buta. Keluarga yang menyaksikan hanya mampu terisak melihat pertengkaran diantara keduanya. Mereka sama-sama tidak bisa berpikir jernih untuk saat ini.

Sedangkan Rifa, pandangannya kosong. Dia menatap suami dan kakaknya dengan tanpa minat. Hidupnya bagai tak bermakna sekarang.

"Azlan, sudah nak. Kita selesaikan ini dengan kepala dingin."

Gadis kecil yang sedari tadi menangis itu mendekati ayahnya. Isak tangisnya mampu Rifa dengar, namun dia tak berniat menenangkannya. Rifa bukan seperti perempuan diluar sana yang memiliki kesabaran luar biasa, dan mampu menerima serta merawat anak hasil perselingkuhan suaminya. Rifa tidak sebaik itu.

"Sayang, berhentilah menangis. Ayah tidak apa-apa." ujar Fandy dengan lembutnya. Membuat rasa benci Rifa semakin menggunung saja.

Hening. Suasana ruang keluarga dirumah Rifa benar-benar sunyi. Hanya bunyi detik jarum jam yang menggantung sempurna di dinding, mampu sedikit memecah kesunyian yang ada.

"Bisa kamu jelaskan Fandy?" tanya Rudy—ayah Rifa. Berani angkat bicara setelah kondisi mulai sedikit kondusif.

Fandy yang semula menunduk, menengadahkan kepala. Dilihatnya sang istri yang hanya menatapnya dengan tatapan tiada arti. Fandy menyesal, sungguh.

Fandy menghela napas, "Maaf, Ayah.., Kami bertemu disaat aku dan Rifa bertengkar masalah anak."

Rifa yang semula enggan mendengar, kini memasang telinganya baik-baik. Jadi perselingkuhan sang suami karena dirinya yang mandul?

"Dan kejadian itu terjadi begitu saja. Fandy memperkosanya disebuah bar."

Ucapan yang Fandy katakan kembali membuat hati Rifa tergores. Walaupun air mata sudah tidak keluar, tetapi di dalam hati menangis dengan pilunya.

"Awalnya Fandy ingin melupakan kejadian itu begitu saja. Tapi karna kejadian itu juga, kami berdua jadi sering bertemu." Fandy kembali menatap wajah cantik istrinya.

"Hingga akhirnya.., Kami berdua memutuskan untuk menjalin hubungan gelap dibelakang Rifa."

"Maaf, Ayah..,"

Permohonan maaf Fandy rasanya sia-sia saja terucapkan. Karena Rifa benar-benar sudah menutup hatinya untuk laki-laki itu. Hampir menangis semalaman membuat Rifa bisa berpikir.

Rudy memijit pelipisnya lelah. "Dimana perempuan itu sekarang?"

Nampak raut kesedihan diwajah Fandy. Dan itu lagi-lagi membuat hati Rifa tersentil.

"Dia meninggal saat melahirkan Arabella,"

Ruang keluarga itu kembali hening. Mereka bingung ingin berkata apa lagi. Bahkan Anita—ibu Fandy hanya bisa menangis sedari tadi. Tak menyangka, anak hasil didikannya menjadi lelaki brengsek seperti ini.

"Ibu gagal mendidik kamu, Fandy. Ayahmu pasti juga ikut bersedih diatas sana." Anita terisak membayangkan almarhum suaminya. Mereka gagal.

"Tidak ibu, jangan berbicara seperti itu. Maafkan Fandy..,"

"Jadi, bagaimana? Aku tidak ingin terlalu ikut campur masalah rumah tangga anak-anak 'ku. Aku yakin kalian bisa menyelesaikannya sendiri. Jadi semua keputusan aku serahkan kepada Rifa."

Dulu, Rifa merasa jantungnya berdegup kencang karena kata-kata Ayahnya yang hampir sama persis saat Fandy melamarnya. Dan sekarang? Rifa mendengar kalimat itu keluar lagi dari bibir Ayahnya, dikarenakan.., Pernikahannya yang berada diujung tanduk.

"Kamu laki-laki pertama yang mengajarkan arti cinta kepadaku. Dan akhirnya, kamu juga yang menorehkan lukanya."

Fandy semakin menunduk, menyembunyikan tetesan air mata yang siap mengalir dengan sekali kedip.

"Dulu aku percaya, kamu adalah laki-laki satu-satunya yang akan menua bersamaku. Membesarkan anak-anak kita berdua. Melihat mereka berlarian tertawa bahagia kesana kemari, dan yang akan menghantarkan mereka kelak menuju keluarganya sendiri."

"Tapi sepertinya itu tidak mungkin bisa terjadi. Karena aku mandul 'kan mas?" Rifa terkekeh kecil. Sadar bahwa disinilah dia penyebabnya.

"Tolong jangan katakan jika kamu mandul, Rifa."

"Tapi itu kenyataannya! Kamu menginginkan anak 'kan mas?! Karena aku mandul, kamu jadi berselingkuh dengan wanita lain untuk mendapatkan anak!" tawa kecil yang keluar dari bibir Rifa benar-benar menyayat siapa saja yang melihatnya. Perempuan itu tertawa, tapi air matanya tidak bisa berbohong.

Azlan memilih beranjak dari sana. Dia tidak akan kuat melihat adik kesayangannya terluka dengan begitu dalam. Juga sebelum tangannya benar-benar membuat nyawa Fandy melayang.

"Rifa, mas mohon. Jangan berbicara seperti itu. Mas berjanji akan memperbaiki kesalahan yang sudah mas lakukan. Bahkan jika harus menunggu seribu tahun lamanya. Mas akan menunggu waktu itu tiba, Rifa."

Mama Anita bahkan tidak henti-hentinya menangis. Menantu kesayangannya tersakiti karena kebrengsekan sang anak.

Senyuman segaris Rifa membuat Fandy tidak habis pikir. Istrinya masih bisa tersenyum setelah apa yang dilakukannya?

"Janji cinta sehidup semati dihadapan Tuhan saja kamu mampu mengkhianatinya mas. Lantas, hal apalagi yang mengharuskan aku untuk bertahan di sisi kamu?"

Fandy terdiam. Bahkan mereka semua yang ada disana ikut terdiam dan meresapi. Rifa benar, Tuhan saja mampu Fandy khianati, bagaimana dengan Rifa yang hanya manusia biasa? Harus berapa kali Fandy mengkhianati Rifa agar sebanding dengan pengkhianatan Fandy kepada Tuhannya?

Rifa menatap wajah Ayah dan Ibunya. Orangtuanya memberikan semangat lewat senyuman manis. Mereka mengangguk, menerima apapun keputusan Rifa.

Kurang bersyukur bagaimana lagi Rifa mendapatkan keluarga yang begitu sayang kepadanya? Dia akan menjadi wanita terbodoh jika memilih kembali ke dalam lubang yang sama.

"Bagiku pernikahan bukanlah hal yang patut dipermainkan. Sekali saja kamu menorehkan tinta hitam permanen, bekasnya pasti akan tetap ada hingga bertahun-tahun lamanya."

"Dan kamu melakukan itu, mas."

Rifa menarik napasnya sejenak. Memejamkan mata, mencoba mengilas balik segala kenangan yang pernah ia ukir bersama Fandy. Laki-laki yang amat sangat dicintainya, tapi entah dengan sekarang.

"Aku ingin kita bercerai."

Fandy menggelengkan kepalanya berkali-kali. Menolak ajakan cerai dari wanita yang sudah ia lukai hatinya.

Oh tidak! Fandy telah kehilangan wanita berhati bidadari.

———

Gimana?

HAPPINES; Rifa Story (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang