13. Air Mata Kylie

632 73 2
                                    

Adzriel tengah berdiri di depan pintu kamar adiknya, Kylie. Sudah terhitung satu jam dia menjadi patung pajangan di situ.

"Lah? Masih di sini aja lo? Perasaan gue bokernya lama." Adzra menyapa, pemuda dengan rambut bagian atas setengah terikat itu mengendus ke arah kembarannya.

"Yang habis boker itu lo! Napa jadi gue yang lo curigain bau?"

"Yaa siapa tau aja lo cepirit dikit."

"Gak!"

Adzra pun kembali memerhatikan mata Adzriel yang mengarah ke pintu lagi.

"Lo mau ngagetin Kylie apa gimana ini konsepnya? Gue gak paham."

"Bukan-bukan!" Adzriel mengibaskan tangan.

Itu malah membuat Adzra semakin penasaran. "Terus apa?"

"Tadi gue denger suara kaya orang pilek gitu. Srot, srot, srot."

Alis Adzra naik sebelah, keningnya mulai berkerut. "And then?"

Terdengar decakan kesal dari mulut Adzriel. "Kylie kayanya lagi nangis, deh."

"Gara-gara lo?"

"Bukan."

Brak!

Adzra langsung menerkam kerah baju Adzriel dan mendorong saudara kembarnya itu ke dinding dengan keras.

Mata Adzra melotot lebar. "Siapa? Siapa yang berani bikin Kylie nangis selain kita?"

Adzriel setuju dengan kemarahan itu, makanya juga dia masih berdiri di sini.

"Ja, kita dobrak aja ini pintu gimana?"

"Kalau Mama marah ..."

"Gak papa. Palingan kita diusir dari rumah lagi. Atau disuruh beresin kandang kuda lagi.”

“Lo pasti mau ngakalin gue, biar gue doang yang kena itu hukuman. Kiel laknat.” Adzra menatap penuh curiga.

“N-nggak, kok. Ini kan, semua demi Kylie. Lo mau ikut atau nggak?”

Pemuda dengan mata hitam legam itu tampak berpikir keras. “Oke deh, demi Kylie juga.”

“Sip.”

Si kembar lantas mengambil posisi sambil menyiapkan kuda-kuda. Kemudian pada detik berikutnya, Adzra dan Adzriel menendang pintu kamar Kylie yang terkunci. Mau tidak mau, pintu itu langsung rusak tepat pada tendangan ketiga.

BRAKKK!!

Kedua mata si kembar terbelalak lebar. Kylie yang sangat cinta akan kebersihan itu … saat ini kamarnya sangat berantakan. Seperti kandang babi. Bekas makanan dan minuman yang tumpah berserakan. Pakaian-pakaian yang bertebaran di mana-mana, dan juga kondisi lampu kamar yang remang-remang.

“KYLIE!”

Wajah panik si kembar begitu ketara, mana kala mereka berdua mendapati adik kesayangannya tengah menangis tersedu-seduh di samping tempat tidur. Wajah dan mata Kylie sudah bengkak, dan gadis itu bahkan masih mengenakan piyama tidurnya yang kemarin.

“Kylie … lo kenapa? Siapa yang udah bikin lo nangis kaya gini?” Adzriel bersimpuh lutut, merengkuh adiknya dengan rasa cemas.

“Kasih tau kami, lo nangis karena apa?” Adzra duduk di tepi ranjang sambil bersedekap dengan wajah memerah karena menahan amarah.

“Huaaa!! Ajaaa! Kiell!” Rengekan Kylie bukannya mereda, tapi malah semakin kencang.

Adzriel sendiri sampai kesusahan ketika menepuk kepala adik perempuan satu-satunya itu, karena rambut Kylie yang sudah kusut bagai nenek lampir.

“Kenapa? Lo kenapa? Sakit kah? Di mana? Coba kasih tau jangan hiks srtott kaya gitu aja!” Adzriel semakin panik. Ia melerai pelukan dan melakukan semacam scan singkat pada tubuh Kylie.

Tidak ada area yang terlihat luka.

Gadis dengan wajah tidak karuan itu melap cairan hidungnya dengan tangan Adzriel. Meninggalkan jejak lendir bening di sana. Dan si korban tidak dapat protes karen pelakunya masih sesegukan.

“Ughh t-tadi kan—hahh … gue baca novel kan, teruss ... t-teruss—higg!” Kylie berbicara sambil cegukan, dengan deraian air mata yang masih sederas aliran sungai.

“TERUS APA?” Adzra dan Adzriel pun bertanya secara bersamaan karena merasa gemas sendiri.

Endingnyaaa!! Pemeran kedua cowoknya di sana mati, huaaa!! K-katanya gak ada episode tambahan lagiii!! K-kasian banget—ughh! J-jahat banget penulisnya! Kenapa harus mati, cobaaa?? Kan, gue jadi sedih!!!” Kylie memukul-mukul dada Adzriel sambil sesekali mengusap wajahnya di sana.

“Padahal … dia udah gak sama ceweknya! Tapi kenapa dia harus mati juga, haaaa!! Gak terima gue, gak terima!” Kylie membanting buku yang dari tadi tergeletak di sampingnya. “Bikin sedih, haaa!!” Dan gadis itu tetap meraung seperti anak kecil.

Mau tidak mau, Adzriel kembali mendekap Kylie di dalam pelukannya. Dan Adzra menepuk-nepuk pelan punggung adik mereka sambil terus memberikan kata-kata penenang seperti ….

“Gak papa Kylie, udah nangisnya. Itu cuman cowok fiksi.”

Hal tersebut semakin membuat Kylie menangis.

“Jaa!”

“Iya-iya, maaf. Tenang aja, Kylie. Kami bakal matiin juga itu penulisnya.”

Adzriel kini melayangkan tatapan membunuhnya pada Adzra.

“Hedueh. Salah lagi. Udah deh, entar kami bikin itu cowok fiksi lo idup lagi. Gimana? udah ya, nangisnya. Kaya wewe gombel lo lama-lama.”

Sebuah janji yang langsung menghentikan tangis Kylie. Mata bengkaknya terarah pada sosok kakak yang masih duduk santai di tepi ranjang dengan tangan yang setia menepuk punggungnya.

“Beneran? Emang bisa?”

Adzra tampak berpikir sejenak, lalu sebuah ide melintas cepat ketika ia bertukar pandangan dengan Adzriel.

“Bisa, dong. Lo stopin dulu itu tangisan lo, dasar jelek. Makin kaya ikan buntal.”

"Ihhh! Nyebelin!"

"Nah, gitu dong." Adzriel mengusap puncak kepala Kylie sambil tersenyum tipis. "Ini baru si bontot gue."

TBC

My Absurd FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang