Detak jantungku secara terang-terangan memperingatkan agar aku pergi saja. Hyunjin telah membawaku ke tempat aneh yang terlihat seperti film hitam putih dan ia hanya memberitahu, bahwa ini adalah jawaban dari semua rasa penasaranku. Sayangnya aku tidak tahu bagian mana yang menjadi jawaban karena situasi ini, benar-benar menyeramkan.
Ya, sungguh menyeramkan hingga taman bunga dengan jalan setapak di tengah-tengah, kolam air mancur yang memperdengarkan suara yang khas, serta jembatan gantung penghubung dua sungai yang bagian tali-talinyanya dililit tanaman rambat tampak sangat suram dan ... kosong.
Sungguh aku tidak yakin itu ungkapan yang tepat, tetapi perasaanku selalu menyatakan kekosongan menjurus sepi.
"Apa ini?" Akhirnya satu kalimat pertanyaan berhasil lolos dari bibirku. "Aku tahu kau sudah memberitahu, tapi aku masih belum bisa mencernanya."
Hyunjin menarik tanganku, mengajak agar aku turut melangkah bersama di jalan setapak yang bagian kiri dan kanannya dipenuhi oleh bentangan berbagai jenis bunga. "Diriku. Ini adalah aku. Mereka mengatakan bahwa aku harus hidup seperti ini, sebagai penebusan dosa."
"Penebusan dosa?" Kedua alisku mengerut. Ini tidak mungkin mimpi karena aku bisa merasakan napas, serta sentuhan Hyunjin.
"Ya, aku adalah dosa dari kedua orang tuaku," katanya lagi yang membuatku semakin sakit kepala untuk mencernanya. Maksudku, kelas filsafat bahkan lebih mudah dari ucapan Hyunjin. "Kemarilah."
Aku mengikutinya, ketika Hyunjin berhenti lalu menghadap jajaran bunga mawar kemudian mengarahkan tangan kanannya di atas tumbuhan tersebut, serta menggerakannya seperti gerakan mengusap. Dan seakan pertunjukan sulap bunga-bunga itu pun hancur berkeping-keping, berubah menjadi abu.
Refleks, aku pun menjatuhkan rahang dengan kedua mata melotot, serta tanpa sadar melangkah mundur. Menjauhi Hyunjin.
"A-apa yang kau lakukan?"
Pria itu menoleh kemudian tersenyum dan kembali melakukan gerakan serupa, ke arah bunga-bunga yang telah hancur.
"Jangan! Apa yang kau bisa lakukan hanyalah menghancurkan?! Itu tidak benar. Kau tidak berhak melakukan--"
Holly shit! Ucapanku terputus saat itu juga ketika netraku menemukan bagaimana kelopak bunga yang telah berubah menjadi abu, kini secara perlahan mulai kembali pulih. Tidak sampai di sana, keterkejutanku pun semakin menjadi-jadi karena mawar-mawar tersebut tampak jauh lebih segar.
Aku menoleh ke arah Hyunjin, mencoba mencari penjelasan tentang pemandangan paling menakjubkan ini. Apakah dia sejenis Dewa? Apakah Nabi? Atau utusan Tuhan yang memiliki mukjizat?
Tidak ada jawaban pasti yang kudapatkan karena pria itu justru memperlihatkan ekspresi murung.
"Aku adalah kehancuran dan kemalangan, Crystal," ujar Hyunjin terdengar lirih di telingaku, serta sedikit pun tidak menggeser fokusnya pada mawar tersebut. "Dan yang kau lihat sekarang adalah diriku yang sebenarnya."
"Apa kau sejenis sosok hitam?"
"Ya." Ia mengangguk pelan bersamaan dengan sepasang alis tebalnya yang menukik ke dalam. "Aku telah memikirkannya dan aku juga telah memutuskan untuk memberitahumu bahwa ...." Hyunjin tidak langsung melanjutkan kalimatnya, melainkan menggeser rambut kananku hingga memperlihatkan tulang selangka. "Aku telah melakukan kesalahan, sehingga kau akan terus terikat denganku."
"What do you mean, Hyunjin?" tanyaku sungguh tidak tahan karena perkataan pria itu semakin di luar nalar. "Apa maksudmu dengan terikat? Apa yang telah kau lakukan?"
Ia menempelkan telunjuknya tepat di bawah tulang selangka kiri, sebelum akhirnya berkata, "Aku menanamkan crystal-ku di dalam tubuhmu, agar mereka tidak mengganggumu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale of the God of Destruction
RomanceHyunjin adalah manusia setengah dewa. Dianggap aib bagi para dewa karena kemampuan merusak yang mampu membunuh siapa saja, sehingga ia dibuang ke bumi. Pertemuannya dengan Crystal pun, menjadi cara agar dia bisa menjadi manusia seutuhnya. Akan tetap...