"Saya terima nikah dan kawinnya Vania Stevia binti Zubair dengan mas kawin uang sebesar tujuh puluh lima ribu rupiah dibayar tunai." Yose menyahut ucapan Zubair.
"Bagaimana saksi? sah?"
"Sah."
"Alhamdulillah."
Vania sudah sah menjadi istri Yose, dilanjutkan dengan prosesi doa, penandatanganan buku nikah dan serah terima mahar. Sesungguhnya semua orang yang hadir terkejut karena mas kawin yang diminta Vania hanyalah uang tunai sebesar tujuh puluh lima ribu rupiah. Namun karena itu yang diinginkan Vania, Yose tentu tidak bisa menolaknya.
Yose mengeluarkan kotak kecil dari kantong jas yang ia pakai dan membuka tutup kotak itu yang ternyata berisi dua buah cincin yang berwarna putih, dan Yose memakaikan cincin itu ke jari manis istrinya. Kemudian Salma meminta Vania untuk memakaikan cincin juga ke jari Yose, Vania melakukannya dengan malu-malu, baru kali ini ia memegang jari seorang laki-laki dan memakaikan cincin.
Acara sudah selesai semua hadirin sedang menikmati hidangan dengan tetap menjaga jarak, di ruangan yang sebesar itu dan dengan jumlah hadirin yang sedikit maka mereka sangat leluasa untuk menjaga jarak tanpa mengurangi keakraban. Dua tahun pandemi membuat setiap individu sudah sangat paham dengan protokol kesehatan dan sudah tidak takut untuk berinteraksi karena kita sudah harus bersahabat dengan Corona.
Semua hadirin sudah pulang, tinggal keluarga dekat yang masih ada di ruangan itu, Nazeela dan Nelson juga bersiap-siap untuk pulang, karena mereka akan berangkat keluar kota, besok dengan penerbangan pertama untuk menghadiri peresmian rusunawa yang dikerjakan perusahannya.
"Yose, Ayah dan Bunda pulang dulu, kamu tinggal di sini ya," kata Nelson kepada Yose.
"Siap Ayah, doakan saja agar nggak ada persalinan emergency malam ini," ujar Yose yang direspon dengan senyuman anggukan dan tepukan-tepukan kecil di punggung Yose.
"Ose, Bunda tinggal ya, Vania, Bunda titip Yose ya," kata Nazeela pada Vania. Setelah berbasa-basi dengan besan akhirnya Nelson, Nazeela dan rombongan pulang.
Nazeela, Nelson dan kerabatnya sudah pulang, tinggal Zubair, Salma, Yose dan Vania serta beberapa kerabat dan ART.
"Vania, Bunda harap kamu bisa menjadi istri yang baik, dan Yose Bunda ingin kamu bisa sabar menghadapi Vania yang cenggeng dan bawel," ujar Salma pada anak dan menantunya.
"Vania ini anak tunggal jadi walaupun sudah dewasa, sifatnya kadang masih seperti bocah, dan yang kamu harus tahu, istri kamu ini paling suka ke kebun panas-panasan, sama seperti Bunda Nazeela," sambung Salma.
"Iya Bun, Insya Allah Yose akan sabar dan belajar menjadi suami yang baik, mohon bimbingan dari Bunda," jawab Yose. Dan direspon Salma dengan senyuman paling manis yang ia punya, sembari memberikan peringatan kepada menantunya itu "Awas, kamu hati-hati, biar cenggeng dia jago karate, sabuk hitam!" dan direspon Yose dengan senyuman dan kerutan dikeningnya, ia tidak percaya dan merasa itu sangat komedi.
"Bunda, sudah dong, ngobrolnya disambung besok lagi, sekarang biarkan mereka beristirahat," kata Zubair.
"Iya-iya, sudah sayang sekarang kalian istirahat ya, Vania ajak Yose istirahat, Bunda dan Ayahmu juga mau istirahat, lelah banget," kata Salma sambil menggandeng Zubair meninggalkan ruangan itu.
Tinggal mereka berdua yang sama-sama diam dan saling memandang, kemudian Vania tersenyum dan menggandeng tangan suaminya menuju kamar mereka.
***
Di dalam kamar Yose dan Vania duduk di tepi ranjang, Yose menatap wajah istrinya itu dengan penuh kasih sayang, meraih kedua tangan Vania dan menggenggamnya erat.
"Terima kasih, kamu sudah bersedia menjadi istriku, temani aku ya, bantu aku untuk bangkit dan sembuh dari trauma ini." Yose membawa Vania ke dalam pelukannya.
Vania membiarkan saja ketika Yose memeluknya semakin erat, menyandarkan wajah gantengnya di pundak Vania. Vania mendengar isakan kecil di telinganya.
"Mas, kenapa menangis?" tanya Vania, ia membalas pelukan Yose dan mengosok punggung obgyn itu perlahan.
"Aku, terharu, ini adalah karunia terbesar dalam hidupku, seorang obgyn impoten yang diterima oleh seorang wanita untuk menjadi suaminya," tangis Yose semakin menjadi.
"Mas, sudah," bujuk Vania.
"Maaf aku belum bisa membahagiakan kamu, beri aku waktu ya," ucap Yose di sela isakannya.
"Mas, bahagia itu bukan hanya dari itu saja, menjadi istri kamu saja, saya sudah bahagia Mas," jawab Vania berusaha mengurai pelukan Yose, namun bukannya lepas malah Yose semakin erat memeluk Vania.
"Mas, sudah dong, saya sesak nih susah bernapas," kata Vania seperti tercekik dan dalam sesaat Yose telah mengurai pelukannya.
"Maaf sayang." Yose mencium puncak kepala Vania berkali-kali.
"Mas." Vania menatap wajah dan mata Yose, perlahan tangannya menghapus sisa air mata lelaki itu.
"Terima kasih," kata Yose.
"Kembali kasih," jawab Vania yang sekarang gantian menangis.
"Loh, kenapa kamu menangis?" tanya Yose menghapus air mata Vania.
"Menyesal ya?" tanyanya lagi. dan dijawab dengan gelengan kuat oleh Vania.
"Terus kenapa?"
"Bahagia," jawab Vania.
"Serius?" tanya Yose memastikan.
"Iya," jawab Vania, ia membenamkan wajahnya di dada bidang Yose dan mereka kembali berpelukan seperti teletabis.
"Sudah yuk, kita istirahat dulu." Yose mengangkat tubuh mungil Vania dan membaringkannya di kasur empuk mereka. setelah itu ia menyusul mendaratkan tubuh tepat di sisi istrinya.
"Sayang sabar ya," Bisik Yose seraya memeluk istrinya dari belakang memberikan rasa hangat penuh kasih yang membuat Vania berdebar-debar.
"Mas, sebentar lagi magrib," ujar Vania.
"Iya kah? jam berapa?" tanya Yose memastikan.
"Hampir jam enam,"
"Oke, aku mandi dulu ya," pamit Yose.
"Ini handuknya," jawab Vania dan Yose menerima handuk itu dengan senyum termanis yang ia punya.
***
Selesai salat magrib mereka berdua membaca Al-Qur'an bergantian, awalnya Yose membaca dan disimak oleh Vania, kemudian gantian Vania yang membaca dan disimak oleh Yose. Setelah menutup Al-Qur'an kemudian mereka bersiap untuk makan malam.
Belum lagi, berdiri, ponsel Yose berbunyi.
[Assalamu'alaikum, maaf dokter, ada pasien darurat, kepala bayinya tersangkut tidak bisa keluar]
[Baik, saya berangkat]
"Sayang, ada pasien, bayinya sudah keluar tapi kepalanya tersangkut tidak bisa keluar," kata Yose minta izin pada istrinya.
"Saya ikut ya," sahut Vania.
"Ayo, setelah sesar baru kita makan ya," janji Yose.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obgyn
SpiritualEmpati mendalam yang dimiliki seorang Obgyn terhadap para pasiennya yang harus bertaruh nyawa saat melahirkan, berujung trauma yang mengakibatkan sang Obgyn kehilangan kemampuan kelaki-lakiannya. Usia yang sudah dewasa, membuat Obgyn menyetujui...