2. ZIDAN

64 34 8
                                    

"Bahagia adalah perasaan yang kita ciptakan sendiri,"

-
-

Selama matahari terbit, kehidupan seseorang masih bisa berubah jauh lebih baik. Dua remaja yang baru saja memarkirkan motornya di tempat parkiran.

"Aldo, nanti anterin aku pulang kan?" Tanya Richel kepada sang pacar.

"Iya, sayang. Tapi, kalo misalnya ngga ada di parkiran, aku lagi ekskul PMR ya," Aldo melepaskan helm dari kepala gadisnya.

"Oh, iya. Hari ini kamu ada ekskul PMR, hehehe."

"Iya, kalo pembina nya ada, aku ikut."

"Yauda, nanti aku susulin kamu di lapangan, gimana?"

"Terserah kamu, sayang," ujar Aldo sembari mengelus puncak kepala Richel. Nyaris, membuat pipi Richel merah padam. Siapapun, tolong lakukan sesuatu untuk Richel.

"C'mon, i'll take u to ur class," Richel mengangguk setuju sebagai jawaban.

Setelah mengantar Richel ke kelas, Aldo masuk ke kelasnya juga. Richel menyapa teman temannya.

"Woii, ketua. Hari ini gada jadwal Bu Rini kan?" Tanya Ghiza. Kemarin malam Ghiza membaca pemberitahuan di grup seperti itu. Setelah itu ia ketiduran dan membiarkan ponselnya menyala begitu saja.

"Gatau," Jawab Zidan, selaku ketua kelas IPS 1. Zidan merupakan sosok yang dingin dan cuek terhadap sekitar. Tetapi bagi guru guru di SMA Wismagama, Zidan adalah sosok yang penurut, ramah dan lemah lembut. Nyaris ternilai positif.

"Lah kok ngga tau? Gimana sih? Harusnya lo sebagai leader in this slass lebih tau lah,"

"Ghiz," panggil Richel.

"Apasih,"

"Sini, gue bilangin. Gausah marah marah, masi pagi, dongo,"

"Chel, kok lo ngga ikut marah si. He, ketua! Lo sebenernya tau kan, tapi biar temen temen lo kena omel bu Rini. Mangkannya lo simpen sendiri infonya. Ngaku deh lo, monyet,"

Zidan merasa tidak Terima, ia bangkit dari tempat duduknya dan memukul meja keras. Brakkk...Sontak siswa yang berada di kelas itu kaget. Zidan berjalan ke arah Ghiza.

"Lo kira gue nggak bisa ngelakuin yang sama kaya lo? Gue manusia, juga berhak marah,"

"Oh, jadi disini lo marah?" Sebenarnya ada rasa takut dalam diri Ghiza. Tapi ia berusaha melawan ketua kelasnya itu.

"Tanya temen-temen lo, tanya mereka. Disini yang bodoh siapa, lo atau gue!" Urat-uratnya terlihat menonjol. Bahunya terlihat naik turun dan mata yang merah karena emosi. Ghiza tersentak.

"Jadi ini diri lo yang asli. Zidan yang nurut, zidan yang selalu jadi kebanggan guru guru, zidan yang dingin, itu semua palsu. Woi, semuanya. Liat, ketua kelas yang gue kira cupu, ternyata suhu," Ghiza melipat tangannya di dada dengan senyum menantang.

Richel hanya geleng geleng melihat kelakukan sahabatnya. Ia menghampiri Ghiza. Cewek itu hanya beristighfar melihat kelakuan Ghiza yang bar bar sekali.

"Ghiz, udah. Lo disini salah paham, dan kayaknya lo ngga baca grup sampe akhir. Dan lo, Zidan. Balik ke bangku lo," dibantu dengan Ferda. Sekretaris itu datang untuk melerai perkelahian itu. Tapi seperti tidak disebut perkelahian bukan? Ini hanya perdebatan karena kesalahpahaman.

"T-tapi, Chel. Salah gimana maksud lo," Tanya Ghiza heran.

"Gue jelasin, tapi lo bisa tenang?" Mata Zidan masih menatap Ghiza tajam.

"Zidan, biar gue jelasin ke Ghiza. Maafin temen gue, oke?"

"Gue nggak butuh permintaan maaf dari lo,"

"Gue mewakili dia,"

"Yang salah dia, bukan lo! Kenapa harus lo yang minta maaf. Mana sifat tanggung jawab temen lo itu, hah?"

"Ya Allah, bener bener dah lo. Yaudah, ntr gue bilangin ke dia, dan nyuruh buat minta maaf ke lo. Puas lo?"

"Apa, Chel? Minta maaf? Gue? Minta maaf ke dia?" Raut wajah Ghiza berubah.

"Gue tandain muka lo, Ghiz. "

Kalimat terakhir yang di lontarkan Zidan sebelum ia kembali ke tempat duduknya.

Hari ini patut di apresiasi, karena keberanian seorang Ghiza yang membuat Zidan mengamuk. Membuat satu kelas mengerti, bahwa seorang Zidan yang tiap harinya terlihat cuek, adalah bukan Zidan yang asli.

●●●●
"Mending lo minta maaf ke dia. Kali ini, bener bener kesalahan lo,"

"Gini deh, Chel. Gue ngga tau info grup gegara apa?"

"Ketiduran."

"Nah, itu lo tau. Terus di mana letak kesalahan gue? Sejak kapan ketiduran dijadiin kesalahan?"

"Ya, tapi nggak gitu, Ghiza. Lo dari awal udah nuduh Zidan, tanpa lo dengerin gue yang notabenya mau jelasin ke lo. Dan lo, keburu emosi."

"Jadi, udah jelas disini kesalahan lo, dongo."

"Lalu?" Ghiza berpura-pura tidak tahu selepas melakukan sesuatu kesalahan.

"YA LO MINTA MAAF LAH, BODOHH. CAPEK GUE TEMENAN SAMA LO. KUDU BENER BENER KUATIN IMAN," Richel mengacak rambutnya asal. Ghiza yang melihat itu hanya menertawakan.

"Dahlah, gue pergi dulu," Richel beranjak pergi.

"Maen tinggal aja lo, mau kemana si?"

"Ke kelas pacar, hehehe. Urusin masalah lo, biar nggak makin panjang. Dadahh, gue pamittt,"

"Yeuuu, pacar mulu lo kedepanin. Sopankah seperti itu di depan jomblo? Ahrggg, Zidan, Zidan," Ghiza masih bingung, apa yang harus ia lakukan. Haruskah ia meminta maaf kepada Zidan?

-
-
Ghiza bakal minta maaf nggak ya ke Zidan? Ato bakal nyimpen dendam?
-
Vote, dan saran kritik kalian berguna banget buat aku. So, jan lupa tinggalkan jejak yaa. Next di part selanjutnyaaa.

Instagram @imraaniiaa_
Twitter @imraaniiaa_

Thank You, past [ o n g o i n g ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang