Sudah hampir satu jam Ghiza berdiri di depan gerbang sekolah untuk menunggu angkutan umum jurusan rumahnya. Mendung hitam sudah merata di langit, sebentar lagi turun hujan. Tak ada satupun angkutan umum yang menuju jurusan rumahnya lewat.
"Ya Allah, tolonglah hamba-Mu ini. Perut hamba sudah berdisko dari tadi. Maksud hamba, hamba udah laper banget," Ghiza sudah merasa bosan. Hujan yang mungkin akan turun ditambah perut Ghiza yang sudah lapar sekali.
Pagi tadi ia hanya sarapan dengan segelas susu vanilla kesukaannya. Ghiza bukan tipe orang yang suka sarapan nasi di pagi hari. Ingin muntah, katanya.
"Apa gue minta jemput abang aja kali ya," Pikirnya. Toh, abangnya sedang libur. Daripada nganggur di rumah, mending dimanfaatin kan? Ghiza merogoh saku rok nya untuk mengambil ponselnya.
Baru saja Ghiza ingin menekan nomor abangnya, ponsel Ghiza tergesa gesa untuk mati.
"Wah, anjring. Masa mati di waktu kaya gini sih, Terus gue pulang gimanaa," detik itu juga, tumpahan air dari langit turun. Ghiza semakin bingung harus dengan cara apa ia pulang.
"Bodoh amatlah, gue terobos aja nih ujan. Nantangin juga loh ya,"
Cukup menarik. Faktanya memang Ghiza dan Richel sering sekali mandi hujan saat SMP dulu. Tetapi setelah itu, salah satu dari mereka akan mengalami demam tinggi.
Dan sejak itu, mamanya melarang untuk bermain hujan, begitu juga sebaliknya dengan mama Richel. Padahal mandi hujan sangat mengasyikan, bukan?
"Andai dulu kau tak pergi dariku," ia membuka mulutnya untuk menyanyikan sebuah lagu yang akan menemaninya dengan rintik hujan. Hingga tak sadar seseorang telah mengikutinya.
Pemuda itu menurunkan kecepatannya agar bisa menyamai posisi dengan gadis itu. Dia membunyikan klakson.
Pengendara itu membuka kaca helm full face nya. Ghiza membulatkan matanya, tak percaya. Ya, Adwaya Zidan, siswa yang sudah membuat mood paginya berantakan.
"Ngapain lo, bang?" Tanyanya penasaran."Naik," Ketusnya, masih dengan pandangan ke depan.
"Nggak perlu. Gue bisa jalan,"
"Kalo besok lo ngga masuk sekolah, nggak segan segan gue kosongin absensi lo," Ancamnya.
Zidan pikir dengan mengancamnya seperti itu, Ghiza akan menuruti ucapannya. Ternyata tidak, ia sama sekali tidak takut dengan ancamannya.
"Kosongin aja, gue mana peduli," Ghiza melanjutkan langkahnya. Zidan turun dari motornya. Bagaimanapun Ghiza seorang perempuan, tidak pantas bagi cowok seperti Zidan meninggalkannya dalam kondisi hujan seperti ini.
Zidan menarik lengan tangannya, namun, Ghiza menepis tangan Zidan dengan kasar, "Lo apa-apaan si!"
"Pulang bareng gue, gue anterin,"
"Nggak!"
"Lo cewek dan sekarang lagi ujan juga,"
"Terus?"
"Naik ke motor gue, gue anter lo pulang." Ucap Zidan dengan tatapan serius.
Zidan langsung menarik tangan Ghiza. Kali ini ia tak menolak.
"Lo udah basah banget. Jadi percuma kalo lo, gue pinjemin jas hujan," ujarnya. Ia merogoh tas ransel dan mengambil jaket kulit miliknya.
"Lo pake ini aja, baju lo tembus." Zidan menyerahkan jaketnya kepada Ghiza. Ghiza yang mendengar itu, sontak kaget. Ia langsung menyambar jaket itu dan buru-buru memakainya.
"Wah, parah. Dasar cowo mesum!"
"Cepet, pake. Gue cowok normal yang bisa nafsu juga,"
"Mesum lo, anjing!" Ghiza menonyor kepala Zidan pelan.
"Cepet, naik." Ujar Zidan sembari mengulurkan tangan kirinya untuk membantu Gizha naik ke atas motornya. Lagi-lagi Ghiza menolak.
"Gue bisa sendiri kali,"
Dan akhirnya, sore itu mereka berdua menerjang hujan untuk kembali ke rumah masing masing.
●●●●
Di sisi lain, di waktu yang sama. Dua insan sedang terjebak hujan. Richel dan Aldo terjebak hujan ketika makan di warung mang ijen, warung mie ayam terlaris di sekitar SMA Wismagama."Aldoo, kita main ujan ujan aja, yuk," Ajak Richel. Ia memang sangat menyukai hujan, sama seperti dengan sahabatnya itu.
Menurut Richel, hujan tidak seburuk apa yang mereka kira. Hujan yang turun ke Bumi, mampu memberikan ketenangan di hati dan pikiran seseorang.
"Nanti kamu sakit, sayang,"
"Nggak bakal sakitttt, ya, ya, ya," Ucap Richel sambil mengerjapkan matanya lucu.
"Mama ngelarang kamu buat main ujan, kan?" Aldo mencoba membujuk Richel agar tidak bermain hujan.
"Kita pulang naik taxi aja, ya?" Raut wajah Ghiza berubah. Yang awalnya terlihat bahagia, sekarang ia mengerutkan alisnya.
"Kalo kamu ujan-ujanan, nanti kamu sakit, sayang. Kalo kamu sakit, siapa yang bakal ngomelin aku lagi? Yang ada aku yang omelin kamu,"
"Tapi kan aku mau main ujan, Aldo,"
"Iya, main ujannya kapan-kapan aja. Sekarang naik taxi sama Aldo, oke?" Richel menggeleng. Ia tetap ingin bermain hujan.
"Mie ayam lagi, deh,"
"Nggak mau, mau main ujan."
"Cireng, deh, cireng,"
"Enggak mauu, aldooo,"
"Kalo ini pasti kamu nggak bakal nolak," Aldo berfikir keras memikirkan sesuatu yang disukai pacarnya itu.
"Maunya main ujan."
"Susu Mujigae rasa pisang!" Tebak Aldo sambil memberikan jari nya yang berbentuk pistol. Detik itu juga, senyum Richel mulai terukir di wajahnya.
"Oke, deal! Susu mujigae rasa pisang!" Aldo pun tersenyum senang. "Sekarang kita pulang naik taxi, "
"Terus motor kamu?"
"Gampang. Ntar aku bisa minta tolong Aldi sama temennya buat ambil."
Fyi, Aldi adalah adik kandung Aldo yang pertama. Mereka tidak kembar. Nama mereka yang hampir sama karena Ratna-mama Aldo menginginkan anak kembar tetapi yang keluar mereka, ya, sudah, bagaimana lagi?"Oh, yaudah,"
"Aku bayar dulu, kamu tunggu sini dulu," Richel mengangguk. Hanya 5 menit, Aldo sudah kembali.
"Ayo, pulang."
"Mang, nitip motor ya. Ntar adek gue yang ambil,"
"Siap, bang,"
Tbc
(Kira kira ini visual buat Richel, maaf banget kalo ngga sesuai ekspetasi kalian)
-
pesan buat Aldo?
-
Pesan buat Richel?
-
Pesan buat Ghiza?
-
Pesan buat Zidan?
-
Kalian suka sama cerita ini?
Tinggalin vote sama comment kalian di cerita ini, karena ngebantu aku banget buat semangat nulisInstagram @imraaniiaa_
Twitter @imraaniiaa_
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You, past [ o n g o i n g ]
Fanfiction"Gue mau kita putus." Kalimat itu diucapkan dengan nada sangat rendah oleh Richel. Nada yang mengartikan bahwa dia sangat kecewa terhadap hubungannya itu. "Maksud kamu?" "Gue udah capek sama semua sikap lo. Perlakuan lo yang selalu nge treat gue li...