"Apa aku bukan prioritas kamu lagi?"
-
-"Ckk, kenapa harus dateng sekarang sih?" Posisi Richel sekarang berada di dalam toilet. Ia merasa ada sesuatu yang aneh di bawah sana, dan dugaannya benar. Si merah datang di waktu yang salah. Richel bingung, apa yang harus ia lakukan. Ia menghubungi Aldo, tetapi tidak ada balasan. Mungkin ia sibuk mengajari Nada.
" Ghiza," hanya nama itu yang sekarang ada di pikiran Richel. Ia mencoba menghubungi Ghiza.
"Iya, chel. kenapa?"
"Ghiz, gue minta tolong lo ke toilet sekarang,"
"Eh, lo kenapa?"
"Lo kesini sekarang,"
"Oke, oke. Gue kesana, wait,"
Setelah itu telepon pun terputus, Richel menunggu di dalam toilet sambil memegangi perutnya yang nyeri akibat hari pertama menstruasi. Dan tak lama kemudian, ia mendengarkan suara gedoran pintu. Ia yakin, pasti Ghiza.
"Chel, lo di dalem kan?" Tanpa henti Ghiza terus menggedor pintu itu
"Ghiz, gue lagi dapet dan gue lagi ngga bawa," Ghiza bisa mendengar suara Richel seperti orang yang hampir menangis.
"Duh, nggak pas banget. Gue juga lagi nggak bawa,"
"Terus gimana?"
"Bentar, lo tunggu dulu. Gue cari bantuan dulu. gausah nangis, aelah."
"Gimana gue nggak nangis, please. takut banget gue di dalem,"
"Mangkannya siap siap kalo udah tanggalnya,"
"Kok lo malah nyalahin gue sih,"
Terlihat jelas Ekspresi Ghiza yang sangat kebingungan. Ia keluar dari toilet, mencoba mencari bantuan dari luar. Tepat saat ingin keluar ia berpapasan dengan cowok yang mungkin satu angkatan dengannya. Tapi, asing bagi Ghiza.
"Eh, berhenti, berhenti," Cowok itu memghentikan langkahnya dan menatap ke arah Ghiza, bingung.
"Gue minta tolong banget sama lo" Ghiza sebenarnya merasa tidak enak meminta tolong kepada cowok itu. Karena ini masalah perempuan dan menolak sadar gender dia yang laki laki. Tetapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk memikirkan hal itu, yang terpenting keadaan Richel yang harus keluar dari dalam toilet itu.
"Di dalem, ada temen gue. Dia lagi dapet, tapi dia lupa nggak bawa itu. begitu juga gue. So, gue minta tolong ke lo, buat cariin itu di UKS..."
"Siapa tau ada," lanjutnya dengan nada yang sangat lirih. Ia takut, cowok itu tidak paham dengan kalimat yang ia ucapkan.
"Nyusahin banget temen lo,"
"Please, gue minta tolong banget sama lo. Kasian temen gue di dalem," Ghiza terus memohon-mohon, kalau bukan karena Richel tidak akan ia memohon-mohon seperti ini.
"Ok, lo tunggu sini," tanpa basa-basi, ia berlari meninggalkan toilet itu. Ghiza menghela nafas. Semoga saja cowok itu membawa barang itu.
"chel, lo gapapa kan?"
"perut gue nyeri banget,"
"Ok, bentar ya."
Tak lama kemudian, cowok itu kembali dengan membawa barang yang Ghiza maksud, Syukurlah.
"Nih," ujar cowok itu yang menyodorkan barang itu. Tidak perlu lama, Ghiza menyambar barang itu dan memberikannya untuk Richel.
"Chel, ini."
"Thanks, Ghiz."
Richel melenggang keluar dari kamar mandi. Ia tak percaya dengan keberadaan cowok itu. Inikan cowo yang ketemu gue di perpus, batinnya.
"Adnan? lo? kenapa disini?" Tanyanya dengan perasaan masih terkejut. "Nolongin lo," bukan, itu bukan suara Adnan, tapi Ghiza.
"Kalian saling kenal?"
"Ketemu pas bolos di perpus,"
"Lo balik aja ke kelas, biar dia gue anterin ke UKS," itu kalimat yang diucapkan Adnan, ditujukan untuk Ghiza.
"Dih, gak. Apa-apaan lo!"
"Gue ngga ngapa-ngapain dia, cuma nganterin terus gue balik. Serius," jelasnya sambil mengangkat kedua jarinya membentuk huruf V.
"Gue gapapa, Ghiz. Lo balik aja ke kelas,"
" Yaudah, gue ke kelas. Awas aja ya lo sampai temen gue kenapa-napa," ancamnya. Setelah itu, Ghiza pergi meninggalkan mereka berdua.
"Chel?" Tiba-tiba Adnan melepas jaketnya dan mengalungkannya di pinggang milik Richel, "permisi," ucapnya. Richel sontak kaget.
"Sorry, kalo kurang sopan. Ada bercak di rok lo,"
"O-oh i-iya, makasih," Richel yang mendengarnya hanya berusaha menyembunyikan rona merah di pipinya. Bukan salting, ia menahan malu.
Setelah itu, mereka berjalan menuju UKS. Langkah Richel terhenti karena ia berpapasan dengan Aldo. Aldo mulai mendeket ke arah Richel.
"Chel, gue tinggal dulu ya," pamit Adnan, merasa tak ingin mengganggu mereka.
"Jaket lo gimana?"
"Pake aja, gue ke kelas dulu,"
"Oke, makasih ya," Richel langsung menatap Aldo dengan tatapan yang kali ini terlihat benar-benar serius.
"Kemana?" Tanyanya serius.
"Maaf, sayang. Aku lagi ngajarin Nada dan posisi hape aku matiin," perkataan Aldo yang nyaris menusuk hatinya.
"Aku ini siapa sih? Kok kayanya kamu udah ngga meriotasin aku lagi?"
Pertanyaan Richel yang sangat membuat Aldo terkejut. Tentu saja Richel pacarnya yang selalu ia prioritaskan. Namun, mengapa pertanyaan Richel seperti itu?
"Maksud kamu apa, sayang? jelas-jelas kamu yang selalu aku prioritasin,"
"Terus kenapa tadi pas aku butuh kamu, kamu nggak bisa dihubungin?" Richel menghela nafas panjang.
"Kan tadi aku uda bilang, hape aku matiin. Lagian, cowok tadi udah nolongin kamu, kan?"
Jlebbb, kali ini perkataan Aldo benar-benar membuat hatinya sakit. Tak ingin memperpanjang, saat itu juga Richel menyelonong pergi. Sedangkan Aldo hanya menatap Richel dengan kesal, karena Sikap Richel yang menyelonong begitu saja.
"Ahrghhhhh," ia mengacak rambutnya kasar.
TBC
-
-
Menurut kalian, disini siapa yang salah? Adnan atau Richel?
-
Kalo kalian suka sama cerita ini, jangan lupa vote dan comment sebanyak-banyaknya.
See u in the next chapter<3Instagram @imraaniiaa_
Twitter @imraaniiaa_
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You, past [ o n g o i n g ]
Fanfiction"Gue mau kita putus." Kalimat itu diucapkan dengan nada sangat rendah oleh Richel. Nada yang mengartikan bahwa dia sangat kecewa terhadap hubungannya itu. "Maksud kamu?" "Gue udah capek sama semua sikap lo. Perlakuan lo yang selalu nge treat gue li...