kesembilan.

58 12 3
                                    

cw // lil bit explicit content.🔞






Untuk Sarah, mungkin ini kali pertama ia mendapat perlakuan tak menyenangkan dari seseorang yang disebut sebagai orang tua. Sarah kaget, tentu saja. Ia yang biasa diberi limpahan kasih sayang malah dapat bentakan juga kalimat tak menyenangkan. Terlebih dari seseorang yang baru saja ditemuinya.

Ada rasa kesal tentunya, tapi sebenarnya, Sarah merasa lebih sakit lagi saat membayangkan hal apa saja yang sudah dilalui Jean selama ini. Tidak heran jika pemuda itu sampai hengkang dari rumah, dan memilih lontang lantung dijalanan seperti kala itu.

Padahal jika diingat lagi, sepengetahuan Sarah, Jean bukanlah pemuda berandal seperti yang ayahnya tuduhkan. Jean selalu menuruti setiap perkataan Sarah, dia juga pandai me-manage dirinya sendiri. Dan yang terakhir yang membuat Sarah kagum, Jean sekarang sudah bisa mengurus usaha kecil-kecilannya. Bukankah itu suatu pencapaian yang harusnya dibanggakan. Sarah sampai bingung sendiri, kenapa bisa ayahnya Jean bersikap seketus itu pada darah dagingnya sendiri.

Mungkin ada hal yang belum Sarah ketahui, dan ia pun tak akan melihat hanya dari satu sisi saja. Banyak yang ingin ia tanyakan dan banyak juga yang harus ia tahu, namun Sarah akan memulai itu dengan perlahan. Masih banyak waktu untuk mereka saling mengenal lebih dalam.

"Je, saya pulang." panggil Sarah saat masuk kedalam apartemennya. Ini hari terakhir ia bekerja, esok Sarah sudah mengambil cuti menjelang hari pernikahan.

"Kakak baru pulang," sambut Jean.

Sarah berjalan kearah dapur, hendak mengambil minum sebab kerongkongan nya terasa kering.

"Hmm, tadi beresin kerjaan dulu. Biar nanti gak terlalu numpuk pas ditinggal cuti." jawabnya, Jean pun angguk kepala merespon.

"Mau langsung makan gak? Apa mau mandi dulu?" tanya pemuda yang kini mengekor dibelakangnya.

Sarah endus bau wangi masakan, tak sadar pun ia meneguk liur.

"Makan dulu deh,"

Jean kembangkan cengiran lebar, bawa tubuh mungil Sarah menuju tempat makan.

"Aku masak banyak. Tadi abis dari rumah ibu juga buat anterin makanan."

Sarah menoleh, "Kamu ke rumah ibu kok gak bilang."

"Gak kepikiran mau kesana juga kok, tadi lagi semangat masak aja. Pas diliat makanan nya banyak banget, pasti gak abis kalo kita doang yang makan. Ya udah aku kerumah ibu deh bagi makanannya." jelas Jean cukup antusias.

Jean dan masak. Sepertinya selalu menjadi kebiasaan yang ia lakukan setiap berada dalam kondisi emosional apapun. Ibarat film bollywood dan nyanyian nya, ketika senang mereka bernyanyi, ketika sedih pun mereka bernyanyi. Meluapkan setiap rasa pada gerak tubuh dan merdunya suara.

Pun dengan Jean, kala gembira ia masak makanan manis, kala sedih ia masak makanan asin, dan bila marah terlihat jelas dari masakannya yang berwarna merah. Pedas. Mungkin isi hatinya masih buruk selepas kejadian dirumah orang tuanya, dan ia pun melampiaskan kekecewaan nya dengan cara yang paling ia minati. Dan ya, itu memasak.

"Kamu gak niat racunin saya kan?" selidik Sarah saat tatap makanan dihadapannya.

"Heh sembarangan," Jean mendengus.
Sarah main-main memang, hanya seru saja melihat Jean saat mencebikkan bibir tebalnya.

Tak menunggu lebih banyak waktu, Sarah pun menyantap makanan yang menggugah selera tersebut. Ditemani Jean tentu saja, sambil terus diperhatikan setiap gerak geriknya. Seperti mengusap sudut bibir yang belepotan, atau mengambil minum sesaat sebelum Sarah meminta.

Perfectly C(k)ook✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang