kesepuluh.

65 14 2
                                    

Hari H. Pernikahan yang digelar sederhana itu telah selesai dilaksanakan. Tetap terasa haru dan khidmat meski hanya dihadiri oleh keluarga dari Sarah juga beberapa teman mereka.

Ibu dan ayah bahkan tak henti menitikan air mata sesaat setelah janji suci terucap. Begitu pun dengan Sarah yang tak lagi membendung tangisan bahagianya.

Mungkin pada awalnya, ia tak akan menyangka jika akan berakhir menikah dengan bocah yang selalu menempelinya kemanapun itu. Bahkan sesaat setelah malam kecelakaan itu pun rasanya Sarah hanya ingin menenggelamkan Jean kelaut lepas, jadikan camilan paus biru barangkali. Tanpa ia duga bahwa sekarang justru ia sendiri lah yang terbawa gelombang pasang kebahagiaan, dan dilahap habis samudra suka cita. Lucu memang jika diingat ulang.

Tak berbeda dari Sarah yang kini menyeka bulir bening dari sudut matanya, Jean pun sama haru nya. Sama-sama merasa penuh setelah tubuh mungil itu bisa ia rengkuh tanpa ragu atau pun kecanggungan.

Dihadapan mereka semua yang hadir, Jean tunjukan bahagianya, Sarah sudah menjadi miliknya, seutuhnya untuknya. Dan tak akan pernah ia lepas meski hanya satu jengkal.

"Sanaan agh," bisik Sarah sambil mendelik.

Pasalnya, sedari tadi Jean terus saja mengekorinya. Melingkarkan tangan besar itu pada pinggang Sarah yang cukup sempit. Jika hanya sebentar mungkin tidak masalah, tapi ini sudah terlalu lama. Lupa kah Jean pada Sarah yang saat ini tengah membawa beban berat pada tubuh kecilnya, ditambah pula dengan tangan Jean yang menempel erat seperti lintah. Membuatnya pegal tentu saja.

"Biarin aja kenapa sih," Si bongsor malah semakin merapatkan badan, memberi remasan halus pada pinggul si kesayangan.

"Berat tau gak sih, aku tuh pegel." Omel Sarah.

Jean terkekeh ringan dengar rengekan tersebut, ia pun mengusak hidung bangirnya pada pipi Sarah yang kini semakin tembam. Tidak tahu tempat sekali pengantin baru ini. Seruan guyon dari beberapa tamu pun tak diindahkan, dunia sedang milik keduanya. Atau mungkin milik Jean saja?

"Malah ketawa." dengus yang lebih tua, ia kibaskan tangan besar itu dari sisi tubuhnya dan berjalan menjauh untuk duduk.

"Seneng soalnya." yang muda menempatkan dirinya di samping Sarah. Membawa tangan mungil itu untuk kembali digenggam.

"Kakak udah konsisten aku-aku nya." kata Jean.

Sarah menoleh, menarik jemari yang tengah dimainkan oleh suaminya.

Uhuk.. Suami.

"Lebay, sana deh. Ambil minum atau camilan kek, aku laper tahu." tukas Sarah.

"Siap, ndan. Laksanakan!" Jean buat gerakan hormat sambil berdiri. "Baby tunggu ya. Daddy ambilin mam dulu." ucapnya sambil merunduk, juga tak melupakan elusan halus pada perut sang istri.

Sarah memalingkan wajah, juga menahan gerak bibir agar tak terlalu kentara sedang tersenyum.

"Sarah," tepukan pelan pada bahunya. Sarah menoleh mendapati ibu tengah tersenyum kearahnya.

"Kenapa bu?"

"Jean kemana?" ibu balik bertanya.

"Ambilin aku makanan, ada apa?"

Ibu sempatkan menarik napas panjang sebelum berucap pada Sarah, seperti ada keraguan disana.

"Itu, ada yang ingin bertemu. Tapi ibu gak akan memaksa jika kamu dan Jean tak mau menemui." ucap ibu.

"Siapa?"





***









Perfectly C(k)ook✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang