Bab 10. bagian 1

1.2K 52 2
                                    


POV Arum

Setelah makan kuhubungi travel yang biasa disewa ketika anak panti pergi untuk berlibur. Kali ini akan mengantar ke Bandung. Aku pergi sendiri dari rumah dengan alasan kepada Bi Surmi dan Mang Mansur akan menginap di Panti Asuhan.

Setelah berjam-jam melakukan perjalanan akhirnya aku sampai di sebuah mesjid di kota Bandung. Dari luar terlihat sangat ramai para pengiring pengantin dan sepertinya tamu undangan. Berarti benar acara ini memang ada?

Masih berharap kalau mempelai pria itu bukanlah suamiku. Terdengar suara laki-laki menggema mengucapkan akad nikah dengan lantang. Dapat kudengar dengan jelas dari luar tempat ibadah ini.

“Saya terima nikah dan kawinnya Erika Rakhma Putri binti Taufik Lesmana dengan mas kawin seperangkat alat salat dan uang senilai seratus juta rupiah dibayar tunai.” Terdengar riuh semua orang mengucapkan hamdalah. Aku hanya mematung di tempat, mengingat kembali suara yang tertangkap telingaku tadi.

Suara itu kenapa mirip sekali dengan Mas Arga? Benarkah itu dia?

Aku masuk ke dalam mesjid dengan langkah gontai. Jantungku rasanya berdetak tak karuan.
‘Ya Allah kumohon itu bukanlah Mas Arga.’

Diri ini melafalkan doa dalam hati, mencoba meredam emosiku yang mulai bergejolak.

Namun, harapan itu pupus. Pria yang memakai pakaian pengantin itu benar suamiku. Lulutku terasa lemas membuatku tubuh ini terkulai lemah di ambang pintu mesjid. Dadaku teramat sesak seakan sulit sekali bernapas, seolah-olah ditindih oleh sebuah batu besar. Air mataku mengalir dengan sendirinya di pipi ini tanpa bisa kucegah.

‘Tega kamu, Mas. Bahkan dengan pintarnya kamu membohongiku untuk menutupi pengkhianatan ini.’

Aku sudah tak kuat menyimak acara selanjutnya yang dilakukan sepasang pengantin tersebut. Gegas pergi dari sana dengan air mata yang tak berhenti mengalir. Beberapa pengunjung yang memandang mungkin heran melihatku berlari sambil berlinang air mata, seperti orang aneh yang menangis di pernikahan orang lain.

Setelah itu aku masuk ke dalam mobil yang disewa, di dalam sana meraung sejadi-jadinya. Tak peduli tatapan heran sopir yang duduk di jok depan mobil. Diri ini sungguh tak kuat menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri Mas Arga, suami tercinta, tega mengkhianati bahtera rumah tangga yang telah lama kami arungi. Haruskah ini semua terjadi padaku.?

Ya Allah, tak cukupkah aku dan Bunda menjadi korban pengkhianatan Ayah dulu, sehingga suamiku pun melakukan hal yang sama? Dosa apa yang kuperbuat sehingga Engkau menghukumku dengan cara seperti ini.

“Dek, baik-baik saja, kan?” tanya sopir di kursi depan mungkin merasa khawatir melihatku menangis. Tanpa tahu masalahku, pria paruh baya tersebut memberikanku tisu sambil menatap iba, lalu membiarkan diri ini menumpahkan segala lara sampai puas.

Setelah tangisan mereda untuk beberapa saat aku terdiam di dalam mobil. Merenungkan diri, apa kiranya yang membuat Mas Arga berpaling? Apa yang kurang dariku?

Mungkinkah aku kurang cantik? Atau kah ada sesuatu dalam diri wanita itu yang tak kumiliki?

Jangan ditanya rasa hati ini. Wanita mana yang tak merasakan pedih ketika melihat suaminya bersama wanita lain.

Istri baru Mas Arga memang terlihat lebih cantik dan juga cerdas. Meski dengan hati yang hancur kuputuskan untuk membuntuti suamiku selama dia di Bandung. Aku hanya ingin tahu apa kelebihan wanita itu yang tak kumiliki? Sampai Mas Arga tega berpaling hingga menodai kepercayaan yang kuberikan untuknya.

Tak lama setelah itu kulihat suamiku bergandengan dengan istri mudanya dengan binar bahagia. Miris! Di sana dia tersenyum dengan semringah, sedangkan aku menahan sakit yang tak terkira.

Kulihat pengantin baru tersebut masuk ke dalam mobil milik Mas Arga yang telah dihiasi bunga dan pita. Entah mereka akan ke mana? Kusuruh sopir di depanku membuntuti mereka. Ternyata, yang kulihat membuat dadaku terasa semakin terimpit

Sesak.

Dia, suamiku membawa pengantin wanitanya ke sebuah hotel bintang lima yang masih berada di kota tersebut. Sekelebat bayangan kemesraan pasangan itu dan kegiatan apa yang akan mereka lalui di dalam kamar hotel tersebut membuatku bibir ini kelu serta tubuh ini bergetar.

Kubuntuti suamiku dan wanita itu secara diam-diam. Akan tetapi, aku tak kuat melihat mereka. Pandangan penuh cinta Mas Arga untuk istrinya yang lain membuatku tak sanggup lagi berdiri dengan tegak. Perlahan aku mundur dan berlari keluar gedung hotel tersebut.

Tak sengaja pula bertemu dengan Mas Herlan teman lama Mas Arga di tempat parkir. Dia masih mengingatku sebagai istri temannya. Kami sempat mengobrol sebentar, dia menanyakan alasanku ada di kota ini. Dengan terpaksa aku berbohong, mengatakan kalau datang ke Bandung untuk menemani Mas Arga yang sedang seminar.

Akan tetapi itu tak sepenuhnya salah, bukan? Mas Arga memang pamit padaku dengan alasan tersebut. Namun, yang kudapatkan sebenarnya membuatku tercengang.

Hanya obrolan basa-basi di antara kami, tak berselang lama Mas Herlan pamit untuk menemui kliennya di hotel ini. Sedangkan aku ... memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Pulang ke panti asuhan, berharap diri ini lupa dengan masalah yang sedang kuhadapi.







  

Sesal (Alasan Menghilangkannya Istriku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang