Bab 2. Kecelakaan?

1K 58 1
                                    

Bergegas aku memunguti pakaian yang masih berserakan di lantai. Melihatku yang sedang memakai baju Erika menghampiri.

“Mas. Mau ke mana? Kenapa memakai baju lagi?” tanyanya heran.

“Maafkan Mas, Sayang. Mas dapat kabar kalau ada wanita yang jadi korban kecelakaan, di dalam tasnya ada dompet Arum. Mas takut itu benar dia,” terangku.

Semoga saja Erika bisa mengerti situasiku sekarang.

“Tapi, Mas! Kamu ‘kan baru sampai di sini, kita bahkan baru saja memulai? Apalagi aku masih kangen denganmu, Mas,” ucap Erika dengan suara manjanya. Dia mulai menggodaku kembali dengan memeluk dan meraba-raba tubuhku yang belum memakai baju.

Jika saja ini bukan menyangkut keselamatan Arum, mungkin saja aku sudah tak tahan mengurungnya semalaman di dalam kamar. Menghabiskan malam-malam panas kami seperti sebelumnya. Namun, aku tak bisa menundanya lagi. Bagaimanapun kabar tentang kecelakaan di mana perkiraan Arum lah yang menjadi korbannya, itu membuatku tak bisa lagi abai.

Aku takut Arum meninggalkanku. Dia wanita yang sangat kucintai bahkan masih menjadi yang paling spesial sampai saat ini. Meski bukan hanya dia, hati ini  harus kubagi dengan Erika sekarang. Akan tetapi, tak ada sedikit pun ter bayangkan kami akan berpisah.

Dapat kulihat Erika marah karena kepergianku, tetapi tak dihiraukan. Biarlah, nanti aku akan kembali ke Bandung. Melajukan mobil ini dengan kecepatan tinggi, berharap cepat sampai di Jakarta. Rasa kantuk tiba-tiba menguar begitu saja saat mendengar kabar terakhir Arum, bahkan selama perjalanan jiwaku seakan entah di mana. Terus menebak-nebak, apa benar Arum lah yang menjadi korbannya. Namun, hati ini masih berharap itu semua salah. Jujur saja aku tak percaya semua ini terjadi padanya.

Setelah berjam-jam mengendarai mobil dan tiba di Jakarta. Langsung kuhubungi Bi Surmi lalu, menanyakan Rumah Sakit mana jenazah yang konon di prediksi Arum itu berada.

“Di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Den,” ujarnya menjelaskan. Menurut asisten rumah tanggaku itu Mang Mansur sudah ada di sana untuk memastikan itu Arum atau bukan.

Tanpa menghiraukan keselamatan, kukendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Saat ini hatiku benar-benar tak karuan, semua bercampur jadi satu. Dalam benakku, bayang-bayang kebersamaan dengan Arum terus berputar. Manjanya dia, perhatian, serta senyumnya yang menawan.

Berkali-kali pula kudengar orang yang memaki, sebab hampir saja mobil ini bertabrakan dengan kendaraan orang lain. Aku tak peduli yang penting sekarang cepat sampai di Rumah Sakit, sebelum kupastikan sendiri jenazah itu Istriku atau bukan. Diri ini masih berharap Arum masih hidup.

Setelah sampai kutelepon Mang Mansur dan menanyakan di mana keberadaannya. Kemudian bertemu dengan polisi yang sedang mengobrol dengan sopir. Melihat kedatanganku mereka yang ada di sana terlihat lega. Apalagi Mang Mansyur kentara sekali sama paniknya denganku.

“Alhamdulillah, Den. Akhirnya Den Arga datang juga,” ucap Mang Mansur dengan napas beratnya.

“Gimana, Mang? Apa benar korbannya itu Arum?” tanyaku masih mencari informasi. Entahlah apa aku kuat menerima semuanya.  Jika, benar yang di dalam itu istriku. Diri ini mungkin tak sanggup melihatnya.

“Entahlah, Den. Seluruh mukanya rusak hanya badannya yang utuh tapi tetap banyak luka-luka di sekujur tubuhnya. Jadi, Mamang enggak bisa memastikannya. Makanya Mamang menunggu Aden saja untuk melihatnya kembali. Apalagi baju yang dipakainya bukan baju Neng Arum pas Mamang antar dia tadi siang.”

Setelah itu polisi menjelaskan kronologis kejadian sampai kecelakaan itu terjadi. Menurut warga sekitar ada seorang wanita yang terjatuh dari dalam kereta yang sedang melaju. Entah apa yang terjadi sampai terjadi hal demikian, sebab memang kondisinya kereta itu sedang melaju dengan kencang.

Sesal (Alasan Menghilangkannya Istriku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang