BAB 1

1.8K 88 0
                                    

Freya melangkahkan kakinya gamang, ini semua gara-gara Wira. Entah kenapa Wira jahat sekali dengannya. Memang apa susahnya sih mengantar Freya ke sekolah? Freya dipaksa turun oleh Wira didepan komplek. Ini sudah yang kesekian kalinya.

Freya tidak menyadari ada banyak langkah kaki yang mengikuti Freya dari belakang. Gelagat nya menunjukkan ada niat jahat yang terselip dipikiran mereka. Freya mulai menyadari ketika suara ketukan sepatu itu semakin mengeras dan terdengar dekat. Freya was-was.

Seseorang menarik rambut Freya dari belakang, Freya merintih kesakitan saat rambutnya ditarik lebih kuat oleh orang yang bahkan Freya belum lihat wujudnya.

"Ah, sakit. Berhenti." Freya mencoba melepas jeratan seseorang itu, dari mencakarnya, mencubitnya sampai hal-hal lainnya.

"Lo berani sama Michelle, Frey?" tanya seseorang lagi yang diyakini oleh Freya adalah teman-teman Michelle.

"Lepasin Freya dulu, Freya kesakitan. Freya salah apa?" mata Freya mulai berkaca-kaca saat teman-teman Michelle membantu aksi bully Michelle.

"Lepas!" teriak Michelle yang tentu saja digubris oleh temannya.

Freya menolehkan kepalanya ke arah Michelle, sembari mengusap-usap kulit kepala nya yang terasa pedas dan sakit.

"Lo ngapain sih masih dekat-dekat sama Wira?" tanya Michelle yang tampaknya sudah tidak sabar mendengar penuturan Freya.

"Freya suka sama Wira," jawab Freya polos.

Michelle gemas dan mencubit lengan Freya, "Bukan itu jawaban yang gue mau, bodoh!"

Freya meringis menyadari cubitan Michelle teramat sakit menurutnya. Juga bingung apa maksud pertanyaan Michelle.

"Ah, harus setahun gue nunggu jawaban dari lo. Mulai sekarang, jangan coba-coba dekat sama Wira!" kata Michelle tegas.

Freya mengernyit bingung, "Emang kenapa? Wira kan tetangga Freya."

"Gak perlu jawab, Bodoh!" Michelle gemas dan mendorong Freya ke aspal.

Freya mengaduh, ditatapnya kaki Michelle yang menjauh. Sekarang dia bingung, maksud omongan Michelle itu apa?

Freya menginjakkan kakinya disekolah telat, Freya melihat penampilannya sangat mengenaskan. Ia memutuskan untuk pergi ke toilet terlebih dahulu. Toilet terlihat sepi, karena memang ia kira jam pelajaran sudah dimulai.

"Ah ya ampun, sangat mengenaskan. Bagaimana kalau Wira melihat? Pasti Wira tidak akan suka dengan Freya."

Freya ingat ia menyimpan seragam nya yang lain di loker. Ia mengambil seragamnya yang bersih, kemudian ia berganti pakaian karena Freya pikir pakaiannya sangat tidak pantas untuk bertemu Wira.

Benar saja, baru saja Freya sampai kelas, Bu Dara tidak mengijinkannya untuk masuk kelas. Alhasil, Freya memilih untuk menuju kantin. Ia berpikir ulang mengenai ocehan Michelle tadi, karena sampai sekarang ia tidak mengerti.

"Lo ngapain sih masih dekat-dekat sama Wira?" ya karena, Freya dari dulu memang dekat dengan Wira dan tetanggan. Freya memajukan bibirnya sebal.

"Mulai sekarang, jangan coba-coba dekat sama Wira!" Freya kan memang selalu dekat. Freya berpikir lama, sampai akhirnya ia mengerti maksudnya.

"Oh, jadi Michelle nggak mau Freya—" monolog Freya diinterupsi oleh suara yang sangat khas di telinga Freya —Wira.

"Nggak mau apa?" tanya Wira sedikit penasaran.

"Ah-uh- , jadi Michelle nggak mau Freya sa-sakit. Iya, sakit!" jawab Freya gagu.

Wira menaikkan alisnya, dan segera pergi meninggalkan Freya ditempat.

***

"Wiraaaa," suara Freya yang merajuk membuat seisi kelas menoleh kearah nya. Freya hanya tersenyum maklum.

"Masa ya kemarin, Freya mimpiin Wira." Freya tersenyum ke arah Wira.

Wira sangat ingin pindah ke bangku yang lain yang lebih tenang daripada duduk sama Freya yang sangat membuat Wira ingin bunuh diri. Wira muak, dari dulu TK sampai sekarang, Freya tidak pernah berhenti menyatakan suka, cinta, sayang. Dan tidak pernah berhenti mengejar Wira kemanapun.

Mencari perhatian dimanapun Wira berada, tetapi Freya tidak munafik. Ada satu sisi baik yang Wira akui dari Freya.

"Dia nggak pernah nyerah sebelum mencapai apa yang dia mau."

Freya, mata hitam pekat nya yang bulat dilindungi oleh kelopak mata yang terbuka indah. Bulu mata nya yang lentik, alis nya yang tebal tanpa sulam. Kalau saja Freya bersolek, mungkin banyak yang suka sama Freya.

Hidungnya yang mancung, bibirnya yang tidak terlalu tebal ataupun tidak terlalu tipis. Pas melekat diwajah Freya. Rambutnya yang lurus, menjuntai indah di punggungnya. Penampilan Freya sekarang persis anak umur 10 tahun.

Sepatu sports yang ia kenakan, tas backpack polkadot, bandana kelinci, seragam yang terlampau rapih untuk ukuran anak SMA dan masih banyak hal lain yang persis seperti anak 10 tahun. Dia, unik.

".....Nah, setelah itu wajah Wira mendekat ke Freya. Nggak lama, Wira ci—" penjelasan Freya terhenti karenaWira cepat-cepat menutup mulut Freya yang terkesan blak-blakan.

Wajah Freya mulai muncul rona merah yang sangat manis, dan keringat dingin bercucuran dikeningnya.

Bel istirahat berbunyi, membuat cacing-cacing perut setiap manusia disini bersorak kesenangan. Freya yang setiap harinya mengikuti Wira ke kantin dan menraktir Wira, sekarang ia tetap seperti itu. Asalkan melihat Wira teratur makan siang saja tidak apa-apa.

***

Malamnya, Freya sedang mengerjakan tugas Bu Dara yang sempat diberikan oleh beliau perihal ketidakhadiran Freya dikelasnya. Freya menulis 100 essay yang berisi macam-macam. Freya sudah berkutat dengan essay nya sejak pulang sekolah.

Ia pun melupakan makan malamnya demi mengerjakan essay nya.

"99 yeay, 1 lagi! Semangat Freya," Freya bergumam sendiri.

Ia tidak menyadari ada sepasang mata yang melihatnya di balkon sebelah. Pria itu, hanya tersenyum sembari melihat ketekunan Freya dimatanya.

"100 yeay! Selesai!" Freya bersorak kegirangan, berlari-lari ke seluruh sudut kamarnya dan menuju balkon masih dengan euforia kemenangannya. Ia menoleh kearah kanan, ia melihat Gilang sedang tertawa kearahnya.

Freya cemberut, "Kenapa sih kak? Freya kan lagi senang." Freya mendekatkan dirinya kearah Gilang. Gilang adalah kakak Wira, mereka sama-sama tampan. Sama-sama pintar akademik, sama-sama digilai oleh wanita. Tetapi bedanya, aku menyukai Wira.

"Lucu saja, kamu abis dihukum ya?" tanya Gilang meredakan tawanya.

"Iya nih kak, tadi telat." Jawab Freya murug, ia melupakan satu hal. Baru saja ia ingin meluruskan jawabannya tadi, Gilang sudah menginterupsi nya.

"Bukannya kamu berangkat sama Wira?" Gilang bertanya penuh rasa penasaran.

"Eh- itu, iya Freya berangkat sama Wira. Tapi tadi, Freya minta turun di toko buku sebentar. Ternyata tokonya belum buka, dan Wira udah ke sekolah. Freya nunggu taksi nggak ada. Jadi Freya jalan aja deh." Jelas Freya bohong.

"Kamu serius?" Gilang merasa aneh.

"Iya,"

"Coba liat mata Kakak, sini." Pinta Gilang.

Freya menatap mata Gilang takut-takut. Takut ketahuan.

"Bohong kan kamu?" tanya Gilang menyelidik, sedikit menggertak.

"Ngga kak," elak Freya. "Freya ngantuk nih, tidur dulu ya."

Freya cepat-cepat melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamarnya. Ia kemudian menutup pintu balkonnya, dan menutup tirai nya. Freya duduk di tepi tempat tidur, ia sibuk menetralkan degup jantungnya. Kalau ketahuan Kak Gilang, Freya bukan takut Wira akan marah pada Michelle. Takut Wira melihat kondisi mengenaskan Freya saat di bully, Freya nggak di bully aja Wira nggak suka, apalagi Freya abis di bully. Pasti lari ketakutan.

Stalker (Edited)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang