BAB 2

1.3K 72 1
                                    

Wira sedang bermain Get Rich di ponselnya. Ia bingung harus apa di malam minggu ini, ia akui kalau ia malas keluar. Wira tidak seperti lelaki biasanya, ia cenderung menutup diri dan malas untuk membuang waktu nya dengan mengisi kegiatan di luar rumah.

Ponsel Wira tidak henti-hentinya berdering dan bergetar menandakan ada notifikasi dari aplikasi di dalamnya. Wira menggulir layarnya untuk melihat notifikasi, Wira menghela napas. Mengapa harus Freya?

Tidak bisakah ia tenang? Barang sehari saja?

"Wira, balas Line Freya doooong." Freya berteriak dari balkon kamarnya, tidak peduli tanggapan tetangga nya yang terganggu dengan suaranya.

Freya mengirim stiker.

Freya mengirim stiker.

"Wira, jangan dibaca saja." Freya berteriak lagi, sambil menspam Wira.

Oke, fine. Nggak perlu kirim stiker lagi, kita jalan.

Ya, Freya mengajak Wira berjalan-jalan di malam minggu seperti sepasang kekasih kebanyakan. Dari dulu Freya mengidam-idamkan itu semua, semua yang dilakukan sepasang kekasih normal. Sayangnya, Wira tak kunjung membalas perasaan Freya.

Wira sudah siap dengan pakaian kasualnya, tak lupa ia mengacak-acak rambutnya asal untuk menambah kepercayaandirian nya.

"Gue cuma pergi sama Freya. Kenapa gue sok ganteng?" Wira bermonolog, tidak tahu bahwa Gilang sudah masuk kekamarnya.

"Karena lo suka Freya." Jawab Gilang pendek.

"Oh —shit, kapan lo disini?" Wira pura-pura menunjukkan ekspresi kaget.

"Mengalihkan pembicaraan," Gilang berdecak. "Fix, lo suka Freya."

"Apaan deh," Wira mengelak.

"Yaudah, Freya buat gue." Gilang tidak peduli jawaban Wira, ia memilih keluar dari kamar Wira.

***

Sesampainya di salah satu Mall terbesar di Indonesia ini, Freya terus menggenggam tangan Wira. Takut hilang, katanya. Pengunjung disana terlihat iri terhadap Freya yang beruntung bisa mengajak Wira jalan. Perempuannya cantik, lelaki nya tampan. Dunia tidak adil.

"Frey, bisa lepas tangannya nggak?" Wira jengah dengan sikap Freya yang mengganggu nya.

"Kenapa Wir? Freya kan takut hilang." Freya cemberut.

"Modus." Wira melepaskan tangan Freya dan berjalan mendahului Freya.

"Wira tungguin Freya, jangan cepat-cepat."

"Manja," kata Wira semakin mempercepat langkah kakinya.

Freya kesal, "Katanya nemenin Freya jalan tapi malah jalan sendiri." Freya menundukkan kepalanya, bulir air mata siap turun dari rumahnya. Freya menangis. Freya kehilangan jejak Wira karena ia terlalu lama menunduk.

Merasa lapar karena lelah mencari Wira, Freya memilih untuk pergi ke Cafe yang ada disitu. Ia memesan beberapa roti dan minum untuk mengisi perutnya. Freya sudah mencari Wira ke penjuru Mall. Tetapi tidak bertemu sama sekali. Ia sangat lelah.

Sesudah Freya menghabiskan makanannya, Freya menuju toilet Mall, ia kehilangan jejak Wira. Freya takut, sekarang sudah pukul 10.00 malam. Freya bingung harus bagaimana. Ia tidak mungkin menelpon kak Gilang untuk menjemput.

Freya memutuskan untuk naik taksi menuju rumahnya, hari ini untuk pertama kalinya Freya kesal dan marah dengan Wira.

***

Seperti biasa, Freya berangkat bersama Wira. Seperti tidak ada kejadian apa-apa saat malam minggu kemarin, Freya tetap tersenyum manis.

"Pagi, Wira. Have a nice day!" sapa Freya.

"Berisik, cepet naik."

Freya menaikkan tubuhnya ke motor Wira. Ia memakai helm dan memeluk Wira dari belakang. Freya menyukai momen seperti ini, karena jarang sekali Wira bisa dipeluk sesuka hati kecuali kalau keadaannya seperti ini.

Dan lagi, Freya dipaksa turun oleh Wira didepan kompleks. Dan lagi-lagi Freya dibully oleh Michelle Cs.

"Gunting seragamnya," perintah Michelle pada teman-temannya.

Teman-temannya menggunting dibagian lengannya. Merasa kurang puas, Michelle mengguntingnya dibagian perut Freya. Freya? Tak perlu ditanya, ia sudah menangis tersedu-sedu. Ia sudah memberikan perlawanan, tetapi ia kalah karena mereka lebih kuat dibanding Freya.

"Freya!" suara seseorang dengan helm full face nya menginterupsi kegiatan mereka.

"Kak Gilang, tolong Freya." Freya berkata sambil menangis. Lantas Gilang langsung memberikan bantuan kepada Freya. Michelle? Ia sudah pergi dengan teman-temannya.

Freya dibawa Gilang kembali kerumah nya. Berhubung orang tua Freya sedang bekerja, jadi Gilang yang merawat Freya. Lebam dimuka Freya semakin membiru, membuat siapapun yang melihatnya pasti tidak tega.

Gilang kembali kerumahnya saat ia tahu Wira sudah kembali dari sekolahya. Setelah izin dengan Freya, Gilang langsung lari. Ia menghampiri Gilang yang sedang berada di dapur.

"Mending lo lepasin Freya," Gilang berkata penuh penekanan.

"Maksud lo apa?"

"Nggak usah pura-pura bego. Lo nggak tau kan Freya di bully didepan komplek? Lo sengaja turunin dia disitu? Lo..tega Wir!"

"Itu urusan gue sama Freya. Lo ambil aja Freya, besok ambil alih jadi tukang ojek dia." Wira berdecih lalu berlalu menuju kamarnya.

***

"Freya berangkat sama Kak Gilang ya. Wira udah berangkat tadi, ada tugas."

Freya cemberut, "Iya deh."

Freya naik ke motor Gilang, lalu berlalu dari rumahnya. Mereka tidak tahu, Wira sedang memperhatikan mereka dengan perasaan aneh yang tiba-tiba muncul.

"Ups," Michelle menjatuhkan minumnya dengan sengaja. "Maaf Frey, tidak sengaja."

"Tak apa, Mich." Freya tersenyum, sangat polos.

Lalu teman-teman yang lain mengikuti tindakan Michelle, sampai Freya sadar ini bukan ketidaksengajaan.

"Kalau tidak sengaja, mengapa semuanya menumpahkan minuman di seragamku?" Freya menuntut penjelasan Michelle.

"Kau, bodoh!" Michelle melenggang sambil tertawa atas kebodohan Freya.

Stalker (Edited)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang