Freya sedih, lebih sedih dari sikap penolakan yang Wira berikan kemarin. Ini tamparan telak, sangat telak. Freya nggak kuat. Freya ingin menangis, tapi Freya sadar kalau dia sedang menjadi pusat perhatian.
Freya berlari ke toilet sekolah yang letaknya diujung. Ia menutup kloset dan duduk di atasnya. Freya menangis tersedu-sedu menghadapi kenyataan. Seakan Freya sendiri didunia ini, Freya kangen Mama. Freya kangen sama keluarga Freya yang dulu. Freya kangen kak Zalva. Freya kangen. Andai mereka tau kalau Freya disini menghadapi dunia yang kejam sendirian.
"Akhirnya Wira bikin keputusan yang membuat gue seneng. Pangeran gue emang keren banget deh." Kata seseorang dibalik pintu toilet.
Freya keluar toilet tanpa memperdulikan tatapan membunuh mereka. Sebelum Freya berhasil keluar dengan selamat, Freya disiram air oleh orang yang tadi berbicara. Freya menggigil kedinginan, karena itu air dingin bukan air wastafel dan semacamnya. Belum lagi rambut Freya dijenggut, Freya ditampar dengan sangat keras yang menimbulkan darah di ujung bibirnya.
Freya menangis dalam diam. Sudah terlalu lelah menangis.
Freya berhasil keluar dari toilet pada saat Mang Ujang —penjaga sekolahnya mengecek ke toilet. Freya yang saat itu kalut, langsung lari ke kelas nya. Jam pulang sudah berlalu sejak 2 jam yang lalu. Freya pulang naik taksi dan berhambur ke kamar tidurnya. Ia menangis sesenggukan —lagi.
Wira mendengar isak tangis Freya dari dalam kamarnya, memang kamar Freya dan kamar Wira bersebelahan. Wira lebih memilih tak acuh ketimbang peduli. Mungkin Freya sedang cari perhatian, pikir Wira. Wira kemudian tidur dengan nyenyak sampai pagi.
***
Hari kejadian itu sudah berlalu sekitar 1 minggu yang lalu. Benar, Wira sudah tidak mendapat gangguan dari Freya. Freya pun tidak mengganggu Wira lagi. Sekarang Freya benar-benar sendiri. Sedangkan Wira asik dengan dunianya sendiri.
Contohnya tadi pagi, Freya sampai kelas dengan keadaan berkeringat dan ngos-ngosan. Lalu Freya menoleh ke arah Wira dan tersenyum. Camkan! Ha-nya ter-se-nyum. Wira kesal, biasaya dia selalu genit. Tapi sekarang sudah berbeda karena ucapan Wira kemarin. Wira sedikit merasa sepi. Tidak ada pengusik, tidak ada parasit. Seharusnya Wira senang, tetapi mengapa ia —merasa aneh?
Wira bingung, mengapa semua orang berlari menuju lapangan utama. Wira mencoba bertanya tetapi mereka semua tidak peduli. Wira penasaran, dan menuju lapangan utama.
Tebak apa? Freya sedang di bully oleh Michelle dan antek-anteknya.
"Dasar jalang! Sok polos, padahal lebih banyak bisa nya!" seru Michelle sambil melempari telur. Sedangkan yang lainnya melempari Freya dengan tomat, air apapun yang bisa membuat Freya bau.
Yang dilempar malah menunduk dan tidak ada pembelaan. Michelle dan antek-anteknya pun justru mulai menggunakan kekerasan. Wira kesal sendiri jadinya. Memang apa masalahnya, setau Wira, Freya tidak pernah membuat onar. Freya juga pintar dan tidak punya banyak teman. Mengapa semua berubah menjadi kenal? Batin Wira.
"Lo berani ya tidur berduaan di perpus sama Wira? Lo mau cari sensasi kan? Lo harusnya tau kalo jurnalis sekolah selalu di perpus buat cari ide nerbitin mading. Lo nggak punya otak?" Bingo! Sekarang Wira tau apa kesalahannya.
Wira mengambil langkah berani ke tengah lapangan, awalnya Michelle kaget. Namun selanjutnya ia menggelayut manja di lengan Wira.
"Freya nya udah aku abisin kan sayang? Jadi kamu nggak perlu terganggu." Ujar Michelle santai.
Wira langsung mengangkat tubuh Freya dan menggendong nya ke UKS. Tak diperdulikan tatapan orang yang ingin tahu. Yang jelas Freya harus selamat dulu. Freya setengah sadar, dan mengucapkan kalimat konyolnya.
"Ini Wira yang gendong Freya?" Wira hanya terkekeh sambil memandang wajah Freya yang sudah babak belur.
"Wira harus selalu lindungin Freya ya, Wira nggak tahu kan kalau mereka sering kayak gini? Ini udah yang ke-6 kali. Wira juga nggak tahu kan kalau Wira turunin Freya dijalan, Freya selalu diusilin mereka." Kata Freya terengah. Tadinya Freya nggak kuat, begitu tahu kalau Wira yang menggendong, Freya jadi kuat bertahan.
"Ssst. Diem deh mendingan, nanti bibirnya makin luka." Kata Wira yang mengeratkan gendongan ala pengantin baru nya ke Freya. Freya tersenyum bahagia.
Wira menunggu Freya siuman di UKS. Setelah mendapatkan perawatan, Freya memilih tidur. Mungkin ini mimpi baginya. Freya tertidur sangat pulas sampai tidak mengetahui kalau Wira menunggu dan menggenggam tangannya.
Wira sempat bingung sikap dia saat ini, ingin melindungi Freya. Buktinya, sekarang ia menggenggam tangan Freya lembut dan harap-harap cemas menunggu Freya bangun. Tidak lama, yang ditunggu pun bangun dan justru tersenyum.
"Kenapa lo senyum?" tanya Wira menyembunyikan bahagia nya.
"Wira mau minum," jawab Freya sambil tersenyum. Wira langsung mengambil teh hangat di nakas tempat tidur UKS. Dan memberikannya ke Freya.
"Udah baikan?" tanya Wira, sekarang tidak bisa menyembunyikan perasaan khawatirnya.
"Udah, masih sedikit pusing tapi." Wira memijit kening Freya pelan-pelan.
"Wira kok peduli sama Freya? Freya seneng." Tanya Freya sambil tersenyum —lagi.
"Berisik deh nanya mulu," jawab Wira kesal.
"Kalo seandainya Freya mati gimana?" tanya Freya yang masih tersenyum.
"Lo itu ngomongin apa sih Frey? Lo nggak akan mati, karena faktanya sekarang lo bangun!" jawab Wira makin kesal.
"Wira sini deh," Freya memerintah Wira, anehnya Wira tunduk.
Tak disangka, Freya memeluk Wira erat. Wira bingung, "Freya kangen sama Wira." Kata Freya.
"Hahaha, kirain kenapa." Jawab Wira dan membalas pelukan Freya. Freya senang dan Wira senang.