Pagi ini, Karin sudah menceritakan semuanya pada Syanaz. Senyumnya sendari tadi tak kunjung pudar, karena malam ini adalah malam yang akan Karin abadikan.
"Akbar minta ketemu di stasiun, untung deket dari rumah." ujar Karin yang masih bercerita dengan Syanaz. Sambil melewati lorong kelas, Karin tak henti-hentinya memberi kabar bahagia pada sahabatnya.
"Hati-hati ya Rin, kalau udah ketemu jangan lupa kabarin. Aku mau tau, dia sama gak kaya di sosial media." Karin mengangguk antusias.
Setelah sampai dikelas, Karin mengeluarkan kantong kresek yang tentu saja berisi Tupperware yang isinya adalah nasi yang sudah setiap hari Karin bawakan untuk Albar, juga secarik kertas yang setiap harinya berisi tulisan-tulisan Karin untuk Albar juga.
Karin menyelusuri koridor sekolah untuk pergi ke kelas Albar yang jaraknya memang tidak jauh.
"Denger ya, gue gak suka sama lo La, dan asal lo tau gue juga udah punya cewe. Jadi stop gangguin gue lagi." suara itu, suara yang tak asing ditelinga Karin tentu saja. Ya, itu adalah suara Albar.
Perempuan yang dikenal sebagai Lola itu pergi meninggalkan Albar begitu saja, tampaknya ia kecewa dengan apa yang Albar katakan.
Karin menghampiri Albar dengan prasaan kecewa juga, bahkan Karin tidak tahu sama sekali jika Albar sudah mempunyai kekasih sebelumnya, jika memang sudah tahu Karin sudah mundur lebih dulu.
"Dimakan." ujar Karin ketus lalu ingin pergi begitu saja.
"Rin tunggu."
"Lo denger omongan gue sama Lola tadi ya?"
Karin mengangguk, "Kenapa gak bilang kalau udah ada cewe, kenapa bilangnya cuman ke Lola Al? Kalau aku tahu dari awal kamu udah punya cewe aku gak bakal ngejar-ngejar kamu kaya orang gila gini."
"Dengerin gue dulu," ujar Albar menatap mata Karin malu.
"Apa?"
"Gue ngomong gitu karna gue gamau Lola deket-deket gue, dan gue ga ada cewe kok."
Karin mengerutkan halisnya, lalu tersenyum.
"Oh jadi kamu gak mau dideketin Lola karna supaya aku gak ada saingan gitu buat dapetin kamu Al?"
"Kalau gitu mah aku dukung." ujar Karin cengengesan, sedangkan Albar pipinya sudah bersemu merah.
"Apaansih! Kepedean banget jadi cewe. Dah sono, gue mau makan."
Karin tersenyum seolah memaklumi sifat Albar yang amat gengsi itu.
Karin menggeleng menolak ucapan dari Albar yang baru saja mengusirnya. Ia langsung duduk di kursi pinggir Albar.
"Ngapain si lo hah? Sono balik kelas!"
"Enggak mau, lagian masih pagi, belum pada dateng kali," jawabnya cepat. Albar tak menggubris jawaban dari Karin, segera memakan bekal dari Karin yang selalu ia terima meski terpaksa.
"Ini lebih enak, lo yang masak?"
Karin menggeleng, "Bukan, Tente yang masak tadi bangunnya agak kesiangan, takut telat ngasih bekal ke kamu."
Albar hanya mengangguk-angguk saja, tanpa Karin lihat Albar tersenyum sebentar lalu melanjutkan makannya.
Karin dan Albar tak berbicara sama sekali, Karin membiarkan Albar makan dengan tenang sambil melihat wajahnya yang amat sempurna itu.
"Andai Albar itu kamu, aku pasti lebih giat bangun pagi." ujarnya dalam hati sambil menatap wajah Albar.
Seketika, pandangan Karin buram ia mengerjapkan matanya berulang kali untuk menetralkan pandangannya, namun nihil selain pandangannya yang mendadak buram juga kepalanya yang tiba-tiba sakit. Karin langsung menopang jidatnya dan memijatnya, Albar yang melihat Karin pun kebingungan.
"Kenapa lo?" Karin menggelengkan kepalanya.
"Karin kenapa?!" tegas Albar yang melihat Karin semakin kehilangan kendalinya.
Bruk!
Kepalanya hampir saja terbentur meja, namun segera Albar tahan. Karin pingsan ditempat, Albar syok dan langsung membopong Karin untuk diistirahatkan di UKS sekolah, untung saja tidak dikunci. Albar tak bisa berkata apapun selain cepat-cepat membawa Karin pergi, ia sudah menelfon Syanaz untuk menghampirinya. Kebetulan memang ada satu siswa pmr yang sedang membereskan pelaratannya.
Karin dibaringkan di brankar yang telah disediakan.
"Ka, pacarnya gak papa kok, cuman kecapean atau belum sarapan apa mungkin ada faktor yang tidak bisa saya ketahui, tenang kak, sebentar lagi pasti bangun kok. Nanti pas bangun tolong kasih air hangat aja ya dulu, abis itu kalau kakaknya belum sarapan, suruh sarapan dulu ya, kalau gitu saya permisi ke kelas, " jelasnya hanya membuat Albar melongo.
Albar menatap Karin yang masih memejamkan matanya, tangannya mengelus rambut Karin halus.
"Rin, gue belum bisa jujur sama prasaan gue sendiri, gue takut nyakitin cewe sebaik lo."
Ceklek..
Pintu UKS terbuka, Syanaz dengan wajah khawatir itu datang dan langsung menghampiri Karin dengan membawa sebungkus bubur yang ia bawakan karna disuruh oleh Albar.
"Kira-kira Karin kenapa Sya?" Tanya Albar.
"Kayanya dia datang bulan deh, biasanya gitu, atau mungkin juga dia belum sarapan." jawabnya.
Tak lama Karin mengerjapkan matanya berulang kali, ia melihat Albar dan juga Syanaz disana dan tempat yang tak lagi asing baginya. Keduanya mengela nafasnya lega karna Karin sudah sadar.
"Kenapa disini?" tanya Karin.
"Lo belum sarapan ya?" tanya Albar, Karin hanya mengangguk.
Albar berdecih kesal, "Lo ngasih sarapan ke gue sedangkan lo sendiri belum makan Rin? Gila lo."
Karin tersentak kaget begitu pun Syanaz.
"HEH! LO YANG GILA YA!"
"LO YANG GAK PERNAH NGERTI PRASAAN KARIN!" sergah Syanaz kesel karna Albar berani membentak Karin.
"SYA UDAH!"
"Apaan sih kamu!" Syanaz mengepalkan tangannya.
"Rin kamu nyerah sekarang ya Rin, kamu gak pantes dapetin cowo yang gak efort sama sekali sama kamu."
Karin menghela nafasnya, "Sya, tinggalin aku sama Albar ya. Aku mau ngomong berdua, nanti pasti aku ceritain," kata Karin, tak tega melihat wajah Karin yang memohon Syanaz tersenyum, ia percaya Karin tidak se Childs itu dalam berpikir, ia pergi dan menaruh bubur itu dimeja.
Albar menatap wajah Karin yang memucat.
"Al, jangan dengerin omongan Syanaz ya, dia cuman emosi. Aku gak papa kok, kayanya mau datang bulan jadi reaksi tubuhku gini. Maaf ngerepotin kamu tadi." ucap Karin.
Albar mengalihkan pandangannya, ia tak menjawab perkataan Karin sama sekali. Ia malah mengambil bubur tadi dan ia tiriskan ke mangkuk.
"Makan,"
"Biar gue yang suapin, tubuh lo masih lemes." Karin hanya mengangguk.
Albar menatap wajah Karin dengan penuh perasaan khawatir.
"Kenapa tadi gak sarapan?"
"Kan tadi udah bilang, bangunnya kesiangan," jawab Karin cepat.
"Kenapa gak bawa bekal dari rumah?"
"Kan udah bawa tapi buat kamu, kalau bawa dua berat."
Albar berdecak, ia kesal dengan Karin tentu saja. Albar saja tidak pernah mempedulikan dirinya sendiri. Karin malah jauh lebih peduli dengannya dibanding dengan dirinya sendiri.
"Se sayang apa sih lo sama gue Rin?" Karin langsung bungkam, perasaanya tiba-tiba kacau dan hatinya entah kenapa rasanya sakit.
"Gak tahu, yang aku tahu. Kamu gak akan pernah sayang sama aku Al."