jealous

3 0 0
                                    

Karin dan Syanaz sudah berada di dalam bus untuk pergi ke sekolahnya, keadaan mereka sedang panik karna sebentar lagi bel masuk takut telat dan di ceramahi guru-guru terkiler disekolahnya.

Bis sudah sampai ketika lima menit lagi bel masuk, sendari tadi, sepanjang koridor sekolah Karin tak henti-hentinya mengaca, merapihkan poninya dengan kedua tangannya.

"Iya tau lagi seneng, tapi jangan sepanjang kaca sekolah juga Rin. Nanti kita yang ada telat masuk kelas," ujar Syanaz.

Karin tersenyum, "Hehehe... Maaf Sya."

Karin sudah menceritakan semuanya pada Syanaz tentu saja, momen ini juga yang amat Syanaz nantikan karna ini adalah satu-satunya cara yang paling tidak membuat Karin senang lagi.

"Bentar lagi pembagian rapot Rin, aku malah khawatir Ayah sama Ibu datang atau tidak," ujar Syanaz lirih.

"Kita tuh, sama-sama manusia paling gak beruntung ya Sya. Ayah sama Ibu aku pergi ninggalin aku sendiri, kamu juga sama."

Syanaz tersenyum getir, "Dulu aku sempet berpikir seperti itu juga Rin, tapi semenjak ada kamu rasanya semua rasa sepi aku itu hilang karna ada kamu Karin."

Karin merangkul Syanaz, "Aku janji kalau kita itu akan sama-sama terus!"

"Aku juga!"

Ya, Syanaz ditinggal cerai oleh kedua orangtuanya ia tinggal bersama nenek dan kakeknya. Mereka memang sama-sama kehilangan harta yang paling berharga, tapi mereka tidak akan menyerah begitu saja.

"Albar Rin!" kata Syanaz ketika ingin masuk ke kelasnya, ia melihat Albar yang sedang berjalan sendiri.

Karin langsung menghampirinya tanpa berbicara apapun, bel masuk tersisa tiga menit lagi.

"Albar!"

Albar langsung menoleh seolah tahu kalau itu adalah suara Karin.

Karin tersenyum, "Aku tuh harus banyak-banyak berterimakasih sama yang diatas, pagi-pagi udah ketemu sama mahluk ciptaannya yang begitu sempurna," ujar Karin dramatis, Albar hanya memutar bola matanya malas.

"Ngapain sih lo?"

"Al maaf, sarapan kamu ketinggalan di meja makan, lupa aku masukin tas karna Syanaz tadi keburu nyamper aku. Takut kalau bus nya keburu pergi," kata Karin.

Albar menghela nafasnya kasar, "Kenapa gak minta anter sama cowo lo?"

Karin sontak mengerutkan halisnya.
"Cowo aku? Siapa?" Karin membungkam mulutnya dramatis, "KAMU?!"

Albar lagi-lagi memutar bola matanya malas.
"Tingkat kepedean lo itu mulai bertambah ya, males gue." kata Albar yang sudah muak dengan embel-embel Karin.

"Cowo siapa?"

Albar mungkam, enggan menjawab pertanyaan dari Karin.

"Al?"

"Cowo yang kemarin sama lo di stasiun, kaliatannya seneng banget, muka lo sampe merah terus rambut lo diacak-acak kaya di drama-drama."

Karin melihat jelas raut muka Albar yang terlihat kesal dan marah, lantas Karin tersenyum.

"Cemburu bilang," Albar melotot ke arah Karin.

"Gila aja gue cemburu sama lo, itu siapa lo sih hah?"

Karin tersenyum lagi, "Temen jauh kebetulan lagi maen di Bandung, jadi aku samperin deh."

"Temen? Cowo?" Albar langsung menyela.

"Al kenapa si? Kalau cemburu bilang dong gak usah bertele-tele gini, cape ngomong tau gak," lirik Karin.

"Ko lo yang ngegas sih?!"

Karin mengerucutkan bibirnya, "Kalau ngeliat cewe sama cowo lain itu ada rasa kesal itu artinya cemburu Al, aku perlu ngomong ini si takutnya kamu gak peka karna kan kamu belum punya cewe satu pun."

Albar memutar bola matanya malas dan langsung pergi dari hadapan Karin tanpa berbicara apapun.
___________
________

Bel berbunyi, kelas Karin kebetulan mungkin akan terlambat lima menit untuk pulang karna ada tugas mendadak yang harus selesai esok.

Lima menit berlalu, Karin dan Syanaz keluar dari kelas dan didepan kelas Karin Albar berdiri dengan raut wajah yang kesal.

"Nunggu siapa?" tanya Karin.

"Lo."

"Hah kenapa?"

"Sya lo boleh duluan pulang nanti Karin gue anter," Kata Albar membuat Karin dan Syanaz kaget.

"Duluan aja Sya, aku mau pacaran dulu." ujar Karin dramatis membuat Albar berdecak.

"Kenapa?"

"Bantuin gue cari kado buat Mama, besok ulang tahun. Tadinya si mau minta anter Lola, tapi takut ada yang ngomel-ngomel gak jelas bikin kuping gue sakit," jelas Albar, Karin hanya tersenyum menanggapinya, jantung Karin kini sudah tidak aman lagi.

"Oh sama Lola, kenapa gak sama dia aja, dia kan paling..." Albar langsung membungkam mulut Karin dengan tangannya.

"Gue gak mau lo cemburu, jelas?" Karin membeku ditempat, ia merasakan kupu-kupu yang berterbangan di jantungnya.

Mereka sampai diparkiran sekolah yang tak jauh dari sekolahnya, Albar pertama kali membonceng perempuan selain Mamanya itu dimotornya sendiri, entah dorongan dari mana tapi Albar mau Karin menjadi yang pertama.

Setelah satu jam mencari barang yang dinginkan akhirnya ketemu, sepanjang perjalanan pulang kerumah Karin mereka hanya diam saja tanpa memulai percakapan.

Mereka sampai tepat di gerbang rumah Tante Arum, Karin turun disusul dengan Albar.

"Ibu lo mana? mau minta maaf karena nganterin anaknya ke sorean," ujar Albar.

Karin menghela nafasnya, lalu berkata.
"Ayah sama ibu udah pergi ninggalin aku sejak kecil Al, aku kebetulan tinggal sama Tanteku dia lagi gak ada dirumah hehehe..."

Albar tercengang hebat, hatinya ikut teriiris mendengar perkataan Karin.

"Karin maaf," lirih Albar.

Karin tersenyum, "Gak papa, aku belum sempet cerita ke kamu."

"Karin lo bilang kan, lo sering telat buatin gue sarapan karna takut ketinggalan bus? Mulai besok gue jemput ya, biar dapet makan gratis," kata Albar sambil tersenyum jahil.

Karin mendekat, membuat jantung Albar berdetak lebih kencang dari sebelumnya.

"Ini senyum buat aku ya?"

"Al, aku harap aku bisa ngeliat senyum kamu tiap kali kita ketemu, bosen liat muka kamu yang kaya batu itu."

Albar hanya diam tak berkutik, ia langsung naik ke motornya lalu berkata.
"Gue pamit Rin, titip salam buat Tente lo."

Karin tersenyum, "Gengsi banget jadi cowok."

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang