bulan baik

2 0 0
                                    

Pagi-pagi sekali bahkan matahari baru menampakan sinarnya, Albar sudah didepan gerbang rumah Karin.

Tok tok tok...

"Permisi."

Pintu terbuka langsung, Arum membukakan pintu rumahnya.

"Siapa ya?"

"Permisi Tante, saya temennya Karin. Kebetulan ada janji buat jemput Karin," ujar Albar sambil mencium tangan Arum dengan sopan.

Arum tersenyum, "Akbar ya?"

Albar langsung mengerutkan keningnya.
"Nama saya Albar Tente," jawabnya sambil tersenyum getir.

'Akbar? Siapa?' gumam Albar dalam hati.

Arum sontak memukul jidatnya.
"Aduh maaf ya," Albar mengangguk.

"Oiya, Karinnya masih tidur, biar Tente bangunin dulu ya. Kamu masuk dulu aja," kata Arum.

Albar mengangguk sopan, ia jalan dibelakang Arum dan langsung duduk di sofa ruang tamu.

Arum naik ke atas untuk membangunkan peri kecilnya, tak lama setelah menunggu Arum turun dan pamit untuk ke dapur menyiapkan sarapan.

Tak lama setelah Arum turun, perempuan berbadan mungil itu turun juga mengenakan piyamanya, Albar langsung tersenyum.

'u are so pretty Karin.'

Karin mengucek matanya, "Kok jemputnya pagi banget."

Dalam keadaan masih mengantuk, ia tak sadar akan penampilannya.

Albar berdiri, "Poni lo pada berdiri semua tuh." ejek Albar sambil terkekeh pelan.

Karin melolot langsung menutup poninya dengan tangan dia, dan langsung pergi untuk siap-siap.

Setelah tiga puluh menit menunggu Karin, akhirnya sudah siap. Ia membawa Tupperware yang tentu saja berisi nasi.

"Ayo." Albar berdiri.

"Tante lo mana?"

"Lagi mandi, tadi udah bilang kok mau pamit pergi." Albar hanya mengangguk saja.

Albar dan Karin sudah menaiki motornya, namun ketika motor itu digas oleh Albar, Albar langsung menarik tangan Karin untuk memeluk punggungnya bahkan tidak mengucapkan apapun. Jantung Karin rasanya ingin meledak saat itu juga, Karin tersenyum dan senyuman itu Albar lihat di kaca spion motornya setidaknya hari ini Albar berjanji untuk menebus kesalahannya yang lalu karna sudah menyakiti Karin dengan ucapannya.

Karin memeluk Albar juga kepalanya yang ia senderkan ke pundak Albar, rasanya seperti mimpi tapi ini adalah nyata. Karin merasakan bulan ini adalah bulan baik baginya.
____________
________

Awalnya Karin hanya berniat untuk main-main saja dengan Albar, dan Karin ingin mendekati Albar karna namanya hampir sama dengan orang yang ia suka selama ini yaitu Akbar. Namun, hari demi hari Karin sadar jika Albar tidak akan sama dengan Akbar, mereka berdua memperlakukan Karin berbeda dengan caranya masing-masing untuk membuat Karin senang.

Albar dan Karin sudah sampai disekolah, mereka berdua terlalu pagi datangnya hingga tidak ada satupun orang dikelas Albar ini adalah kesempatan Karin untuk lebih jauh dekat dengan Albar.

"Nih, di makan. Pasti kamu belum makan, lagian pagi banget jemputnya," ujar Karin sambil menyerahkan Tupperware nya, langsung diterima oleh Albar.

"Tadi kok lama didapur, ngapain?"

"Masak ini, nasi goreng," katanya sambil mengangkat halisnya sambil tersenyum.

Albar mencicipinya, wajahnya berubah drastis seolah ada yang aneh.

"Kenapa?" tanya Karin.

"Enggak, ini enak banget kok!" jawab Albar sambil mengacungkan jempolnya.

Karin langsung merebut Tupperware itu dan mencicipinya, ia langsung menyemburkan makanannya.

"Ini asin dibilang enak," kata Karin.

"Gak usah dimakan Al, buang aja takut kamu kenapa-kenapa," Albar langsung merebutnya.

"Gak! Ini enak kok, kebetulan emang gue suka yang asin-asin," ujarnya sambil tersenyum, tentu senyuman terpaksa.

Karin hanya tersenyum, ia berharap ia terus bisa melihat Albar tidak kaku seperti ini.

"Al, ada yang aneh sama kamu akhir-akhir ini. Kok gak jutek?" pertanyaan dari Karin membuat Albar membeku, ia belum siap mengatakannya sekarang, masih belum siap. Takut jika ia akan menyakiti Karin nanti.

"Jadi lo suka gue jutek?"

Karin menggeleng.

"Gue udah pusing lo marah-marah setiap pagi karna gue jutek, jadi emang lagi males jutek-jutek aja," Karin hanya mengangguk mengiyakan saja.

"Bukan karena udah sayang ya Al?"

"Gak papa kalau belum, i still waiting for u Al."

Albar langsung memalingkan wajahnya, tak sanggup menatap Karin dengan wajahnya yang serius.

'Tunggu ya Karin.'

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang