"Jadi topik hari ini tentang dia lagi?" Aku mendengus mendengar pertanyaan mengejek dari laki-laki dihadapanku.
"Bisa gak sih, lo itu stop judging and just listening all of my topic?" Dia terkekeh lalu meminum pesanannya. Menunjukkan kedua lesung pipinya yang selalu ku puji. Ia manis. Sangat.
"Al, lo tuh gak capek apa, kecewa terus karena terlalu berharap?" Ia memalingkan wajahnya. "Heran gue, kenapa semua cewe melankolis banget. Apa jangan-jangan cuma lo doang?"
"Eh kutu! Kok lo seenaknya gitu? Cewe mana yang dibaikin gak baper?"
"Lo doang."
"Ish!" Dan ending dari percakapan kami yaitu saling menjitak. Tak peduli bahwa kami sedang di gedung bioskop. "Theatre udah dibuka. Yuk," laki-laki ini pun menarik tanganku. Tidak. Bukan karena ia romantis. Namun lebih karena jalanku yang lama.
"An! Pelan-pelan sih." Omelku karena langkahnya yang terlalu cepat. Ia Farhan. Sahabat kecilku yang tak pernah bosan mendengar cerita tentangnya. Tentang bulan yang takkan pernah dapat digapai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buat Aku Lupa
Short Story"Kenapa lo berhenti saat gue pun belum mulai?" ×××××× "Rasanya sakit, An." Sakit itu tiba-tiba meluap tanpa permisi. Membuka seluruh luka yang bahkan sembuh pun tidak. "Dan saat tau sama-sama punya rasa, tapi kenyataannya gak bisa bersama. Sakitnya...