T W O : Ternyata Stroberi.

1K 70 22
                                    

"Gue kemarin masuk Klub Fotografi tau, An!" laki-laki dihadapanku ini hanya menganggukkan kepalanya, kemudian kembali terfokus pada layar ponselku.

"Farhan! Ish, dengerin, gue!" Farhan, sahabat kecilku ini dengan malas menoleh padaku. Menunggu kelanjutan ceritaku. "Jadi gue ketemu sama cowo, ih, ganteng banget, An!" Farhan mendengus, ia selalu tak suka bila aku memuji laki-laki lain dihadapannya.

"Gantengan gue, Al."

"Ih, An, gue itu gak bercanda! Namanya Rama."

"Oh, Farhan Ramadian?" tanyanya dengan menyantumkan nama lengkapnya. Aku mendengus kesal. Tingkat kepercayadirian dia memang sangat tinggi. "An, gue gak sebercanda itu, ya." Ancamku karena tingkahnya yang memuakkan.

"Oke, oke. Jadi apa keistimewaan laki-laki ini, sampe lo berani cerita tentang cowo ke gue." Aku mengangkat sebelah alisku. Apa-apaan dia!

"Matanya, senyumnya, hidungnya, tingkah dinginnya, dan oh, oh, gue tau! Dia juga sama nyebelinnya kayak elo!" Farhan memutar bolamatanya. "Lo selalu ngejelek-jelekin gue ya, Al. Gue itu—hmmph,"

Aku tertawa melihat wajah jeleknya saat telapak tanganku berhasil menutup mulut bawelnya. "Tapi temen baru gue, juga suka sama dia, An. Bahkan mungkin lebih dalam dari gue,"

Farhan berhasil membuka bekapan tanganku, "Lo yakin udah suka dia? Alah, paling lo cuma suka sesaat. Kalo udah ketemu cogan baru, pasti lupa sama si, siapa namanya tadi?"

"Rama." Jawabku singkat.

"Nah, iya Rama. Udah, lupain aja. Mending lo bantu gue, deh. Kimia gue kemarin jeblok."

"Dan udah gitu—"

"Al, mumpung belum terlalu jauh, mending gak usah dibawa perasaan. Temen baru lo juga suka sama dia, kan? Nah, mending pilih temen apa cowo?" aku terdiam lama. Kejadian dulu membuatku memikirkan semuanya.

"Al?"

"Iya, gue pilih temen." Jawabku. Yang bohong sepenuhnya. Farhan tersenyum tanpa melihatku.

Ia mengusap rambutku, "Itu baru sahabat gue."

Tapi gue gak mungkin ngalah terus kan, An?

***

"Yakin nih, kita hari ini pulang aja?" tanya Rama saat ia baru saja duduk di kursinya. Keterlambatan jam keluar kelasnya, membuat ia mau tak mau duduk di pojok ruangan. Tepat disebelah perempuan dengan rambut sebahu yang sedang menahan senyumnya, Alika.

"Hari ini gue masih harus ngurusin proposal buat proker baru kita. Baru besok gue kasih ke OSIS. Naufal, Fia, sama Mita juga bantu gue. Kalo gak ada kita, ya kalian mau gimana? Kalo mau survey tempat sih, gak apa-apa." Jelas Reuben yang membuat semuanya langsung membereskan barang-barang.

"Movie marathon aja, gimana? Gue bawa flashdisc isi film, nih. Mau?" tawar Alika.

"Boleh, tuh. Biar gak langsung pulang," Lista pun kembali duduk, di susul dengan Bima yang notabene pacarnya. "Gue balik aja, deh. Besok ulangan kimia, nih." Bagas pun pamit kepada Reuben serta yang lainnya. Disusul oleh Gitta, Kirana dan Rizki dengan alasan berbeda.

"Yaudah, kalo gitu kunci ruangan gue titip lo aja ya, Ram. Kalian berempat jangan kesorean disini," Rama mengacungkan jempolnya seraya menyambungkan flashdisc milik Alika pada laptopnya.

"Proyektor turunin, ya." Izin Bima saat hendak menurunkan layar proyektor.

"Film horror ada, Ram?"

Rama mengangguk, "Ada. Women In Black 2. Tertarik?" semuanya pun mengangguk, kecuali Alika yang sudah mulai panik sendiri. Film dimulai, dengan dimatikannya lampu oleh Lista terlebih dahulu.

"Kalo nonton film itu serius. Gak usah sambil pegang handphone." Sindir Rama yang membuat ketikan jari Alika berhenti. Ia melirik Rama yang masih asik menonton jalannya film.

Mampus, gue kan takut film horror. Farhan emang sial, nih. Masih aja, nyimpen file dia di flashdisc gue. Batin Alika geram.

"Yang tadi nyuruh nonton film siapa, ya?" bisik Rama tepat di telinga Alika. Membuatnya langsung memundurkan wajahnya beberapa senti. "Gue gak suka horror." Jawaban itu membuat Rama mendelik.

"Tapi lo punya filenya. Gimana, sih," Alika berdecak kesal dengan sifat menyebalkan Rama.

Dengan berani, Alika menatap mata tajam Rama yang wajahnya hanya beberapa senti dari milik Alika. "Lo nyebelin tau, gak." Desis Alika yang kemudian ikut menonton film itu. Saat tokoh hantu muncul, dengan teriakannya, Alika menyembunyikan wajahnya. Tepat di bahu Rama. Membuat keduanya tanpa sadar terdiam.

***

ALIKA'S.

Setelah mendengar jawaban Rama, bulu kudukku meremang. Horror?!

"Kalo nonton film itu serius. Gak usah sambil pegang handphone." Sindirnya yang membuat kegiatanku berhenti. Umpatan yang ku ketik untuk Farhan di LINE, belum sempat ku kirim. Ku lirik Rama yang masih saja asik menonton. Tanpa menoleh sedikitpun padaku.

Mampus, gue kan takut film horror. Farhan emang sial, nih. Masih aja, nyimpen file dia di flashdisc gue. Batinku geram.

"Yang tadi nyuruh nonton film siapa, ya?" bisik Rama tepat di telingaku. Membuatku langsung memundurkan wajah beberapa senti. Jantungku pun berulah. Membuat perutku makin terasa melilit. Berkat film dihadapanku dan wajah Rama yang tepat didepan wajahku.

"Gue gak suka horror." Jawaban itu membuat Rama mendelik.

"Tapi lo punya filenya. Gimana, sih," apa Rama semenyebalkan ini? Aku pun berdecak kesal sembari membenarkan posisi dudukku.

Dengan berani, ku tatap mata tajam Rama yang wajahnya hanya beberapa senti dari wajahku. "Lo nyebelin tau, gak." Desisku yang kemudian memberanikan diri menonton film itu. Saat tokoh hantu muncul, tanpa bisa ku tahan, aku pun berteriak dengan lantangnya. Aku pun terdiam, karena sadar bahwa wajahku tepat berada di bahu Rama.

"Duh, gak Lista, gak Alika, teriakannya mantep bener di telinga gue." Pernyataan dari Bima itu membuat ku langsung merubah posisi lagi. Tanpa berani mengangkat kepala, aku masih diam.

"Mumpung ada gue, nikmatin filmnya. Toh, bahu gue masih bisa lo jadiin tempat ngumpet," ucapannya sangat berefek besar bagi tubuhku. Jantung yang sudah tak terkendali membuatku bersumpah menahan tubuh agar tidak berbuat konyol.

"Apaan? Ada elo?" desisku menghilangkan rasa salah tingkah yang mulai datang.

"Ya, sama Lista dan Bima juga." Bisa banget ngelesnya. Batinku sebal yang masih mencoba untuk memberanikan diri menatap layar proyektor lebih lama.

TAPI,

HANTU ITU MUNCUL.

Yang membuat ruangan pun berisi teriakanku dan Lista. Sumpah gue gak kuat! Aku memejamkan mataku, yang dengan sadar bersembunyi dibalik bahu Rama. "Udah, udah. Ada gue," bisik Rama menenangkan. Dengan tangan yang mengenggam pergelangan tanganku. Dan mengusapnya perlahan.

"Gak usah takut lagi." Lanjutnya masih berbisik. Salah, Ram. Usapan tanganmu dan bisikanmu takkan pernah bisa menenangkanku. Justru membuat jantungku berpacu bak kuda di arena balap. Kedekatan kami membuatku takut akan ia yang mendengar detakkan ini.

"Rambut lo wangi, Al." Rama menempelkan pipinya di kepalaku. "Wangi kesukaan gue, stroberi."

Aku terdiam. Dengan sisa-sisa detakkan kencang jantungku, dan pipi merona dalam gelap.

Ternyata dia suka stroberi.

***


(A/N)


maaf baru post. setidaknya cuma seminggu waiting lah ya....

terimakasih buat respon positif untuk cerita abal ini!^^ ditunggu apresiasi dari kalian setelah membaca cerita ini dengan Vote, ataupun Comment. terimakasih lagi!<3


btw, ya, just info aja. besok gue UKK dan masih nyempetin update. /yha /bhay


salam,

jess.

Buat Aku LupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang