Shania melangkahkan kakinya dengan cepat ketika Rumah Sakit mendapat telepon terkait kecelakaan kerja di sebuah pabrik tekstil.
Dalam hitungan detik, Instalasi Gawat Darurat dipenuhi pasien dengan luka ringan atau bahkan yang paling parah sampai mengalami pendarahan.
Shania dengan kemeja putihnya yang khas segera menghampiri pasien-pasien itu, mengobati lukanya dengan cekatan, dan memberi arahan kepada para perawat agar melakukan tugasnya dengan benar.
"Tahan sementara supaya pasien tidak kehilangan banyak darah, kita akan lakukan operasi setelah mendapat izin dari keluarga pasien."
"Baik, dok."
Sore itu benar-benar sibuk, Shania beserta dokter bedah yang lain berusaha semaksimal mungkin untuk menangani pasien mereka.
Hingga ketika operasi selesai, wanita itu bersyukur karena pasien yang dia tangani bisa melewati masa kritis. Pintu ruang operasi terbuka, dan hal pertama yang menarik perhatiannya adalah keluarga pasien yang sedang terisak dengan seorang pria yang berkali-kali meminta maaf.
"Ini semua terjadi karena kelalaian kami, saya mewakili perusahaan memohon maaf sebesar-besarnya kepada bapak ibu sekalian. Kami berjanji akan menanggung segala biaya pengobatan karyawan kami secara keseluruhan. Kami juga akan memberi kompensasi yang setimpal kepada karyawan-karyawan kami. Sekali lagi, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kejadian ini."
"Jadi maksud bapak, masa depan anak kami sama nilainya dengan uang yang bapak berikan?! Anak kami tidak bisa berjalan pak! Dia tidak bisa bekerja lagi sekarang!"
Seorang ibu dengan rambut yang tak lagi hitam itu menangis histeris, suaminya terus berusaha menenangkannya dan memberi pengertian jika ini adalah musibah.
Setelah ibu itu tenang, keduanya pamit dan memohon maaf kepada keluarga pasien yang lain karena telah membuat keributan di rumah sakit.
"Jangan terlalu merasa bersalah, ibu tadi hanya butuh waktu untuk menerima keadaan."
Suara lembut itu mengalun, membuat Januarta yang tadinya menunduk kini menatap wanita yang tengah tersenyum manis itu lekat-lekat.
"Apa kabar, Arta?" Tanyanya.
Januarta merasa jantungnya berdegub sekeras genderang yang ditabuh, terlalu cepat seakan hendak lepas dari tempatnya.
Wanita itu, wanita yang selalu dia rindukan tiap malam, wanita yang meninggalkan sejuta tanya dan perasaan bersalah tanpa penjelasan, kini berdiri tepat di hadapannya.
"Shania?"
"Iya Arta, ini saya."
----- oOo -------
Malamnya, Abinaya sibuk berkutat dengan baju-baju yang dikeluarkan dari lemarinya. Satu persatu baju tersebut dia coba. Mulai dari style casual, boyfriend material, tuxedo hitam khas om-om ber-uang, sampai setelan detektif conan saran Kaivan.
"Abang mau kencan Van, bukan cosplay anime.. "
"Lohh justru itu! Sebagai wibu, kita harus menunjukkan jati diri kita bang. Wibu Pride!" Kata Kaivan dengan menggebu.
"Lagian lo itu cuma mau kenalan sama cewek bang, bukan ketemu Pak Jokowi apalagi Donald Trump. Jadi diri lo sendiri aja kali, biasanya juga kemana-mana pakai kemeja kotak-kotak." Tambah Abeelvan.
"Gue takut dia ilfeel, Bel."
"Gak bakal. Kecuali lo mau pura-pura pacaran sama Wawan kayak Tian, nahh dijamin tuh cewek langsung mundur."
"Itu sih beda kasus! Bang Abin mau kencan, gue begitu buat nolak cewek secara halus."
"Halah, bilang aja lo emang menyimpang! Cowok waras mana yang belum pernah punya pacar di umur lo yang sekarang ini coba?"
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Naratama's
Fanfiction❞ Papa mungkin gak pernah bilang ini secara langsung, tapi papa beneran sayang sampai ke tahap stress ngadepin kalian berlima. ❞ - All About Naratama's | 2022 *** Start : 7 Februari 2022 Finish : -