Sebelum Bianca benar-benar berangkat ke Jerman, cewek itu sempat mengajak Tian bertemu sebentar di Alun-alun kota.
Duduk lesehan ditemani secangkir wedang ronde dan juga sundukan khas angkringan pinggir jalan adalah salah satu Wishlist Bianca sejak pertama kali tiba di kota ini.
Dan malam itu akhirnya terwujud, Bianca jadi bahagia berkali-kali lipat karena ada Tian yang dengan sukarela menemaninya. Meski laki-laki itu terlihat sibuk dengan laptopnya, tapi dia tetap mendengarkan apapun yang Bianca ceritakan.
"Aku beneran ngeblank pas tau ternyata aku lolos, padahal waktu itu niatnya cuma mau menghindar dari praktek nembang soalnya aku nggak bisa nembang."
"Tapi ya nggak apa-apa sih, kalau aku nggak ikut akselerasi, mungkin aku udah disuruh pindah ke Jerman sebelum kuliah. Dan mungkin aku nggak akan pernah kenal Kak Tian sampai sekarang."
Tian beralih menatap Bianca yang menunduk memainkan tutup gelas.
"Kakak tau nggak, alasan awal aku pindah kesini beberapa tahun lalu?"
Hening selama beberapa saat, sampai akhirnya Tian memberanikan diri untuk bertanya.
"Kenapa?"
"Kata Mama, aku punya saudara kembar. Namanya Ken. Nggak banyak yang mama ingat tentang dia selain tanda lahir di leher kananya. Karena dia hilang sewaktu kami masih sangat kecil."
" ... "
"Di sini, di Alun-alun ini. Mama masih sangat menyesal atas hilangnya Ken, makanya kita menetap disini, dengan harapan Ken bisa ditemukan meski kemungkinnya kecil. Tapi sampai sekarang pun Ken belum kembali, entah dia diadopsi orang atau dititipkan di panti Asuhan. Atau mungkin meninggal karena kelaparan."
"... Sorry to hear that."
"It's okay. Maaf, gara-gara aku suasananya jadi gini. Ayo pulang sekarang kak, udah malam. Cangkir aku juga udah abis dari tadi."
Malam itu mungkin jadi kali terakhir mereka bertemu. Banyak hal yang mengganggu pikiran Tian di sepanjang jalan setapak yang dia lewati. Sampai keduanya akhirnya berhenti.
"Sampai sini aja kak, rumahku udah kelihatan."
"Kenapa nggak sekalian sampai rumah?"
"Supaya aku nggak semakin berat buat ninggalin kakak. Untuk besok juga, tolong jangan susulin aku ke bandara."
" ... "
"Tapi ya nggak mungkin juga sih, haha. Sampai jumpa lagi, Aditian. Makasih udah mau temenan sama aku yang cerewet ini. Dan makasih udah jadi penyemangatku selama beberapa bulan terakhir. Sampai jumpa, semoga kamu bahagia dengan dia!"
Senyum itu, mungkin akan menjadi senyum favorit Tian yang nggak akan pernah mau dia lupakan. Dan Tian nggak mau menyesal, karena sekarang adalah kesempatan terakhirnya untuk jujur perihal perasaannya.
Masih belum terlambat untuk mengatakan semuanya pada Bianca, maka saat cewek itu berbalik, Tian langsung memanggil namanya.
"Bianca!"
Tian meraih tangan itu, memaksanya untuk kembali berbalik menghadapnya. Dengan jarak sedekat itu, keduanya seakan dapat mendengar debaran masing-masing di tengah sepinya malam.
"Kak?"
"Gue berbohong."
"Soal, apa?"
"Soal gue yang udah punya pacar, gue berbohong. Gue normal, sama seperti laki-laki pada umumnya. Dan lo harus tanggung jawab, karena lo secantik ini disaat lo bilang ini adalah pertemuan terakhir kita. Lo siapa sampai berani bikin hati gue berantakan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Naratama's
Fiksi Penggemar❞ Papa mungkin gak pernah bilang ini secara langsung, tapi papa beneran sayang sampai ke tahap stress ngadepin kalian berlima. ❞ - All About Naratama's | 2022 *** Start : 7 Februari 2022 Finish : -