Happy reading-!♡
Disisi lain.
Di sebelah utara Kekaisaran Rhyster.
Aura gelap mendominasi di dalam sebuah kastil besar tersembunyi di tengah hutan tak jauh dari rawa yang disebut-sebut sebagai rawa kematian.
"Rencana kita gagal tuanku."
Seseorang yang duduk di singgasana memfokuskan dirinya mendengarkan laporan dari bawahannya.
"Yang mana?" tanyanya.
"Rencana tuan yang mengambil keluarga Count Livocs sebagai bawahan tuan, untuk menghasut para bangsawan lainnya agar terjadi kekacauan di dalam kekuasaan Kekaisaran."
"APA?! Sialan itu! Apa yang dia lakukan selama ini!" Sang pemimpin memukul kursi singgasananya, terlihat sangat marah.
Asmodeus.
Padahal dia sudah yakin dengan rencananya untuk menghancurkan Kekaisaran lebih dulu dari dalam, dengan menjadikan salah satu bangsawan di Kekaisaran itu sebagai bawahannya.
Membuat Kekaisaran sibuk, lalu menyiapkan pasukan demon miliknya untuk menyerang secara mendadak terdengar sangat menyenangkan membuat orang-orang menjerit meminta pertolongan.
Tapi, sekarang, rencananya itu gagal?
Asmodeus tidak dapat menyembunyikan ekspresi kekesalannya.
"Y-ya tuanku. Bawahan yang baru anda angkat itu tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya, lalu mereka dibunuh karena ketahuan melakukan perdagangan manusia."
"Sial! Kalau begitu, pasokan manusia untuk makanan kita hilang begitu saja!" marah Asmodeus.
"Y-ya tuanku." bawahan itu meringkuk ketakutan menghadapi amarah tuannya.
Tiba-tiba, terdengar langkah kaki memasuki aula kastil.
Itu beelzebub.
"Siapa? Kali ini siapa yang lagi-lagi mengganggu rencana kita?" sahut Beelzebub.
"Dari yang saya dengar, itu adalah anak perempuan Duke Legter De'Xavier yang masih berusia 12 tahun, tuanku."
Perlahan tubuh bawahan itu terangkat tinggi, dalam keadaan melayang tubuh bawahan tersebut patah satu persatu, mulai dari pergelangan kaki, lutut, tangan, bahu.
"Uhuk!" bawahan itu memuntahkan banyak darah dari mulutnya.
"T-tolong tuanku ... "
"Sudahlah Asmodeus, tenangkan dirimu, dengarkan lebih lanjut penjelasan bawahanmu." ujar Beelzebub.
SET!
BRAKK!
Asmodeus menurunkan tangannya, dan bawahan itu langsung terjatuh diatas lantai marmer dengan kencang.
"Kau bercanda?! bagaimana bisa anak perempuan berusia 12 tahun melakukan itu?!"
"S-saya tidak berbohong tuanku. D-dari yang saya dengar m-memang begitu adanya."
Beelzebub mengusap-usap dagunya, "Sepertinya bawahanmu tidak berbohong. Hmm ini menarik bahwa fakta anak perempuan berusia 12 tahun itu berhasil menggagalkan rencana kita. Anak itu pasti bukan anak biasa." ucapnya.
Asmodeus membuang napas kasar, "Berapa lama sampai persiapannya selesai?"
"S-semua akan segera s-selesai tuanku."
"Kutanya, berapa waktu yang dibutuhkan?"
"I-itu sekitar 4 bulan tuanku."
"Selesaikan semua persiapan dalam waktu sebulan." putus Asmodeus.
Beelzebub menoleh tak setuju, "Hei, bukankah lebih baik menghabiskan waktu sedikit lebih banyak lagi? Bagaimanapun juga kita tidak terlihat seperti pihak yang akan kalah dalam perang ini."
Bukannya mendengarkan perkataan Beelzebub, Asmodeus justru tersenyum miring sambil menjilat bibirnya, "Aku ingin secepatnya menghabisi para manusia itu."
Melihat itu, Beelzebub hanya bisa memutar bola mata malas. Jika Nafsu membunuh saudaranya sudah timbul seperti itu, tidak akan bisa dihentikan. Yah lagipula dia juga tidak berniat menghentikannya sih.
Dia selalu menginginkan lebih dan lebih, tanpa pernah merasa puas. Jadi ini merupakan hal yang baik. Beelzebub juga tak sabar untuk mempermainkan para manusia-manusia rendahan itu.
"Segera bersiap, dan beritahu kepada saudara-saudaraku yang lainnya agar bersiap juga." titah Asmodeus.
"Saya mengerti tuanku."
•••
"Aku rindu sekali dengan adikku ini." Ravano memeluk erat tubuh Alsyena dan mengecup pipinya berkali-kali.
Sedangkan Ravino menepuk-nepuk kepala Alsyena dengan lembut dari samping.
"Kak ... berhentilah. Sudah daritadi kakak melakukan ini padaku." dengus Alsyena sebal.
Ravano menunduk, ekspresinya sepertinya anak anjing penurut yang kehilangan induknya, "Habisnya, kamu jarang sekali di mansion beberapa waktu ini. Kami berdua kan merindukanmu. Iya kan, Vino?"
Ravino mengangguk, "Ya. Dan apa itu yang kita dengar? Si kecil ini memiliki sihir berelemen cahaya? Bisa-bisanya kau merahasiakan itu dari kita semua." ucapnya tak percaya.
Mendengar ucapan Ravino alias Axel itu membuat hati Alsyena sedikit tersentil. Ia merasa bersalah karena semenjak memasuki dunia baru ini bersama, Alsyena sudah terlalu banyak menyembunyikan rahasia darinya.
Padahal sebagai sesama jiwa yang datang dari dunia lain, harusnya ia dan Ravino saling menggantungkan hidupnya satu sama lain, saling bekerjasama dan tak ada rahasia diantara mereka.
Sejak awal Alsyena sudah memulai langkah yang salah dengan mencoba menangani semua hal sendirian.
"Permisi, maaf menggangu Tuan dan Nona muda. Tuan muda Ravano dipanggil oleh Tuan besar ke ruangannya."
Lamunan Alsyena buyar kala mendengar seorang pelayan yang masuk dan menyampaikan perintah dari Ayahnya.
Raut wajah Ravano langsung berubah sendu, "Ah, baiklah. Sepertinya Ayah akan mengomeliku karena aku tidak menghadiri kelas berpedang hari ini."
"Sampai nanti adikku. Vino, tolong jaga adikku ini." Ravano mengusap rambut Alsyena setelah itu pergi meninggalkan ruangan.
Ravino mendengus, "Dia juga adikku." gumamnya pelan.
Alsyena menghela napas lega melihat keadaan kamarnya yang sudah sepi tanpa ada siapapun, hanya dirinya dan Ravino.
Mungkin ini sudah waktunya untuk dia menjelaskan semua hal yang dia tahu tentang dunia ini ke seseorang yang sekarang menjadi kakaknya itu.
"Axel, ada yang ingin kubicarakan." ucap Alsyena.
Segera mata Ravino membola,
Axel.
Nama yang sudah lama tidak pernah dia dengar keluar dari mulut Alsyena.
Ia memperbaiki duduknya, dan dengan serius siap mendengarkan apa yang ingin disampaikan Alsyena.
"Akan kudengarkan."
.
.
.
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Dimension
FantasyKetika aku membuka mata, aku berada di dalam sebuah novel. [My Love Never Gone] [My Love Never Gone] adalah sebuah novel fantasi-romantis yang berfokus pada kisah cinta gadis dari kasta rendah yang lemah lembut dan baik hati yang mengumpulkan para p...