TWENTY-FOUR

21.1K 3.8K 132
                                    

Happy reading-!♡

Saat tiba di mansion, lebih tepatnya di kamarku, aku mengerjap kaget saat melihat ada banyak orang di dalam.

Mereka juga terkejut saat melihat aku yang tiba-tiba muncul.

"A-adik Syena!" Teriak Ravano lalu menghambur ke dalam pelukanku.

Aku mengerjap, masih bingung juga linglung dengan apa yang sedang terjadi.

Disana, ada Ayah, kakak pertama, dan Ravino alias Axel, mereka semua menatapku tajam.

Sedangkan di sisi lain ada Para pelayan dan juga pelayan pribadiku Marry, yang menangis dan menatapku khawatir.

Aku jadi merasa bersalah padanya, pasti ia dituduh tidak bisa melayaniku dengan baik karena menghilangnya diriku.

Aku juga tak menyangka akan menghabiskan waktu yang lama untuk menyelesaikan misi, terhitung sudah dua minggu aku meninggalkan mansion.

Betapa tersiksanya Marry saat tau aku pergi namun tak kunjung pulang, karena tak mungkin bisa menyembunyikan perihal ketidak hadiranku selama dua minggu di mansion. Sudah pasti aku ketahuan.

Aku mendorong pelan tubuh Ravano, "Hati-hati, Kakak membuat Leon terhimpit," ucapku.

Bukan tanpa alasan aku seperti itu, itu karena Ravano memelukku terlalu erat, membuat Leon yang ada di dekapanku terhimpit sesak.

Perhatian yang lain langsung beralih kearah bayi singa di pelukanku.

Hah ... rasanya seperti de javu.

"Singa?!" Teriak Ravano terkejut.

Aku menghela napas lelah, "Kak Vano terlalu berisik tahu."

Benar! Kakaknya Syena berisik sekali!

Sahut Leon, membuat semuanya kembali terkejut.

"S-syena ... hewan itu berbicara!" Sentak Ravano.

Aku mengangguk, "iya dong, Leon kan pintar, sama sepertiku~"

de javu part 2.

Mataku bertemu dengan tatapan Ayahku, mulutnya terlihat terbuka lalu dengan cepat menutup lagi, begitu terus berulang-ulang.

Sepertinya dia mencoba berbicara kepadaku, tapi sampai sekarang juga kami belum memulai pembicaraan.

"Alsyena."

Akhirnya, suara itu keluar dari mulut Ayahku. Dia berjalan mendekat dan berdiri tepat di depanku.

"Ayah, bisakah kau berjongkok?" Pintaku, karena aku lelah menjulurkan leherku sejauh mungkin untuk melakukan kontak mata dengannya, dia terlalu tinggi.

Ayahku berdehem singkat, lalu mengikuti permintaanku untuk berjongkok di depanku.

"Kemana kamu pergi selama dua minggu?" Tanya Ayah, wajahnya terlihat marah namun juga terlihat sedikit kekhawatiran.

Aku tertawa dalam hati. Kemana perginya Duke Legter De'Xavier yang galak dan dingin padaku?

Apakah karena perubahan sifat dan perilaku ku, Duke Legter De'Xavier yang semula mengabaikanku dan tak menganggapku ada, berubah menjadi seperti ini?

Kalau begitu, mari kita begini seterusnya! Aku akan membuat seluruh keluarga Duke Xavier yang semula mengabaikanku menjadi menyayangiku.

Mari kita buat Duke Legter De'Xavier yang sedingin es, meleleh dan luluh lantak dengan keimutanku, semangat!

"Emm aku akan beritahu Ayah, tapi ... jangan marah ya?" Ucapku sembari memberikan puppy eyes, dan tatapan polos yang mematikan.

Ayo, luluh lah dengan keimutanku ini!

Ayahku tersentak, lalu kembali berdehem, "Y-ya, beritahu."

Apakah itu berhasil? Baiklah mari kita lanjutkan.

"Tapi ini Rahasia! Semua harus keluar, kecuali Ayah, Kak Cassian, Kak Vano dan Kak Vino."

Ayahku menatap tajam para pelayan, membuat para pelayan tersebut tertunduk takut dan berbondong-bondong keluar dari kamarku.

Aku menggeleng pelan, ada-ada saja tingkahnya.

Apa Leon boleh tetap disini?

"Tentu! Leon harus tetap bersama Syena!" Ucapku, sambil memeluk Leon erat di dekapanku.

Bukan tanpa alasan aku selalu memeluknya seperti ini, itu semua karena bulu Leon yang halus dan empuk, aku seperti memeluk boneka.

Ayah, Kak Cassian, Kak Vano dan Kak Vino mengarahkan perhatian sepenuhnya padaku.

Aku tidak tau apa yang mereka pikirkan, tapi aku sedikit salah tingkah sebenarnya, bagaimana tidak? Jiwaku adalah wanita dewasa berumur 24 tahun, dan mereka semua yang menatapku adalah para makhluk tampan. Apalagi ayah Syena yang masih terlihat muda, namun sudah memiliki anak empat, sudah seperti sugar daddy.

Aku menggeleng, untuk menghapus imajinasi nakal itu.

'Ingat Less! Sekarang itu Ayah lo!'

"Oke, sekarang beritahu," ucap Ayahku dengan nada perintah.

Aku menatap matanya, "Apa Ayah tahu kelompok organisasi rahasia bernama Shadow?"

Ayahku diam sejenak, seperti mencoba mengingat sesuatu, "ya, Ayah seperti pernah mendengarnya."

"Kelompok terkenal itu? Kelompok yang memberantas kejahatan, namun menutup rapat identitas para anggotanya?" Sahut Cassian.

Aku mengangguk, "ya Kak."

"Lalu apa hubungannya dengan kelompok Shadow dan menghilangnya dirimu selama dua minggu?" Kali ini Ravino alias Axel yang bersuara, suaranya terdengar menahan amarah dan juga khawatir.

Aku merinding sesaat, jujur saja, marahnya Axel itu lebih menyeramkan di bandingkan dengan seluruh hal yang pernah aku hadapi.

"A-ah itu, aku menjadi anggota Shadow," ucapku sambil menunduk, tak berani menatap mata Ravino.

"APAA?!" teriak keempat lelaki berbeda usia itu.

.
.
.
Bersambung...




















Another DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang