3- Mbak Yuni

115 10 2
                                    

Ini hari MPLS ke-2. Tetapi pagi ini berbeda seperti pagi biasanya. Seluruh penjuru pesantren dibuat gempar oleh berita ada satu santriwati mati bunuh diri dengan meminum obat Antimo satu tablet sekaligus.

Zahro semakin dibuat shock ketika mengetahui yang bunuh diri itu adalah gadis malang korban bullying yang ia temui kemarin.  Dia semakin dihantui rasa bersalah. Kalau dia kemarin menolong gadis itu mungkin gadis itu sekarang masih bernafas, kalau kemarin dia melaporkan kasus itu mungkin saja gadis itu memiliki semangat hidup walau kecil. Zahro merasa dirinya jahat dengan menutup mulut.

Dia sangat tau apa yang sedang dirasakan oleh gadis malang itu. Tertekan, sedih, marah, kecewa, merasa dunia tidak adil padanya. Itu semua pernah ia rasakan, bahkan Zahro juga perna memiliki pemikiran buat mengakhiri hidupnya, tapi beruntungnya dia memiliki sifat pemalas. Karena sifatnya itu, dia jadi malas buat bunuh diri.

Zahro menatap nanar kamar mandi menjadi tempat merenggang nyawa gadis itu. Gadis yang tidak Zahro ketahui namanya.

"Zahr jangan melamun, nanti kesambet lho." Hasya mengguncangkan bahu Zahro pelan.

Zahro tidak memperdulikan ucapan Hasya. Dia masih menyalakan dirinya atas meninggalnya gadis itu. Kalau dirinya berani buat speak up, kejadian ini tidak bakal terjadi. Bahkan sampai gadis itu meninggal saja, Zahro masih takut buat buka mulut.

"Maafkan aku Mbak. Aku tidak punya nyali buat ngomong ke semua orang, tidak punya nyali buat nolong Mbak kemarin. Sepurane Mbak."

Elvina menarik Zahro untuk meningkatkan tempat itu. Disusul oleh teman-temannya yang lain. Elvina merasa ada yang tidak beres dengan Zahro. Tatapan Zahro tidak seperti biasa, tatapannya seperti mengisyaratkan kesedihan dan kecewa.

Elvina membawa Zahro kembali ke kamar, padahal mereka hendak pergi ke sekolah.

Setelah mereka masuk kamar, Elvina mengunci pintu kamar.

"Ini ada apa toh?" Pertanyaan Friska tidak terjawab. Mereka lebih menunggu Elvina yang berbicara terlebih dahulu.

Elvina menatap Zahro intens. Zahro yang ditatap begitu langsung gugup. "Kamu kenapa menatap aku begitu El?"

"Jujur sama kita, sebenarnya apa yang kamu sembunyikan Zahro?"

Jantung Zahro berpacu cepat. Dia gugup harus menjawab apa, dia tidak pernah berpikir ia akan diinterogasi oleh temannya. Walaupun gugup, wajah Zahro masih terlihat tenang.

"Jujur aja Zah, kita tidak akan menyudutkan kamu kok. Bentar lagi kita berangkat sekolah, sebelum itu aku ingin kamu jujur," desak Elvina. Wajahnya begitu serius menatap gadis berkulit coklat sawo matang di depannya.

Apa dirinya jujur saja? Tapi Zahro takut jika nanti dia mendapat masalah dengan jujur. Namun juga dia tidak menyimpan masalah ini terlalu lama. Zahro pengen gadis itu mendapatkan keadilan.

"Semakin kamu cepet jujurnya, semakin cepet pula kita ke sekolah." Elvina semakin mendesak Zahro.

"Cepet napa Zahro, nanti kita telat!" Friska ikut mendesak Zahro.

Zahro semakin dibuat gugup. Jantungnya berdegup semakin kencang. Dia memejamkan mata, lalu menghembuskan nafas panjang. Bismillah.

"Kemarin aku lihat mbak itu di bully oleh kakak kelas."

Hening. Tidak ada yang bersuara, membiarkan Zahro melanjutkan bicaranya.

"Sebenarnya aku ingin nolong Mbak itu kemarin, tapi aku takut. Takut nanti malah aku yang jadi korban bully selanjutnya. Aku menduga bahwa mbak itu tertekan akibat Bullyan, dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya."

ZahroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang