O2 :: strange situation

55 8 0
                                    

Ketika Jiheon keluar dari kelas, dia dikejutkan oleh Jay yang sedang bersandar di depan kelasnya dan dia melipat tangannya di dada.

"Kak?" Jay menoleh.

Jay meraih tangan Jiheon dan membawanya ke parkiran bikin Jiheon kesusahan menyamakan langkahnya dengan langkah Jay.

"Kak, ngapain?" Tanya Jiheon heran.

"Ayo ikut kakak," ucap Jay datar.

"Tapi mobil ku gimana, kak?"

Jay menatap Jiheon kesal, "tinggal suruh orang apa susahnya, sih?!"

"Sekarang kamu ikut kakak. Kakak nggak terima penolakan apapun dari kamu," ucap Jay tegas.

Dia membukakan pintu mobil untuk Jiheon lalu menutupnya. Kemudian dia masuk dan melajukan mobilnya.

Jiheon memperhatikan kakaknya itu. Kenapa keliatan buru-buru, ya?

"Kak Jay kenapa tiba-tiba pengen aku ikut kakak pergi?" Tanya Jiheon heran.

Namun bukan jawaban yang dia dapatkan, melainkan raut wajah panik Jay. Baru kali ini dia melihat Jay begitu.

"Kakak kenapa keliatan panik gitu? Apa ada sesuatu yang terjadi?"

"Nggak, kamu nggak boleh ikut mereka. Jiheon, kamu nggak boleh dateng ke tempat itu." Gumam Jay berkali-kali yang tentunya bisa didengar Jiheon.

"Kakak kenapa, sih? Aku nggak boleh ikut siapa? Dan tempat itu? Tempat apa? Aku nggak ngerti apa maksud kakak."

"Kamu nggak usah banyak tanya. Yang penting sekarang kita pergi jauh dulu dari rumah dan sekolah. Kalo perlu kita nggak usah pulang, kita nginep di hotel aja." Jelas Jay.

Jiheon tentu saja heran, tapi dia nggak akan banyak tanya. Dia takut Jay marah karena dia bertanya. Jiheon memilih untuk diam saja dan berdoa dalam hati, semoga nggak ada hal buruk yang terjadi.

Semoga.


























































Mobil Jay berhenti di depan sebuah hotel yang terletak di dekat danau. Yang pastinya sangat jauh dari mereka tinggal.

"Ayo keluar." Jiheon pun menurut dengan Jay, dia mengikuti langkah Jay masuk ke dalam hotel tersebut.

Jay memesan satu kamar dengan dua kasur di dalamnya.

Begitu masuk ke dalam kamar, Jay langsung mengunci pintunya dan melempar tasnya ke sembarang arah.

Dia menghempaskan tubuhnya ke kasur lalu menghembuskan nafas berat.

Jiheon duduk di ujung kasur yang ditiduri Jay dan mengusap rambut kakaknya itu.

"Kakak kenapa? Cerita sama aku."

"Aku nggak tau kenapa kakak tadi panik banget dan tiba-tiba bawa aku kesini buat nginep. Ini semua terlalu tiba-tiba, aku mohon kakak jelasin ke aku."

Jay bangun dari tidurnya dan mencengkram kedua bahu Jiheon. Menatapnya tepat di matanya.

"Kamu tau? Papa Mama dan mereka bertiga bakalan bawa kamu ke tempat kakak dikurung dulu."

Seketika kedua mata Jiheon membola dan tubuhnya mulai gemetar.

"U-untuk a-apa? Kenapa a-aku dibawa kesana?" Tanya Jiheon, tanpa sadar dia menangis.

Jay menggigit bibir bawahnya frustasi lalu beralih memeluk Jiheon dan mengusap punggungnya lembut. Seperti yang dulu sering dia lakukan untuk menenangkan Jiheon.

"Kakak nggak tau, tapi kakak nggak akan biarkan kamu jadi kayak kakak. Kamu nggak boleh ngalamin itu, Jiheon."

"Kamu adalah harapan kakak supaya kita bisa bebas. Cuma kamu satu-satunya yang bisa ngelakuin itu."

Jiheon melonggarkan pelukannya, keningnya berkerut---nggak mengerti maksud ucapan Jay.
"Maksud kakak apa? Bebas? Harapan? Dan cuma aku satu-satunya?"

"Aku makin nggak ngerti apa yang kakak ceritain ini."

"Pokoknya kamu harus jaga diri kalo aku nggak ada. Jangan deket-deket mereka kalo aku nggak ada disana bareng kamu. Karena kalo aku nyuekin kamu, itu pasti bukan aku."

fami(lie)sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang