O3 :: in a dream

50 7 0
                                    

Semilir angin menerpa wajah Jiheon yang sedang duduk di tanah tepi danau seraya memeluk kedua lututnya.

Helaan nafas terdengar dari mulut Jiheon.

Jiheon melirik ke sebelah kirinya, dimana Jay menyodorkan makanan seafood kepadanya.

"Nih, makan." Kata Jay. Dia ikut duduk di samping Jiheon dan menggigit daging yang dibawanya.

"Suasana kayak gini...bikin aku betah." Kata Jiheon, "aku nggak mau pulang, tapi aku harus pulang."

Jay mengernyit tidak mengerti. Terserah Jiheon saja mau ngomong apa, yang penting dia makan.

Jiheon termenung, Jay mengguncang tubuhnya. "Hey, cepet habisin makanannya biar mandi." Kata Jay.

Jiheon menoleh ke Jay, "mandi?? Tapi aku kan nggak bawa baju ganti, kak."

"Aku bawa baju aku yang kekecilan, tapi mungkin kegedean di kamu." Jiheon mengangguk. Baiklah, daripada pakai seragam sekolah untuk tidur, kan? Rasanya nggak nyaman.

Selesai makan, Jay membayarnya kemudian mereka kembali ke kamar.

Setelah sampai di kamar, Jay memberikan kaos miliknya untuk Jiheon kenakan. Segera saja Jiheon pergi mandi.

"Kak, aku udah selesai." Kata Jiheon. Jay meletakkan ponselnya di nakas dan beranjak ke kamar mandi.

Saat Jay sudah selesai, dia menemukan Jiheon yang sudah tertidur pulas di kasurnya. Senyum tipis terukir di wajah rupawan milik Jay.

Jay mengusak rambutnya yang basah dengan handuk lalu meraih ponselnya dan membaringkan tubuhnya di kasur samping Jiheon.

Dia belum mengantuk, jadi dia mengutak-atik ponselnya. Membuka apapun disana padahal jam menunjukkan jam setengah satu dini hari.

Ketika dia sedang fokus, dia melirik Jiheon yang menggeliat dengan keringat bercucuran di pelipisnya.

Jay menghampirinya.

"Hey, kenapa?"

"Jangan! Jangan bunuh aku!" Seru Jiheon sambil menggelengkan kepalanya. Ah, Jay mengerti. Jiheon mimpi buruk.

Dia menepuk pipi Jiheon pelan guna membangunkan cewek itu hingga akhirnya dia membuka matanya dan duduk. Bahunya naik turun karena sesak nafas.

Tak lama, ia menangis sesenggukan.

Jay mengambil tangan Jiheon lalu mengelusnya dengan ibu jari miliknya.

"Udah, jangan nangis. Sekarang ceritain mimpi kamu."
















































































Sekelilingnya gelap. Dia tidak bisa melihat apa-apa, hanya tangan yang meraba-raba berharap bisa pergi dari kegelapan yang menyelimutinya.

Tak sengaja tangannya menyentuh sesuatu yang tajam yang menyebabkan tangannya terluka. Terdapat luka sobek disana---membuat Jiheon meringis.

Jiheon jelas tau apa yang dia sentuh barusan.

Ranting pohon yang tajam, yang sengaja ditancapkan di batang pohon. Entah apa gunanya.

"Jiheon~"

Panggilan yang membuat bulu kuduk Jiheon berdiri. Suaranya terdengar begitu lembut namun menyeramkan, seperti akan menikamnya dari belakang.

Sementara seseorang yang memanggilnya terkikik karena melihat Jiheon di depan sana yang sedang bergidik.

"Jiheon~ Jangan kabur lho~"

Suaranya semakin dekat. Jiheon was-was, dia berlari ke gudang di belakang rumahnya. Dia menutup pintu gudang dengan beberapa kursi yang ada disana.

Jiheon duduk di pojok gudang---dekat jendela. Dia duduk lalu memeluk kedua lututnya. Perlahan air matanya turun membasahi pipinya.

Sakit dan takut bercampur menjadi satu.

Pintu gudang didobrak dengan sekali dorongan membuat Jiheon terlonjak kaget.

Wanita itu---mamanya. Wendy, tengah tersenyum lebar dengan pisau daging di tangan kanannya.

"Ketemu kamu, Jiheon."

Wendy berlari menuju Jiheon. Membuat Jiheon spontan berteriak, "Jangan! Jangan bunuh aku!"

Setelah itu, semuanya gelap.










































maaf pendek.

fami(lie)sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang