3. Menghindar, Belajar, atau Tenggelam?

483 82 1
                                    

Prang!

Gadis kecil itu merapatkan tubuhnya ke dinding. Telinga nya ia tutup rapat-rapat. Tubuhnya menggigil. Ia ketakutan. Kedua orang tuanya tengah berselisih.

"Aku capek baru pulang kerja, dan kamu udah nuduh aku yang engga-engga?!"

Suara tegas kepala keluarga itu menggelegar hingga ke kamar gadis kecilnya.

"Tapi yang aku tuduhkan itu benar ada nya kan, Mas?!" sang Ibu membalas tak kalah tegasnya, tanpa tau satu-satunya anak mereka tengah ketakutan.

"Aku udah bilang dia rekan kerja aku! Kamu memang dari dulu selalu aja nyari masalah sama aku!"

Gadis kecil itu mulai menangis saat terdengar bunyi gelas pecah dari luar sana untuk kedua kalinya. Ini bukanlah yang pertama kali kedua orang tua nya bersitenggang. Hanya saja, baru kali ini mereka sampai merusak barang-barang dirumah. Dan itu sungguh membuat ia ketakutan.

Laras kecil ingin sekali melerai kedua nya, tapi ia teringat saat terakhir kali ia berusaha melerai kedua orang tuanya, ia berakhir di UGD karena tak sengaja mendapat kekerasan. Memori itu membuat nya takut setiap kedua orang tua nya mulai berselisih. Setiap itu terjadi, ia hanya dapat mengurung dirinya di kamar.

"Jadi mau kamu sekarang apa?!" teriak Papa nya dengan suara penuh penekanan.

Laras kecil mengangkat kepalanya. Tiba-tiba di luar hening untuk beberapa saat. Setelah Papa nya mengatakan itu, Mama nya belum menjawab apa-apa hingga satu menit berlalu.

"Aku mau pisah."

Lutut Laras melemah. Ia yang tadi berniat memeriksa keadaan diluar langsung jatuh dari pijakannya. Kedua orang tua nya akan berpisah? Bagaimana mungkin? Kenapa dua orang yang saling mencintai harus berpisah? Bagaimana Laras bisa melanjutkan hidup nya kalau begitu?

Tangis Laras pecah. Ia berlari keluar dari kamar nya. Ruang keluarga sudah di penuhi dengan pecahan kaca yang berserakan. Ia menatap kedua orang tua nya penuh kekecewaan.

"Kalian ga boleh pisah!!!" teriak nya.

Sang kepala keluarga menjadi orang pertama yang merespon. Ia berdecih, menatap istri dan anaknya bergantian.

"Silahkan rawat anak mu itu!"

Setelah mengatakan itu, sang Papa meninggalkan rumah dengan sebuah koper besar. Laras langsung berlari berusaha menghentikan Papa nya, tanpa memperdulikan pecahan kaca yang berserakan di lantai. Bahkan saat serpihan kaca itu mengenai kakinya ia tak peduli, ia harus menghentikan Papa nya.

"Papa jangan pergi!!"

Tangan kecil Laras langsung di tepisnya, membuat gadis kecil itu terjatuh pada pecahan kaca. Ia merintih kesakitan, kali ini bukan hanya telapak kakinya, tapi lengannya ikut terkena pecahan kaca. Tapi sang Papa tak peduli sama sekali, ia kembali melangkah meninggalkan rumah tanpa peduli dengan raungan Laras.

"PAPAAAAA!!!"

Laras terbangun dari mimpinya dengan keringat yang membasahi tubuhnya. Jantungnya berdebar. Keningnya di penuhi peluh.

Mimpi itu lagi, batinnya.

Di sekanya peluh yang berada di keningnya. Di pegangi nya jantungnya yang serasa akan meloncat keluar. Mimpi itu terus saja muncul tanpa ia duga. Itu adalah hari terakhir ia bertemu dengan Papa nya. Perpisahan itu masi tersimpan baik di memori nya. Ntahlah ia harus bersyukur atau tidak, hanya saja, karena memori buruk itu ia masi dapat mengingat dengan jelas wajah Papa nya.

Tunggal • njm [00L]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang