Chapter 9

133 20 10
                                    

Usai urusan di pura selesai, gue pulang ke penginapan dan langsung ke kamar. Setelah ganti piyama dan bersih-bersih muka, gue duduk di pinggir kasur sambil menonton kembali video yang sudah gue ambil tadi.

Gue puas sama hasilnya. Kalau bukan karena Arsan yang memberi tahu bagian mana saja yang perlu gue rekam, mungkin gue akan menghabiskan waktu sepanjang upacara, dan akhirnya akan repot sendiri untuk menyuntingnya.

Ah, ngomong-ngomong soal Arsan, malam ini rasanya dia agak berbeda. Lebih ramah dan mau banyak cerita, nggak kayak biasanya yang jutek. Bahkan, dia juga menawarkan diri buat nganterin gue ke Desa Trunyan besok. Mau diajak lihat sunrise pula.

Gue jadi senyum-senyum sendiri mengingat ajakan Arsan tadi.

Suara dering ponsel membuat kaget sampai agak terlonjak. Gue meraih kotak hitam yang tergeletak di kasur itu dan mendapati nama Kala di sana.

"Yo, wassup!" Gue merebahkan diri di atas ranjang.

"Kayaknya sibuk banget? Sampai chat gue dianggurin." Suara Kala melengking tinggi di seberang sana.

"He'em, gue seharian ini sibuk. Ke Pandawa sama liat upacara purnama," ujar gue sombong.

"Si anjir, malah main-main. Lo nggak kerja?"

"Hahaha, itu juga dalam rangka kerja, Nyi. Seharian gue nyariin orang yang ngadain Ngaben sampai ke Nusa Dua sama Uluwatu, tapi hasilnya zonk. Lo nggak pernah, kan, kerja nyariin orang mati?"

Kala tergelak keras di sana. Jelas saja dia sedang menertawakan nasib konyol yang sedang gue alami ini.

"Kalau di Jawa, sih, tinggal tongkrongin aja kuburan seharian. Di sini nggak bisa, anjir!"

"Hahaha, sabar, ya. Keliling Bali lo bisa-bisa buat nyariin upacara Ngaben doang. Soalnya setahu gue, orang yang meninggal di sana nggak selalu langsung di-Aben. Mereka kayak nyari hari baik dulu gitu buat bikin upacaranya."

"Nah, yang punya penginepan juga ngomong gitu tadi pagi. Kalau inget soal ini, yang kebayang selalu Pak Tio. Gue rasanya pengin cakar-cakar mukanya."

"Anggep aja liburan, Tar."

"Iya, Kal. Untungnya keluarga yang punya B&B ini baik banget. Tadi anaknya ngajakin gue ke Pandawa, sambil nyari, siapa tahu ketemu yang lagi Ngaben. Cakep banget, Kala, astagaaa."

"Siapa yang cakep?"

"Hah? Pantainya yang cakep."

"Oh, pantainya. Kirain anaknya juragan B&B yang cakep."

"Cewek, anjir!"

"Haha, ya, siapa tahu lo dapet gebetan di sana. Oh iya, Farel gimana? Ngomong apa dia sama lo selama lo di sana?"

"Kak Farel?"

"He'em"

Gue baru sadar, dia belum chat atau telepon gue selama gue di sini. Tadi gue sempat telepon juga, tapi nggak diangkat. Sampai sekarang, sekadar pertanyaan kenapa gue tadi telepon pun nggak ada.

"Jangan bilang kalau dia belum hubungin lo, ya, Tar?!"

Gue masih diam.

"Bener, kan, dugaan gue. Move on aja lo dari dia, nggak usah ngarepin dia lagi."

"Ck, apaan, sih, Kal?"

"Tar, lo jangan bego gini, dong, elah. Kalaupun Farel nggak hubungin lo sebagai temen atau cowok or whatever you name it, at least, harusnya dia hubungin lo sebagai atasan lo, kan? Dia nggak mau tahu perkembangan kerjaan lo di sana? Lo ke Bali karena tugas kantor, lho."

Best Part ✓ [Completed] - TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang