12

8 8 0
                                    

Happy Reading

Seorang anak lelaki terlihat berjalan ke arah kamar orang tuanya, melangkah dengan hati-hati agar tak terdengar, malam yang dingin menemani langakahnya yang kecil. Langkahnya terhenti saat orang yang berada di kamar orang tuanya itu berbicara.

"Buang aja anak itu." lelaki yang tak lain ayah dari anak lelaki tersebut mengatakan itu dengan tenang, seperti tak ada beban saat mengatakannya

"T-tapi mas, ini anak kamu juga, nggak bisa kita buang anak ini!" Ucap perempuan di samping lelaki itu

Ia adalah ibu dari lelaki kecil yang sekarang mendengarkan dan mengintip dari lubang kunci yang tak seberapa besarnya. Dan tak lain tak bukan ia adalah Arsen, kakak dari Vee. Dan sialnya anak yang berencana dibuang itu adalah Vee.

Arsen kecil yang saat itu umurnya 7 tahun, hanya bisa menutup mulutnya sendiri. Adiknya Vee,yang baru akan menginjak usia 2 tahun bulan depan. Memang untuk umurnya yang kecil itu tampak normal, namun Arsen kecil memang sedari kecil di didik keras oleh ayahnya, dan dibantu dewasa oleh keadaan.

Mengatupkan bibirnya, Arsen berlari menuju kamarnya. Menangis dan terisak kecil sambil meringkuk diatas dipan kasur.

"Jangan buang adik ayah.. bunda.., Arsen nggak mau adik Arsen menderita kayak Wisnu..." lirih Arsen

Bergerak pelan menuruni kasur, Arsen berjalan menuju kamar disebelahnya, kamar Vee. Membuka pintu pelan agar tak mengganggu sang adik yang terlelap di atas ranjangnya. Ia merasa hatinya sakit.

Dibuang

Kata yang seharusnya tak diketahui anak kecil seperti Arsen.

Ia tahu, karena salah satu teman sekolahnya yang bernama Wisnu. Ia bercerita di buang oleh kedua orang tuanya saat bayi, menelantarkannya, sampai ibu panti menemukan Wisnu. Wisnu dirawat dan mendapat kasih sayang, walaupun tak sebesar oleh orang tua kandung Wisnu tetap bersyukur akan hal itu. Ia tak ingin adiknya terluka.














Malam hari telah berlalu, mentari mulai menunjukan sinarnya yang terang, membuat penghuni rumah sederhana itu terbangun.

Arsen kecil menggeliatkan badannya, mendudukan diri sejenak untuk mencari nyawanya yang tersebar. Melirik ke arah jam ia langsung berjalan ke arah kamar mandi.

Setelah usai bersiap kini, Arsen kecil mendudukan diri diatas kursi ruang makan keluarganya. Melirik sang bunda yang tengah memasak, Arsen bingung ketika melihat adiknya itu tak ada di gendongan sang bunda, 'biasanya adik digendong bunda saat masak' herannya dalam hati.

"Emm bunda adik Arsen kemana?" Tanya Arsen ragu

Bundanya yang mendengar itu tamapak terjengit sedikit, bundanya tampak gelagapan mencari jawaban.

"Adikmu pergi kerumah nenek." Kata seorang lelaki yang keluar dari kamarnya, iya itu ayah Arsen

"Kerumah nenek? Kapan pulangnya ayah?" Tanya Arsen dengan kepala agak miring

Ayahnya tersenyum, "dia nggak akan pulang,"

"Nggak pulang? Kenapa?" Tanyanya lagi

Bundanya yang mendengar pertanyaan yang sama segera menyajikan hidangan sarapan. Pagi itu hingga saat ini, Arsen tak tahu jawabannya sebelum ia bertemu Vee.

















Sejak sang ayah mengatakan adik tak akan kembali pulang, Arsen terus saja menanyakan kapan adiknya kembali kepada orang tuanya setiap pagi, namun hanya akan selalu menjawab 'Adik nggak akan kembali Arsen' itu yang terus dikatakan untuk menjawab Arsen kecil.

Hari-hari terlewati, bulan terus saja berganti, tahun terus bertambah. Arsen kini sudah beranjak dewasa, hari ini adalah hari pertamanya ia menjadi mahasiswa baru. Ia sangat senang, tanpa mengingat kenapa adiknya pergi dan tak pernah kembali.

Arsen di lingkungan kampus memiliki banyak teman, kenalan kakak tingkat, bahkan dosen-dosen pun banyak yang tahu tentang Arsen.

Dilingkungannya Arsen dikenal sebagai orang yang baik, ramah, dan tegas. Sikapnya itu membuatnya semakin disukai dan di jadikan bintang oleh orang-orang yang suka padanya. Arsen juga mahasiswa yang pintar, terbukti ia lumayan diketahui dan dikenal oleh para dosennya.

"Sen, nongkrong bentar yuk? Cari angin, muak gue sama dosen tadi," tanya teman disampingnya dengan muka suram

"Nggak deh, males gue. Lagian rumah gue juga jauh, digebeng bonyok nanti." Jawab Arsen

"Idih, ngomong aja kali kalo lo kagak mau bayarin, tenang, Harsa temen lo ini yang bakal bayarin. Gimana?" Jelasnya dengan membentuk jemari telunjuk dan jempol membentuk tanda centang di bawah dagunya

"Sekali nggak, ya kagak." Balasnya sinis

"Dih. Yodah duluan Sen," pamit Harsa sembari melenggang pergi

Arsen hanya memandang temannya yang melenggang pergi menuju parkiran kampusnya. Menaruh tasnya di bahu kiri Arsen berjalan santai menuju parkiran. Menuju ke rumahnya untuk beristirahat sejenak dari lingkup kampus yang padat.




























Memarkirkan mobilnya, Arsen berjalan akan membuka pintu rumahnya, tapi geraknnya terhenti saat orang didalam rumahnya berteriak frustasi. Dan itu adalah suara ayahnya.

"MAKSUDMU ANAK ITU KEMBALI?!!"

"A-aku juga nggak tahu mas!! Aku tadi dapet telfon dari orang suruhan kita, dia kembali!"

Arsen bingung, siapa yang dimaksud dengan anak itu. Sampai Arsen tersentak kecil, ia ingat, namun, apakah itu adlah adiknya?.

Ceklek

Pintu terbuka menampakan kedua orang tua Arsen yang tampak tegang setelah mengetahui siapa yang membuka pintu.

"Maksudnya anak itu siapa?"


TBC

HALOO I'M BACK!!!

MAAF SEBENERNYA INI ITU MAU AKU JADIIN SATU PART, TAPI KAYAKNYA NGGAK CUKUP JADI AKU MAI TERUSIN KE PART SELANJUTNYAA

SEMOGA KALIAN NGGAK BOSEN SAMA FLASHBACKNYA ARSEN YAAA

JANGAN LUPA VOTE NYAAA

BYE

B U N G E E Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang