H a p p y R e a d i n g
"Semangat Vee! Gue yakin banget kalo lo bakal sembuh, jangan mikir yang berat-berat, gue tunggu lo buat masuk sekolah lagi!"
"Jangan terlalu dipikirin, jalanin aja dulu,"
"Adeknya kakak pasti sembuh, semangat ya!"
Kata-kata yang pernah ia dengar dari orang-oranf terdekatnya tergiang jelas dikepala, bersama potongan-potongan memori indah yang memutar dengan sendirinya.
Bius itu dengan cepat bereaksi dan membuatnya tak merasakan apapun.
Lampu terang itu menyala tepat diatas kepala, membuatnya mengernyit pelan.
Alat bantu napasnya agak mengganggunya untuk berbicara. Jangankan untuk berbicara, bernapas saja rasanya sesak.
Ah, rasanya ia akan mati saja ketika rasa kantuk menggerogotinya.
3 jam telah berlalu, namun lampu operasi belum juga padam.
Arsen duduk di kursi tunggu dengan cemas, ia amat khawatir dengan kondisi adiknya yang sempat menurun sebelum operasi.
Ia meremat kedua tangannya untuk menghilangkan rasa gugup.
Blam!
Lampu operasi yang berwarna merah itu padam menandakan bahwa operasi telah usai. Jantungnya serasa berhenti sejenak untuk sesaat.
Tampak pintu terbuka lebar, ranjang adiknya didorong keluar bersama beberapa perawat. Ia tak bisa mendekat.
Setelah itu dokter yang menangani adiknya juga keluar. Dengan cepat ia menghentikan laju dokter itu.
"Adik saya bagaimana?" Tanyanya dengan rasa cemas, takut, campur aduk yang menghinggap
"Operasinya berhasil! Tinggal menunggu kondisi pasien pulih, kami akan berusaha sedikit lagi," jawab dokter itu
"Operasinya berhasil," gumam Arsen pelan, namun ada sesuatu yang mengganjal menurutnya
"Pulih? Maksudnya?" Tanya Arsen dengan pelan namun menuntut
Dokter itu tampak menunduk, dahi Arsen mengerut, "jawab dokter!"
"Maaf, pasien tengah kritis. Tapi kami bisa, saya yakin itu Pak Arsen!" Jawab dokter itu yakin
"Kritis?" Gumam Arsen yang hanya dapat didengarnya
"Saya permisi dulu, maaf." Pamit dokter itu
Ia langsung jatuh terduduk di kursi tunggu, kakinya lemas seperti tak menapak, napasnya terengah tak percaya.
Menunduk menutupi raut wajahnya yang hancur, hati Arsen sakit untuk kesekian kali.
Ia bahagia atas keberhasilan operasi adiknya namun disisi lain adiknya kritis setelah menjalaninya.
"Arsen!" Panggilan itu mengalihkan pandangannya ke arah suara
Tampak Sherin berada didepannya, napasnya terengah mungkin baru berlari.
Tak butuh waktu lama Arsen langsung menghambur ke pelukan hangat Sherin. Melepaskan beban yang sekiranya bisa ia lepaskan sejenak.
Sherin hanya mengelus punggung dan kepala sang kekasih pelan sebagai penenang. Arsen tak menangis, ia hanya sesak.
Suara mesin di ruangan itu terdengar beraturan, bau obat menyengat menusuk hidung siapapun. Ia belum sadar dari tidurnya sepertinya dia betah sekali untuk tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
B U N G E E
Teen FictionSemua orang berhak mempunyai keluarga, dan mendapatkan kasih sayang. Namun sepertinya semua itu hanya mimpi bagi Veeniera Madhanu, seolah semesta pun tak mengijinkannya untuk bahagia. Sampai laki-laki itu datang, hidup Vee berubah 360 derajat berbe...