Chapter 04

446 49 2
                                    

Klak. Klak. Klak.

Obeng dan beberapa kunci di letakkan. Jagad mengintip, melalui lubang-lubang kecil komputer lama ayahnya yang rusak. Komputer keluaran dua tahun lalu itu sudah terbongkar sebar, bagian-bagiannya terpisah dan di jajar rapih. Jagad mengurutkannya runtut.

Tiba-tiba anak laki-laki itu bergumam, memperbaiki letak isi dan mengganti beberapa pasang kabel. Dia lalu meraih las kecil untuk memasungnya, terus seperti itu, hingga semua hal kembali rapih. Terakhir Jagad memasang tutup di bagian punggung komputer, menguncinya rapat.

Tap. Tap. Tap..

" Memperbaiki komputer Ayah lagi? "

Jagad menoleh, berdiri untuk mengangkat komputer yang cukup ringan untuk lima belas tahun sepertinya. Dia meletakkannya ke atas meja, menarik stop kontak dan menyambung listrik.

Ayah Jagad tersenyum saat komputer menyala sebentar, lalu kembali mati. Dia menggeleng saat mendapati wajah putranya kesal.

" Kamu sudah berusaha, nak. Tidak apa-apa. "

Jagad menggeleng, meraih komputernya lagi untuk kembali di bongkar. Dia enggan mendengarkan ayahnya, memilih untuk kesusahan lagi. " Aku tidak suka saat sesuatu yang ku inginkan tidak berjalan baik."

Ayah Jagad melunturkan senyum, ikut duduk di lantai belakang rumahnya, abai pada celana kantornya yang bersih. " Harusnya kamu tahu Jagad, segala sesuatu di dunia ini tidak bisa terus berjalan seperti apa yang kamu hendaki. "

Pria itu menggeleng kecil saat Jagad kembali membongkar isi komputernya, kembali menyebar. Anaknya itu tampak begitu keras kepala. " Kamu harus belajar untuk menerima takdir. "

" Jika itu buruk, aku tidak akan pernah mempersilahkannya masuk. "

Jagad berujar tegas, tampak marah hingga anak laki-laki itu meletakkan kunci pas-nya kasar. Ayah Jagad tersenyum tipis, merasa sendu. " Jadi kamu ingin membantah kehendak Tuhan? Ketetapan setiap garis manusia itu mutlak, Jagad. "

Klang.

Las nya di letakkan keras, Jagad menarik nafas, menatap wajah ayahnya yang masih begitu muda. Tatapannya begitu rumit. " Tapi seseorang bisa mengubah takdir, Ayah. Tuhan memberikan setiap kehidupan manusia dua macam takdir, antara hidup-mati, dan kaya-miskin. Manusia masih bisa merubah salah-satunya dengan telapak tangan sendiri. "

Ayah Jagad terdiam, menatap wajah putranya yang kembali terpaling pada kabel-kabel. Tampak sangat serius. Pria dewasa di sana termenung untuk waktu yang lama, nafasnya terhembus berat. " Ucapanmu benar, nak. Tapi tidak semua hal bisa berubah dengan terbaliknya telapak tangan seseorang. Tuhan memiliki jalan cerita yang telah tertulis rapih, kamu bahkan tidak akan pernah tahu. Seperti hidupnya manusia, takdir cinta yang telah terketik mutlak, di sisi kematian ada jodoh yang Tuhan sembunyikan. "

Pria itu tersenyum sembari menatap lembut mata gelap Jagad. " Apa yang Dia ciptakan dan gariskan adalah apa yang memang seharusnya terjadi. "

Jagad menatap lamat wajah ayahnya, bertanya-tanya. " Bahkan jika aku mencintai? "

Deg.

Ayah Jagad terpaku, tertegun dengan apa yang telah ia dengar. Pria itu menatap Jagad rumit, ada keterkejutan luarbiasa di sana. Tentu, ia tahu Jagad tengah berada dalam fase pertumbuhan. Di mana Jagad akan menjadi remaja penuh bunga-bunga cinta, rasa penasaran tentang bagaimana mengenal seorang gadis untuk berkencan.

Tapi ini terlalu tiba-tiba, Jagad adalah anak pendiam. Dia tidak pernah menanyakan apapun sebelumnya, tentang bagaimana mencintai seseorang, menyayangi, ataupun bagaimana bertemu gadis dan memacarinya. Ayah Jagad kira putranya juga tak akan peduli.

" Kenapa diam, Ayah? Aku bertanya ini padamu, apa Tuhan juga yang akan mengatur hatiku untuk jatuh pada seseorang? "

Pertanyaan yang siap tidak siap harus juga terjawab. Ayah Jagad menarik nafas, tersenyum lembut untuk mata bulat anaknya yang penuh akan tanya. " Ya. Tentu saja. Tuhan yang mengatur setiap lembar kehidupan manusia, Tuhan juga yang mengatur bagaimana hatimu akan mencintai. Pada siapa, dan adanya pertemuan. "

Jagad memalingkan wajah, berfikir, hatinya terasa enggan. Anak itu menekuk keningnya keras. " Lalu Ayah, bagaimana jika aku mencintai seseorang yang Tuhan tidak catatkan? "

" Pertanyaanmu terlalu banyak, nak. Ayo bangun, kita makan siang bersama. "

Jagad menggeleng, berdiri meninggalkan komputernya yang masih porak-poranda. " Tidak. Aku merasa aneh dan tidak terima. Bagaimana jika aku menginginkan sesuatu untukku? Seorang gadis di sisiku? "

" Apa kamu akan benar-benar mencintai seseorang, Jagad? "

Pertanyaan cepat ayahnya membuat Jagad menekuk kening. Memang kenapa? Dia juga punya hati, bukannya semua manusia mencintai dan di cintai?

" Tentu aku akan mencintai, Ayah. Seperti laki-laki pada seorang gadis, atau pria pada wanita. Bukannya manusia juga menikah? Seperti ayah mengikat ibu selama-lamanya, aku juga akan tumbuh untuk mengikat seseorang di hidupku. "

Mengikat? Ayah Jagad mulai merasa ini agak tidak benar. Pemikiran Jagad tentang memiliki dan di miliki terkadang menyimpang dari hal-hal yang harusnya menjadi normal.

Tiba-tiba dia merasa takut dan khawatir mengingat Jagad akan tetap tumbuh besar dan mulai mencari jati dirinya. Dan jika di pikir-pikir lagi, semua hal yang Jagad katakan adalah benar. Jika dia mengenyampingkan mental dan putranya yang jauh dari kata normal manusia, Jagad memang akan tumbuh dewasa. Anak itu tetap akan memilih keluar, mencari dirinya sendiri, menikah dan menjadi ayah.

Ya. Itu pemikiran benar jika Jagad memang bisa benar-benar menjadi normal. Tapi di sini, Jagad seolah tidak memiliki itu semua.

" Mengikat seseorang dalam hidup tidak sama dengan kamu menjerat sesuatu untuk dirimu sendiri, Jagad. "

Jagad berfikir dalam, " Bukannya itu sama seperti saat kita menginginkan sesuatu? "

Ayah Jagad menggeleng tegas, raut wajahnya mulai serius. " Lalu jika sesuatu yang kamu inginkan enggan, apa yang akan kamu lakukan, Jagad? Sekali lagi Ayah katakan padamu, segala hal yang berjalan di dunia tidak akan pernah bisa berjalan seperti apa yang kamu mau. "

" Dan ku katakan juga padamu, Ayah. Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai macam hal. Antara yang tunduk atau bertanduk, dan yang abdi atau mengabdi. " Jagad memberikan ayahnya tatapan yang rumit, membuat pria dewasa di sana putus asa. " Aku mungkin bukan salah-satu hamba yang tunduk, Ayah. Berfikir esok sesuatu yang ku inginkan lepas dari genggamanku, itu bukanlah hal yang akan ku sukai. Entah apapun itu. "

Ayah Jagad semakin keruh, keputusasaannya berhasil naik hingga pria itu hanya mampu menatap punggung kecil putranya yang menjauh.

Behavior Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang