Chapter 05

543 50 7
                                    

" Apa yang kamu lakukan, Jagad? "

Jagad mundur setelah lengannya di tarik ke belakang. Dia menatap ke depan, kunci motornya yang jatuh membuat sang Ibu yang baru datang menatap curiga. " Mau kemana kamu, Jagad? Kamu mau pergi? "

Pria tujuh belas tahun itu tidak menjawab, menunduk cepat-cepat untuk merebut kunci motor dari tangan ibunya. " Jagad! Ibu bertanya padamu, mau kemana kamu huh?! "

Anak laki-laki itu tetap melenggang acuh hingga pekikan melengking ibunya terdengar menggelegar. Ibu Jagad sangat marah. " JAGAD! IBU BILANG BERHENTI DI TEMPATMU SEKARANG! "

Jagad tertarik kasar, hampir terjerembab sebelum anak itu dengan kasar menepis lengan ibunya. Dia memicing, menatap penuh amarah pada wanita berumur yang juga tampak sama memburu.

" Apa kamu benar-benar mau bertingkah seperti ini hm? Kemana sopan-santun yang sering Ibu katakan padamu! "

" Jangan hentikan aku, Ibu! " Jagad menggeram, matanya memerah bersibobrok dengan mata tajam sayu. " Jangan lagi hentikan keputusanku untuk pergi! Apa tujuh belas tahun masih kurang untukmu!?! Apa kerangkeng tak kasat mata selama ini belum cukup untuk ku rasakan?! "

Ibu Jagad terengah-engah, tampak jelas ia melihat bagaimana putranya tengah mengeraskan rahang. Jelas Jagad sedang menahan segala amarah dalam tubuhnya, otot-otot yang mulai terbentuk itu menonjol seram.

" Apa yang kamu--"

" JANGAN MEMANCING AMARAHKU! " Jagad memekik, berat, menggetarkan hati seorang Ibu yang baru saja di sentak oleh putranya. Wanita di sana berkaca-kaca, menyentuh dadanya terkejut. " Ku mohon jangan memancing diriku untuk berbuat kerusakan. Aku sudah muak, Ibu. Aku sudah tidak tahan dengan semua remot ini. Kenapa hidupku selalu tak jauh-jauh dari kontrol seseorang?! Sebenarnya apa aku ini?! "

" Ibu tidak mengontrolmu! "

Jagad menajamkan pandangan matanya. " Begitu? Lalu apa dengan kehidupanku yang begitu menyedihkan! "

Pria yang sebentar lagi akan memasuki tahap kedewasaan itu mengesah, memukul dadanya. " Apa aku monster? "

Manik Ibu Jagad membulat, dadanya seolah terhantam batu besar hingga ia merasa tertekan. Wajah sendu putranya membuat hatinya sakit. " Jagad.. "

" Kenapa, Bu? Semua orang selalu berusaha untuk membuatku terus bertahan dalam satu ruangan sama. Aku di paksa meminum obat padahal aku tidak sakit! Aku di suntik! Aku tidak boleh bertemu manusia-manusia di luar sana! LALU UNTUK APA AKU KAMU LAHIRKAN! "

" JAGAD! hiks.. "

Jagad menggeleng, menempis tangan kecil ibunya walau dia marah saat wanita yang sangat ia sayangi menangis karenanya. " Tidak bisakah kalian memberiku sedikit waktu untuk bernafas bebas? Aku muak dengan semua ini, Ibu.. Aku merasa marah. "

" Nak.. Hiks, Jagad.. "

" Apa kalian mengurungku karena aku membunuh seseorang? "

Ibu Jagad menggeleng histeris, mencoba meraih tubuh anaknya namun Jagad selalu mundur. Menempis segala hal yang tengah mencoba menyentuh dirinya. " Jika iya, lalu apa bedanya dengan kalian yang tidak memperbolehkanku bertahan di jeruji ruang rehabilitasi? Membawaku kabur dengan dalil mengobatiku, padahal di sini aku tak jauh-jauh dari penjara cantik yang kalian buat. "

" Tidak, Jagad! Kamu salah! " Ibu Jagad semakin frustasi, histeris dia menangis meraih tangan-tangan besar Jagad.

Jagad terdiam, panas dadanya bergemuru saat kekesalan naik sampai ke ubun-ubun. Dia sedih hingga hanya mampu berbisik. " Kalian hanya ingin membunuhku. "

Ibu Jagad menggeleng ribut, merasa semakin lemas melihat Jagad yang enggan luluh. Di sana Jagad memerah, menggeleng-geleng dramatis. Matanya sayu lemah. " Kalian tidak benar-benar ingin melindungiku. Kalian hanya membuatku semakin rusak. Aku akan pergi!  "

Ibu Jagad semakin panik. Dia menggeleng dan mencengkram tangan Jagad keras. " Jagad--"

" AKU AKAN PERGI! LEPASKAN! "

Tubuh wanita itu jatuh, dia memekik saat Jagad menempis kedua tangannya dan melenggang jauh. Susah-payah dia berdiri, berteriak pada penjaga di gerbang saat Jagad sudah naik ke mesin kudanya dan memacu cepat. Gerbang yang semakin rapat tak mampu membuat Jagad kesulitan, anak itu melesat gesit hingga Ayah Jagad yang baru datang berlari keluar dari mobil miliknya.

" JAGADDD! JAGADDD! HIKS, JAGAAADDDD! " Tampak wanita berumur histeris mengejar, tangisnya begitu keras hingga sang suami panik.

" JAGAD! " Ayah Jagad memekik, berlari mencoba meraih bagian belakang motor besar putranya namun semua itu gagal. Pria berumur itu pun terjatuh dengan jasnya yang robek. " JAGADDD! "

Gerimis kecil malam itu, menemani sepasang suami-istri menangis di depan gerbang besar rumahnya. Putranya pergi. Jagad benar-benar memberontak.

Jagad enggan bertahan.

.....

Dia bertemu banyak manusia. Motornya membelah jalanan dengan kecepatan penuh, memacu laju hingga ia beberapa kali hampir membentur mobil-mobil. Jagad puas, namun dia tidak tersenyum. Dia keras, wajahnya tidak bersahabat saat dia melihat tiga mobil mahal mengejarnya cepat.

Anak itu pun menggeleng, seolah dia si pameran utama dalam istana kerajaan, Jagad tak mau kalah dengan menyentak-nyentak laju mesin kuda motornya. Jagad seperti kesetanan, meninggalkan ketiga mobil yang dia yakin adalah suruhan Ayahnya. Anak itu benar-benar sudah tidak lagi peduli.

Sangat tidak peduli hingga hujan deras tak mampu membuatnya memelankan genjotan mesin. Jalan yang panjang dengan sungai di bawahannya tak membuat anak itu takut, jalanan menyimpang lah akhir dari pertahanan keseimbangan tubuh. Jagad kehilangan timing remnya, dia tertabrak truck kuning pengangkut besi hingga motornya terpental jauh. Jatuh ke aliran sungai deras bersama tubuhnya yang lemah. Jagad menatap ke atas, di sela dengungan telinganya, Jagad hanyut.

Tak lama. Semua itu di saksikan oleh orang-orang yang mulai turun dan melongok ke bawah. Mereka menutup mulutnya, beberapa berlari meraih ponsel untuk memanggil bantuan. Ketiga mobil yang baru datang pun membuat segalanya terasa semakin keruh, orang-orang berseragam hitam di sana melemas. Lututnya bergetar seperti jelly hingga beberapa terduduk. Satu di antara enam orang menatap kosong, dia Jack, menghidupkan ponselnya dan berkata putus asa.

Matanya memerah dengan bibir bergetar hebat.

" Maafkan kami, Tuan. "

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Behavior Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang