02 |• Dua Adik •|

56 13 0
                                    

Jangan dibawa serius, ini cuma hasil halu, buat hiburan aja ya

•••

Setelah selesai melepas berbagai alat aneh itu, satu persatu orang berpakaian hijau pucat pergi. Dokter sebelumnya juga pergi setelah memberiku beberapa saran demi pemulihan.

Ia juga memberiku beberapa tablet vitamin. Sekali sehari, tiga puluh menit setelah makan.

Aku heran, apakah obat yang saran dokter selalu berupa pil, sirup, atau tablet?

Hal paling ku ingat dalam hal kesehatan adalah waktu ketika dokter gila itu selalu menyarankan suntik dibanding minum pil atau sirup. Dia juga berkata, suntik lebih ampuh dibanding harus berkali-kali minum obat.

'Lebih baik sekali suntik daripada berkali-kali harus minum obat pahit kan?'

Itu katanya. Dan sekarang aku tahu itu akal-akalannya saja. Sialan, dia menipuku!

Ngomong-ngomong, dari peralatan yang dipakai tubuh selama koma, ku pikir tak terlalu parah.

Tubuh tak memiliki cedera atau tanda-tanda keluhan lain. Selain bekas jahitan di dada, semua tubuh ini terasa sehat bugar. Rasanya aku sudah bisa berlari-lari dan melompat sekarang juga.

Kalau berbicara soal bekas jahitan operasi itu, aku belum bertanya. Dokter sebelumnya juga mengatakan itu sudah ada bahkan sebelum aku dirawat di rumah sakit ini.

Mungkin aku bisa bertanya pada kakak atau adik… Langit nanti?

Harus ku akui, aku sendiri tak mengerti bagaimana bisa berakhir di tubuh ini. Selain ledakan waktu itu, tak ada hal lain yang ku ingat.

Aku juga tak mengingat apa yang terjadi pada jasadku setelah kekacauan itu.

Apakah ada yang menyelamatkan tubuh tanpa jiwa itu?

Atau mungkin terbakar habis dalam kebakaran?

Aku ingat dia berkata akan membakar mayatku dan membuang abunya ke samudra, sebagai dengan penuh kehormatan atas kemauan melepas hidupku. Secara singkat dapat dikatakan, pergilah dan biarkan aku mengambil posisimu.

Ternyata sekalipun aku sudah mencoba sehati-hati mungkin, tetap saja, ada yang mengkhianati. Orang yang cukup dekat. Ha, sangat dekat ku pikir. Rasanya memuakkan.

Pffft… aku lebih ingin tahu apa yang terjadi pada orang-orang kolot itu. Terlebih lagi, bagaimana wajah-wajah para tetua setelah tahu ulahku selama bertahun-tahun ini? Oh, dan apa ayah….

Tidak perlu dipikirkan. Semua sudah selesai. Lagipula ada hla lain yang harus ku pikirkan. Seperti contohnya itu.

Pintu terbuka tanpa ketukan aba-aba.

Orang pertama yang masuk adalah seorang anak laki-laki yang membawa dua ransel; dipunggung dan di lengan. Setelahnya masuk seorang anak laki-laki yang lebih tua dari sebelumnya. Dikedua tangan, dia membawa kantong plastik penuh.

"Kak Langit!"

Inilah maksudku. Hal penting lain, yang harus ku pikirkan. Sebuah masalah. Kedua adik Langit yang perlu ku sapa.

Mulai Sekarang Panggil Aku LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang