Tiga Puluh Satu

1.7K 353 588
                                    

Pukul delapan pagi. Untuk rumah yang biasanya dihuni berdua oleh sepasang ibu dan anak itu, jumlah personil hari ini termasuk banyak. Lengkap pula. Alih-alih ramai, suasana yang ada malah lebih sepi dibanding hari biasanya. Rumah bernuansa abu-abu itu tampak sunyi seperti tak berpenghuni.

Aruna yang memang tidak tidur sejak percakapan tengah malam tadi, kini duduk termenung di ruang tamu. Netra legamnya menatap lurus ke arah pigura keluarga yang menampakkan sorot bahagia dari wajah masing-masing anggotanya. Ia ada di sana, namun masih dalam kandungan Mama.

Adik bungsu Papa, pergi bukan hanya meninggalkan duka dan air mata. Pria yang Aruna tahu meninggal beberapa bulan sebelum kepergian Mama, ternyata memiliki anak dari kakaknya Tante Nala. Bahkan Oma pun tidak kenal siapa orangnya. Ibu dari tiga anak itu tampak terpukul karena baru mengetahui perihal cucunya subuh tadi. Chanyeol juga sepertinya masih kaget. Lalu, Papa ... semakin terpuruk.

Sejenak, ia jadi teringat ucapan Adelle di lorong perihal status Anya. Sungguh Aruna tidak peduli, namun siapa sangka ternyata status itu berhubungan dengan omnya sendiri.

Sudah begitu banyak bukti yang diberikan Tante Nala tadi malam, Aruna masih sulit menerima fakta kalau Anya bagian dari keluarganya. Takdir memang suka melucu, padahal Aruna tidak suka hidup banyak bercanda.

"Nggak tidur, ya?"

Suara serak khas bangun tidur itu menyadarkan Aruna dari lamunannya. "Nggak bisa. Padahal subuh tadi gue minum susu."

Haechan mengangguk. Lalu mengambil posisi duduk di sebelah sang gadis. Ikut menatap pigura besar yang sedang Aruna pandangi. "Hidup penuh plot twist, ya, Lun?"

"Ternyata gue punya sepupu, Chan." Aruna terkekeh setelahnya. "Anya pula."

"Nyokap lo anak tunggal?"

Aruna mengangguk. Ia memang tidak memiliki saudara lain dari pihak ibu.

"You okay?"

Bergumam pelan, Aruna menoleh ke lelaki di sebelahnya. "I'm not. Maybe?"

Hening agak lama, lelaki itu tersenyum tipis. "Gue selalu pengen denger itu dari lo. Pas udah denger gini, gue malah nggak suka."

Aruna terkekeh pelan. "Gue mau belajar jujur sama diri sendiri. Ngeliat Papa yang makin terpuruk, gue nggak baik-baik aja. Papa udah ditipu, diserang fakta kayak gini lagi."

"Tapi kalo denger cerita dari Tante Nala, dia juga sama sakitnya. Dia yang awalnya prihatin sama Anya, malah dilimpahkan tanggung jawab sama kakaknya. Kisah cintanya nggak mulus. Hampir jatuh hati sama bokap lo, taunya cuma dianggap pengganti. Tapi terlepas dari itu, dia tetep salah, sih. Harusnya dia nggak bohong dari awal."

Aruna mengangguk membenarkan. Caranya jahat, tapi beban hidup Tante Nala memang berat.

"Berarti dulu gue nolongin sepupu lo, ya?" Haechan bertanya diakhiri kekehan kecilnya.

"Sepupu." Aruna menjeda seraya mengembuskan napas. Mengingat bagaimana cerita Tante Nala tadi malam, ia berujar pelan, "Hidup Anya beneran tragis ternyata."

"Jujur gue masih nggak nyangka Anya kecil hampir dibunuh mamanya sendiri."

"Mamanya kenapa nggak bilang dari dulu coba? Mungkin kalo dari kecil Anya diurus sama Oma, kelakuannya nggak bakal separah ini."

"Mamanya wanita karir. Reputasinya bagus di dunia bisnis. Lo bisa bayangin seberapa malunya dia kalo kenalannya sampe tau Anya lahir di luar nikah. Apalagi papa kandungnya udah nggak ada." Lelaki itu menghela napas pelan. "Dia dulu pernah cerita, orang tuanya nggak pernah nganggep dia ada. Yang gue bayangin sekarang, dia beneran nggak dianggep, Lun. Mungkin orang-orang kenalan bisnis mamanya juga nggak ada yang tau kalo mamanya itu punya anak."

Crocodile | Haechan✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang