Chenle duduk termenung di halte karena kebodohannya.
Entah sudah berapa banyak bus yang melewati halte dalam satu jam ini. Chenle sama sekali tidak menaiki salah satunya.
Mengapa begitu? Tentu saja karena dia tidak tahu tempat tinggalnya. Selain itu juga, tidak ada apapun di saku celana maupun jas yang dia kenakan. Baik itu ponsel, dompet, ataupun segala sesuatu yang dia butuhkan.
Apapun itu, intinya Chenle merasa hari ini hari tersial yang pernah dilaluinya.
Perutnya berbunyi terus menerus minta diisi.
Namun apadaya, tidak ada satupun uang yang dipegangnya.
"Huftt ... kenapa aku bisa sebodoh ini keluar dari sana tanpa membawa apapun?"
Sebenarnya, bisa saja Chenle masuk kembali kedalam perusahaan milik Jisung lantaran ini sudah malam dan sudah waktunya orang-orang disana untuk pulang.
Akan tetapi tidak. Chenle malas bertemu Jisung jika ia kembali ke dalam.
Perutnya kembali berbunyi.
"Sabarlah! Dasar cacing tidak tau waktu!" maki Chenle. Ia merasa beruntung tidak ada siapapun selain dirinya di halte ini.
"Kau membutuhkan ini Chenle-ssi?"
Suara itu. Chenle mendongak dan seketika berbinar. "Tentu saja! Kemarikan itu padaku!"
Meskipun tidak tau mantel yang pria itu bawa milik siapa, insting Chenle mengatakan, itu adalah milik Zhong Chenle yang ia tinggal disana.
"Bersikaplah sopan sedikit." Jisung berkata ketus. "Kau masih menjadi sekretarisku kalau saja kau butuh diingatkan." tambahnya membuatnya Chenle dongkol.
"Dan kalau kau lupa, ini berada diluar lingkungan kantor dan jam kerja juga sudah berakhir, Jisung-ssi."
Chenle dapat menangkap raut terkejut yang pemuda itu langsung sembunyikan.
"Kau sudah berani pada Direktur mu?"
"Sebenarnya tidak, Direktur. Tapi karena ada masalah mendesak yang sedang saya hadapi, dan anda sedang mengulur waktu, saya hanya sedang mempercepatnya," balas Chenle berani dengan formal dan tegas.
"Begitu kah? Masalah apa yang kau miliki sampai seberani itu pada ku?"
Chenle mendesah malas. Apa dia salah mengira kepribadian orang yang karakternya dia karang sendiri?
"Tidak ada. Saya minta maaf, Direktur," ujar Chenle berusaha mengakhiri segalanya. "Bisa kah Direktur berikan mantel itu kepada saya? Saya ingin segera pulang," dan pergi dari hadapanmu! Tambahnya dalam hati.
"Masuklah ke dalam mobil. Aku akan mengantar mu."
Chenle memicing curiga. "Kau tidak akan membawa ku ke tempat asing lalu membunuhku karena dendam pada ku, bukan?" Chenle menyuarakan kecurigaannya dengan bahasa santai.
"Pikiran mu terlalu sempit, bodoh!" Chenle cemberut. "Di dalam mobil juga ada kekasihku. Mana mungkin aku membawa kekasihku ke tempat asing."
Chenle tersenyum lebar. "Baiklah!" Pemuda yang lebih pendek berlari memasuki sebuah mobil satu-satunya yang terparkir di dekat halte.
"Tunggu sebentar!"
Kaki Chenle berhenti melangkah. "Ada apa?"
"Jas itu ... dari mana kau mendapatkannya? Aku ingat kau hanya memakai piyama saat keluar dari ruangan ku tadi."
Chenle melirik jas kebesarannya sekilas."Ohh ini, teman sangat baik yang memberikannya padaku."
"Teman? Maksudmu Jeno?" Jisung bertanya namun Chenle sudah berada di dalam mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Novelis Transmigration [CHENJI]
FantasyIni tentang Wong Chenle, seorang novelis terkenal yang masuk ke dunia novel yang dibuatnya. Siapa sangka kalau sebuah perasaan nyaman menyusup hadir seiring ia berada disana dalam kurun waktu yang cukup lama. Sebuah perasaan yang orang sebut sayan...