Part 3 ;

13 3 0
                                    

Tok... Tok...

Suara ketukan pintu membuat seorang pria yang sedang menghadap pada laptopnya menoleh ke arah pintu. Tanpa basa-basi, pria itu tetap duduk di kursi dan tidak bertindak untuk membukakan pintu.

"Masuk," Titahnya.

Saat pintu terbuka pelan, pria itu hanya merespon datar sembari menggerakan jemarinya di atas laptop. Setelah dua gadis itu masuk, mereka segera duduk di hadapan pria yang belum melihat siapa yang masuk ke ruangannya.

"Permisi, kak." Ucap Zara mengawali.

Pria itu melirik pelan kedua wajah gadis itu, "eh, sorry-sorry tadi lagi fokus ngerjain jurnal. Kalian namanya zara sama nadia, bukan?"

Kedua gadis itu mengangguk bersama.

"Oke, pas banget kalian berdua dateng. Sebelumnya maaf saya ganggu waktu kalian, kebetulan tadi saya ketemu Zara di depan lift lantai 3 dan nggak ketemu nadia sama sekali, jadi saya minta tolong ke zara buat panggil nadia. Kenalin nama saya Johan Syahputra, panggil aja jojo. Kenapa saya minta di panggil jojo, karena nama johan di kampus ini banyak banget. Nah, maksud saya memanggil kalian untuk memberitahu kabar bahwa kalian berdua terpilih sebagai team akreditasi mahasiswa. Team ini adalah pengumpulan hasil tugas dari pergabungan antar dosen dan mahasiswa, jadi nanti kita ada campur tangan dengan dosen agar prosesnya sesuai dateline. Paham nggak?"

Zara dan Nadia mengangguk paham.

"Oke. Selanjutnya membahas tentang konsep kerja, disini kita bakal ada kelompok yang di tugaskan oleh ketua masing-masing. Kalian berdua adalah anggotaku, tenang aja nggak cuma bertiga kok, nanti bakal ada Dimas dan Kinan juga yang jadi partner kita. Mungkin hari ini Dimas sama Kinan lagi nggak bisa, jadi saya yang berdiskusi ke kalian. Bagaimana, ready?"

Nadia mengangguk pelan, "kalau boleh tau, tugas kita ngapain kak?" Tanya Nadia. Zara hanya terdiam, menyimak penjelasan Johan. Sebenarnya Zara kurang mengerti, hanya saja dia malu bertanya.

"Karena kita adalah kelompok publikasi, jadi tugas kita adalah mencari sebuah jurnal dari dosen senior maupun standar di kampus kita. Kelompok publikasi ada 5 anggota dan di bimbing 2 dosen, kemungkinan kita akan mengerjakan 10 dosen, permasing dari kita mendapat 2 dosen. Maaf saya nggak bisa bantu fisik, karena saya ada kelas 1 jam lagi. Kita diskusikan bersama aja besok atau kapan gitu? Nanti saya buatkan grup chat biar kita bisa saling diskusi." Ucapnya.

"Baik kak, kabari aja kalau ada pertemuan." Ucap Zara

Johan mengangguk dengan senyuman.

"Ya sudah kalau begitu, kita berdua pamit ya kak. Semoga lancar kelasnya hari ini, permisi."

"Iya, terima kasih sudah menerima project ini ya." Kata Johan menyambut.

"Sama-sama kak, semoga project ini sukses." Balas Nadia.

Mereka berdua meninggalkan Johan sendiri di ruangan. Sudah pukul satu siang, Nadia baru ingat jika sore ini ia harus menjemput ibunya di Bandara. Saat mereka sedang berjalan menuju parkiran, Nadia mendapat notifikasi pesan dari seseorang yang terlihat dari layar ponselnya.

Pesan dari Ibu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pesan dari Ibu.

Setelah membalas pesan dari ibunya, terdengar suara guntur dari kejauhan. Dan tak lama, hujan mulai turun secara deras.

"Yah, kok hujan?" Ucap Nadia sedikit mengeluh.

"Iya, tumben banget hujannya siang?" Balas Zara yang terbiasa melihat hujan turun sore hari.

"Gimana ya?"

"Apanya yang gimana, nad?"

"Nanti sore gue harus jemput ibu di bandara, sedangkan kita nggak tahu kapan hujannya reda? gue takut nanti hujan reda pas ibu udah nungguin."

"Oh, emang nyokap lo dari mana?"

"Pulang kampung. Soalnya saudara ada yang punya acara,"

"Terus, lo nggak ikut?" Tanya Zara bingung.

Nadia menggeleng pelan, bahkan ia tidak menjawab alasan mengapa ia tidak ikut pulang kampung.

Nadia tahu, tidak semua kisah harus di ceritakan. Entah dengan orang dekat pun, ia masih meragukannya. Nadia adalah gadis yang begitu sensitif dalam perihal curhat, ia tidak pernah mengatakan apa yang sedang ia rasakan kepada teman-temannya.

Dalam otaknya hanya tersemat kalimat "semua orang tak bisa di percaya." Sekaligus keluarga, belum tentu paham apa yang ia rasakan.

Tidak. Nadia bukan gadis yang mencari perhatian agar di mengerti. Ia hanya takut masa buruknya akan kembali lagi, Nadia sangat trauma dengan lingkungan, ia penat dengan kemunafikan yang pernah singgah di sekelilingnya.

"Gini aja, ini masih setengah dua siang, gimana kalau kita tunggu sampai jam dua? Nanti kalau sampai jam dua hujannya nggak reda, kita pulang bareng aja. Mau?" Ucap Zara.

"Emang lo bawa mobil?" Tanya Nadia menaikan satu alisnya.

"Enggak. Ntar gue minta tolong Rama aja,"

"Rama?"

Zara mengangguk. Nadia sontak bingung, bagaimana bisa Zara mengenal Rama?

...

"Kalian belum pulang?" Terdengar suara berat dari kejauhan.

"Lo nggak lihat, di luar ada apa?" Balas Zara kesal.

"Ini si Nadia, bukan?" Ucap laki-laki yang menoleh ke arah Nadia.

Nadia tidak menjawab apa pun, hanya mengangguk sembari tersenyum.

"Kenapa lo Var, naksir?" Ucap Rama dengan nada sinis pada Varka.

"Nanya doang masa nggak boleh, nggak ada yang larang kan nad?" Nadia tetap membalas dengan anggukan.

Sebenarnya, Nadia sudah salah tingkah pada Varka yang tiba-tiba mengajaknya berbicara. Varka adalah laki-laki yang ia kagumi semasa menjadi mahasiswa baru, Varka adalah laki-laki yang pertama kali memberikan perhatian. Namun, Nadia hanya mengagumi secara diam dan mendapat kesempatan bertemu saat bersama Zara.

 Namun, Nadia hanya mengagumi secara diam dan mendapat kesempatan bertemu saat bersama Zara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Next Part —>

10 Juli 2022
————————
Happy Reading All !

HISTORIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang