Benda Misterius

10 0 0
                                    

Perjalanan yang selalu mendatangkan berbagai pembelajaran, memberikan ruang-ruang pemahaman untuk mempelajari berbagai fenomena kehidupan. Hari menjelang sore, Gray masih berada di perbukitan menuju perjalanan pulang, perjalanannya begitu jauh siang ini, hingga mentari perlahan memudarkan cahayanya, seakan-akan seperti seseorang yang menarik selimut untuk tidur dan bangun pada keesokan hari.

Gray adalah seorang pemuda berusia 22 tahun, dia sekarang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi Twistfor, Javalensia. Saat hari libur tiba, dia selalu menghabiskan waktunya untuk melakukan perjalanan mencari bahan pembelajaran dan menambah pengalaman dari berbagai fenomena kehidupan. Dia merupakan keturunan dari ilmuan Dr. Barjey, seorang penemu sekaligus pencipta 'tongkat daun sehelai' yang memiliki kemampuan mengubah benda-benda dan teleportasi. Setahun setelah penciptaan tongkat, Dr. Barjey meninggal dunia, kemudian tongkat itu tersimpan di dalam peti yang terkunci. Waktu yang cukup lama, tongkat itu tersimpan dengan baik.

Sekarang tongkat itu berada di tangan Gray, dia mendapatkannya ketika kaki kanan menginjak lantai yang terbuat dari lempengan kayu telah lapuk, setelah mengangkat kakinya, Gray melihat ada ruang kosong yang cukup lebar, dan diapun membukanya, disitulah awal mula Gray menemukan tongkat daun sehelai, namun dia belum mengetahui kegunaan tongkat itu, padahal setiap kali dia melakukan perjalanannya selalu ditemani dengan tongkat dari kakeknya.

Gray menikmati perjalanan sore hari, karena pemandangan perbukitan terasa lebih indah ketika hari menjelang malam. kebetulan juga, bulan Juni ini memasuki musim gugur, hembusan angin mengajak dedaunan kering berwarna agak kekuning-kuningan untuk meninggalkan ranting-rantingnya. Cahaya matahari yang menembus ranting-ranting pepohonan bagaikan pipa-pipa panjang yang tersusun miring bersandar pada tembok dari arah barat.

Sembari berjalan sesekali Gray memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam, banyaknya pepohonan menjadikan udara begitu sangat segar. Bunyi ranting-ranting pepohonan ketika tertiup angin bagaikan alunan musik yang memiliki ciri khas tersendiri, dan pada waktu sore ini pula burung-burung pulang dari mengembara menuju sarang-sarangnya, menjadikan kicauannya mengkombinasi alunan musik dari ranting-ranting pepohonan begitu sangat merdu.

Dalam hatinya berkata,"ini masih sebagian kecil, bahkan mungkin yang terkecil dari sambutan alam yang dapat ku nikmati saat ini," Gray berjalan dan tersenyum. Belum sempat menutup senyuman, kakinya tersandung benda yang tertutupi dedaunan kering, berbentuk persegi seperti buku, lalu dia mengambilnya dan mencoba untuk menghilangkan daun-daun yang menempel, ternyata benda itu memang hampir mirip dengan dedaunan, berwarna coklat dan terdapat gembok kecil yang berada di pinggir sisi tengah.

Dia masih tetap berdiri dan membolak-balikkan benda itu, lalu benda itu di goyang-goyangkan seperti layaknya anak kecil yang membeli snack dan penasaran apakah didalamnya terdapat hadiah atau tidak.

Gray menoleh ke kanan dan kiri, sepi tidak ada seorangpun, kemudian dia mulai berjalan kembali dan membawa benda yang ditemukannya."itu punyaku," saut suara misterius. Dia menoleh kebingungan, lalu melihat kembali benda kotak itu. "Apakah engkau menyukainya?" Ia bersuara lagi.

Tubuhnya tiba-tiba seperti diserang oleh pasukan semut yang begitu banyak (merinding). Tapi Gray tetap diam, karena dia pernah mendengar ibunya berkata, "kalau ada seseorang yang memanggil, namun tidak ada wujudnya, jangan coba-coba untuk merespon perkataannya."

Dia merasakan bahwa suara itu berasal dari atas pohon, atau mungkin dari perbukitan yang cukup jauh. "Apakah perjalanan mu menyenangkan hari ini?" Tanyanya kembali. Sudah tiga kali ini ia bersuara lagi, serasa dirinya ingin berlari sekencang-kencangnya, namun dia masih penasaran dengan suara itu. "Hei, aku dibelakang mu!" Semakin dekat suaranya terdengar semakin kecil, selayaknya suara anak-anak yang bermain petak umpet dan berkata kepada teman disampingnya dengan suara pelan.

Gray lalu menoleh berbalik ke belakang, tidak menemukan apapun. Keringat dingin mulai meraba-raba tubuhnya. "Hei, disini, aku disini, coba langkahkan kakimu kembali kebelakang, lihatlah ada bunga-bunga melati yang baru bermekaran sore ini, aku duduk diatasnya", ucapnya.

Lalu Gray berjalan kembali kebelakang, dia mencoba memberanikan diri untuk mengamati dengan teliti pohon bunga melati yang berjajar panjang, seperti barisan manusia yang mengantri menunggu giliran untuk dapat mencicipi kue lezat isi coklat. Lalu Gray berkata samar,"dimanakah engkau duduk?"

"Lihatlah pohon melati yang paling bersih, dan bunga-bunganya bermekaran sangat indah, berwarna putih bersih," katanya.

Gray mengerutkan kedua alis, dan memandang fokus pada setiap bunga-bunga, dan dia melihat ada bunga yang berbeda, sedikit lebih besar berwarna putih yang sangat bersih, kemudian dia mengarahkan kepala dan bola matanya menghadap sedikit bergeser ke atas. "Hai,.." katanya sambil tersenyum, diapun tersentak kaget, dan mencoba memejamkan matanya sesekali, lalu dia membuka lebar-lebar kedua kelopak matanya.

Tubuh kecil mungil, seukuran botol minuman kaleng, rambutnya berponi, berwajah cantik, dan mengenakan baju berwarna putih kebiruan. "Apakah aku sedang tidak baik-baik saja?" Tanyanya. Ia mengayunkan kedua kaki di atas bunga melati itu, kedua tangannya memegang lurus kelopak bunga melati. "Siapakah engkau sebenarnya?"

"Trelicia, beberapa kali aku melihatmu melewati jalan ini, dan angin di musim gugur membuat ku tertidur pulas, sampai tak terasa benda kotak yang kau pegang itu jatuh terbawa angin, dan kemudian kau menemukannya."

"Bagaimana kau tau itu, padahal dirimu tertidur pulas?"

"Engkau berjalan dengan menggunakan sepatu, membuat gesekan terhadap tumpukan daun-daun yang kering, dan aku selalu waspada dengan setiap suara langkahan."

Gray tetap menatapnya dengan serius tanpa berkedip sedikitpun, badannya seketika terasa kaku seperti patung yang ada di toko baju. Ucapannya sedikit tersendat ketika melihat Trelicia, selain membuat merinding seperti serangan pasukan semut, Gray juga merasa takjub melihat Trelicia begitu cantik.

"Hei, jangan memandangku seperti itu, janganlah engkau takut, aku tidak akan membuatmu susah tidur selayaknya seseorang yang sedang jatuh cinta."

Gray mengambil nafas cukup dalam, lalu menghembuskan perlahan. Ia tidak memiliki sayap selayaknya peri yang ada di siaran televisi, ternyata ia sangat berbeda. Bisa terbang tanpa sayap, dan bisa menghilang, tapi dia tidak tau kekuatan yang sebenarnya.

"Kau baru pertama kali melihatku, mungkin terlihat aneh, dan mungkin engkau tidak percaya dengan hal-hal misterius, yang kebanyakan orang menganggapnya sebagai takhayul, mitos, ataupun yang lainnya."

Lalu Gray menganggukkan kepala dengan tatapan kosong,"sebenarnya berasal dari mana dirimu?" tanyanya.

"Genbi, dunia yang sangat jauh, dunia itu ditempati oleh begitu banyak sekali peri sepertiku. Tempat yang sangat indah, air terjun menjulang tinggi berbando pelangi, perbukitan biru berjajar, dan taman bunga yang sangat luas."

"Lalu apa sebab engkau sampai disini? Apakah engkau sendirian?"

"Kotak itu, kembalikan padaku!" katanya. Kemudian Gray memberikan benda yang ditemukannya, dan ia memangku benda kotak itu.

"Lalu, sebab engkau disini?"
"Ssst...mendekatlah dan arahkan telingamu!" Dia mendekatkan telinga.
"Kisah yang panjang dan rumit, aku tidak ingin engkau tau, karena ini akan membuang waktumu cukup banyak," bisiknya.

Terlalu lama berada di jalan perbukitan, Gray baru menyadari hal itu dan waktu semakin gelap, lalu dia bergegas pulang, Trelicia tetap memangku kotak itu dan memandangnya berjalan terburu-buru, "hei..namamu?" tanyanya. "Panggil saja Gray!" sambil berjalan terburu-buru, hari semakin gelap, jika dia tidak segera sampai rumah, ketika malam hari jalan perbukitan akan sangat gelap, dan menyulitkan dirinya untuk menentukan arah, hanya beberapa orang yang melalui jalan ini.

Jalan Menuju Genbi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang